Urgensi untuk Senantiasa Menjunjung Etika Politik
Sikap PKS yang cenderung tidak konsisten dan pragmatis dinilai membuat partai itu tidak lagi pantas berada di lingkar kekuasaan dan tergabung dalam sekretariat gabungan partai-partai koalisi.
Hal tersebut disampaikan salah satu pendiri PKS Yusuf Supendi kepada Beritasatu.com, di Jakarta. Dia juga mengaku sangat kecewa dengan sepak terjang sejumlah elite PKS. "Sikap inkonsistensi mereka lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya," tandasnya.
Dalam perbincangan tadi malam, Yusuf mengaku mendapat informasi dari sumber kepercayaannya bahwa PKS sejatinya sudah menyetujui kenaikan BBM, pada Selasa (27/3). "Bagaimana dengan surat ke SBY, putusan akhir di Rapat Paripurna pada Jumat (30/3)? Semuanya dapat dijadikan barometer apakah istiqomah atau tidak istiqomah, konsisten atau tidak konsisten. Publik dapat menilai sendiri bahkan memberikan hukuman massal dengan tidak mudah terpedaya oleh retorika apa pun bentuknya,” ucap Yusuf, yang pernah menuding bahwa sejumlah tokoh elite di partai tersebut telah terlibat korupsi.
Selain terkait persoalan penaikan harga BBM, suara PKS yang tidak sejalan dengan mayorita koalisi pernah beberapa kali berkumandang. Di antaranya, saat partai yang turut berpartisipasi aktif dalam mensukseskan langkah SBY menuju kursi presiden pada 2004 itu mendukung pengusutan penjaminan Bank Century dalam rapat paripurna DPR, tepatnya kurun Mei 2010. Belum genap satu tahun, yakni pada Februari 2011, PKS kembali berseberangan dengan suara partai peserta koalisi lainnya dengan menunjukkan dukungan terhadap hak angket DPR untuk mengusut kasus pajak.
Di saat-saat serupa itu, biasanya berbagai pihak akan memposisikan SBY untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap PKS. Namun sejauh ini, Presiden yang menjabat sebagai Ketua Setgab Koalisi belum pernah "menindak" PKS yang kerap berseberangan arah.
Bahkan dalam reshuffle kabinet yang dilakukan SBY pada Oktober 2011, dari empat menteri PKS yang ada di KIB II, hanya satu yang tergusur. Dia adalah Menristek Suharna Surapranata yang digantikan oleh Gusti Muhammad Hatta. Menanggapi potensi dilakukannya reshuffle menteri PKS dari KIB II pascagonjang-ganjing hubungan PKS dengan partai koalisi, Yusuf Supendi berujar, “Semestinya jika mempertahankan harkat dan martabat, jika PKS didepak dari setgab koalisi, partai itu segera putuskan menarik tiga menterinya di kabinet.”
Pilihan sikap PKS yang kerap ditampilkan di muka publik, yang berbeda dengan partai koalisi lainnya, pernah disinggung oleh Staf Khusus Presiden bidang Informasi dan PR Heru Lelono, beberapa hari lalu. "Mungkin hal itu melatarbelakangi pernyataan pihak yang mengatakan tidak dikenal kata koalisi atau oposisi dalam sistem Presidensial," ujarnya, kepada Beritasatu.com melalui pesan singkat di Blackberry.
Hal itu, menurut Heru, sekaligus mencerminkan tidak terpeliharanya lagi langkah politik yang beretika. Sebab, tidak lagi tampak bedanya antara partai dalam koalisi dan oposisi dalam 'pesta' Rapat Paripurna DPR tentang penaikan subsidi BBM itu.
Tergerusnya etika politik secara umum saat ini, Heru mengungkapkan, juga terkait dengan peluang penggeseran PKS dari setgab partai koalisi. "Jadi akan keluar atau tidaknya PKS dari koalisi hanya terpulang ada tidaknya nilai dan ukuran etika politik itu sendiri," tuturnya.