Perlukah Pembatasan Penyiaran Aksi Demonstrasi?

Kamis, April 05, 2012 0 Comments



Sejumlah pengunjuk rasa merusak kendaraan milik polisi saat bentrokan menolak kenaikan BBM di depan Gedung DPR. FOTO: Dhoni Setiawan/ANTARA
Sejumlah pengunjuk rasa merusak kendaraan milik polisi saat bentrokan menolak kenaikan BBM di depan Gedung DPR. FOTO: Dhoni Setiawan/ANTARA
Perlu. Tayangan kekerasan, dalam bentuk apa pun, memang perlu dibatasi pada siaran televisi.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sepanjang 2012 berjalan ini, telah memberi teguran dan atau peringatan kepada berbagai stasiun televisi sebanyak 24 kali, mulai dari imbauan soal iklan susu Boneeto hingga peringatan tertulis pada program Metro Pagi di Stasiun MetroTV.

Yang terbaru, adalah teguran kepada dua stasiun TV karena penayangan berita tentang demonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang disebut mengandung aksi kekerasan dan ditayangkan berulang-ulang.

"Sudah ada stasiun televisi yang langsung kami tegur karena peliputan mereka terkait demonstrasi menentang penaikan harga BBM," ujar Ezki Suyanto, Wakil Ketua KPI, kepada Beritasatu.com, saat ditemui di kantor  KPI, Rabu (4/4).

Menurut Ezki, saat marak terjadi demonstrasi minggu lalu, beberapa stasiun televisi menayangkan potongan gambar kerusuhan dan berbau kekerasan yang diulang-ulang, antara lain peristiwa pembakaran ban dan fasilitas publik, pelemparan batu, dan pemukulan.

"Itu ditayangkannya pada saat anak-anak masih menonton.Iya kalau menonton didampingi orang tua yang bisa menjelaskan, tetapi kalau tidak?" tanya Ezki.

P3SPS
TV One disebut sebagai salah satu stasiun TV yang diberi teguran tersebut.

GM Internal Affairs TvOne, Totok Suryanto, mengatakan pembatasan penayangan berita tentang demonstrasi itu akan mengurangi makna demokrasi.

"Jangan lupa bahwa pers adalah pilar keempat demokrasi. Oleh karena itu, kami mempertanyakan apa urgensi pembatasan tersebut," kata Totok.

Mengenai teguran KPI  soal penayangan berita demonstrasi yang mengandung unsur kekerasan yang berpotensi memunculkan masalah bagi anak-anak yang menyaksikan itu, kata Totok, TV One selalu mengikuti standar yang ditetapkan oleh KPI, yaitu Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

"Untuk peliputan aksi demonstrasi misalnya, tentu ada hal-hal yang tidak bisa diprediksikan terekam oleh gambar. Namun prinsipnya, kami tentu sepakat untuk menghindari tayangan kekerasan."

TV One meminta harus diperjelas dulu mana yang dinilai KPI sebagai tayangan bernuansa kekerasan tersebut.

"Baik sebelum penayangan maupun setelah penayangan kami melakukan beragam evaluasi. Jadi harus diperjelas dulu di mana kekerasannya. Dan sampai sejauh ini, saya belum membaca adanya teguran dari KPI mengenai penanyangan liputan demonstrasi di TV One," kata Totok.

Demi Rating?
Dalam konferensi pers yang diadakan KPI sewaktu meluncurkan P3SPS di Surabaya, 1 April lalu, sebagaimana dikutip dari situs KPI, sepanjang 2011 KPI telah mengeluarkan 55 sanksi, dan terbanyak sanksi disebabkan program sinetron di televisi.

Sanksi tersebut didominasi akibat masih adanya tayangan kekerasan, seksual, dan ketidaksesuaian peruntukan jam tayang dengan program siaran. 

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Idy Muzayyad, mengatakan P3SPS berbeda dengan Kode Etik Jurnalistik yang dibuat asosiasi wartawan dan disahkan Dewan Pers.

“KPI ini adalah lembaga yang mewakili publik,'' kata Idy, Rabu (4/4) di Jakarta, yang juga dikutip dari situs KPI.

Jadi disini letak perbedaan pandangan antara KPI dengan TV One diatas harus diletakkan.

Pertama, teguran KPI bukanlah membatasi penayangan berita tentang demonstrasi, tetapi kekerasan dalam aksi itu dan yang ditayangkan secara berulang-ulang.

Kedua, penayangan berita tentang aksi demonstrasi di stasiun TV, terutama dua stasiun TV berita, memang terlihat cenderung menayangkan aksi kekerasan (dengan ilustrasi gambar yang sama) secara berulang-ulang.

KPI, dalam tegurannya, tidak melihat apakah penayangan itu dalam program berita atau tidak; yang disoroti KPI adalah tayangan kekerasannya dan diulang-ulangnya.

Jadi, mestinya bisa ditafsirkan, ini tidak ada hubungannya dengan pembatasan kemerdekaan pers.

Stasiun TV, juga TV berita, mestilah ingin meraih penonton sebanyak-banyaknya, sehingga gambar yang dramatis, yang diduga akan membuat orang terbetot perhatiannya, pasti yang ditawarkan.

Tapi memang berbeda masalahnya kalau gambar yang ditayangkan adalah yang mengadung aksi kekerasan, dan ditayangkan secara berulang-ulang.

Patut dipertanyakan, apakah penayangan aksi demo yang mengandung kekerasan tersebut secara berulang-ulang karena nilai beritanya yang tinggi, pilihan politik stasiun TV yang bersangkutan, atau sekadar mengejar rating yang tinggi.

Masalahnya,stasiun TV pastilah punya stok gambar berlimpah tentang aksi demo, dan mengapa memilih untuk menayangkan demo yang mengandung kekerasan, itulah pertanyaannya.

Usman Hamid, Ketua Dewan Pembina Kontras, dalam wawancara dengan Beritasatu.com, beberapa waktu yang lalu menyatakan, dalam catatan Kontras, sepanjang 2012 terdapat 128 aksi protes anti kenaikan BBM. Dari jumlah itu ada 98 aksi damai tanpa kekerasan, dan hanya 38 aksi yang dibubarkan.

Pilihan untuk menayangkan aksi demo yang penuh kekerasan, dan ditayangkan pada jam ketika anak-anak masih mungkin melihat, memang perlu disikapi dengan bijak oleh stasiun TV.

Pembatasan penayangan aksi kekerasan dalam demonstrasi memang perlu.
 

DAVINA NEWS

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.