Pemprov DKI Tak Becus Perbaiki Layanan Angkutan Umum
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dianggap belum becus dalam meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum bagi publik.
"Pemprov itu sebenarnya mau kejar yang mana? Apa yang ingin dicapai," ujar Sekretaris Koperasi Bajaj Sehati, Hisar Hosma Gultom, dalam diskusi 'Tarif Angkutan Umum, Mau Seperti Apa?' di Gedung JMC, Kebon Sirih, Jakarta (19/4).
Menurutnya, kebijakan Pemprov masih belum jelas, apakah ingin meningkatkan angka pelayanan publik, atau ingin membatasi kendaraan pribadi. "Tapi, sejauh ini, baru bicara tarif," ungkpanya.
Sebelum membicarakan tarif, ujarnya, Pemprov DKI sebaikya membenahi payung hukum. "Kalaupun tarif diatur, harga bahan pendukung seperti spare part juga harus diatur biar tak naik. Karena itu yang membebani kami selama ini," ujarnya.
Ketua Organda DKI Jakarta Soedirman menambahkan, angkutan umum di Jakarta sudah berlebihan. Bahkan keberadaannya sudah lebih dari 25 persen dari nilai maksimalnya. Itu sudah terjadi selama 10 tahun terakhir.
"Jelas saja pelayanan dan armada buruk. Kedua tarif juga memengaruhi. Kami ingin tarif itu naik agar meningkatkan pelayanan kami dan meremajakan angkutan. Kami optimis dapat meremajakan angkutan umum dalam empat tahun ke depan, bila tarif dinaikkan," katanya.
Menurut Soedirman, ada dua faktor yang memengaruhi komponen biaya operasional kendaraan, yakni eksternal dan internal. Eksternal dilihat dari sudut suku bunga bank, peraturan pemerintah pusat dan daerah, nilai tukar mata uang, jarak tempuh dan kondisi infrastruktur, dan suplier.
"Internal sendiri ada dua yaitu kemampuan manajerial, dan kepercayaan," tambahnya.
Untuk diketahui, aturan soal tarif diatur dalam Perda 12 Tahun 2003 pasal 78 ayat 1 tentang mekanisme penetapan tarif ekonomi dihitung oleh DTKJ dan disampaikan ke Gubernur DKI Jakarta. Usulan DTKJ ini sudah dievaluasi oleh gubernur sebelum disampaikan ke DPRD. Atas persetujuan DPRD dan gubernur maka ditetapkanlah tarif ekonomi tersebut.