AJI Desak Polisi Tangani Kekerasan Jurnalis
Aliansi Jurnalis Independen Kota Bandarlampung mengecam tindak kekerasan kepada jurnalis di daerahnya, dan mendesak kepolisian untuk memproses hukum pelaku yang telah melanggar UU Pers itu sesuai aturan hukum yang berlaku.
Ketua AJI Bandarlampung Wakos Reza Gautama di Bandarlampung, hari ini, menyatakan atas serangkaian tindakan kekerasan yang dialami sejumlah jurnalis di Lampung, AJI Bandarlampung mengecam keras perilaku kekerasan pihak lain terhadap para wartawan yang melaksanakan tugas jurnalistik sesuai amanat UU 40/1999 tentang Pers.
Menurut Wakos, polisi harus segera bertindak tegas dan menjerat pelaku dengan UU 40/1999 tentang Pers itu, mengingat para pelakunya selain berbuat kriminal, mereka juga telah menghalang-halangi kerja jurnalis sesuai amanat UU Pers itu.
AJI Bandarlampung mencatat, kasus kekerasan terhadap jurnalis di Lampung, akhir-akhir ini cenderung meningkat, dengan para wartawan semakin sering menjadi sasaran tindak kekerasan oleh pihak lain.
Wakos menyebutkan, bentuk kekerasan yang dialami para jurnalis di Lampung itu pun beragam, seperti perampasan alat kerja dan lainnya, penganiayaan, bahkan sampai pembacokan dan pemukulan maupun tindak kekerasan fisik kepada para jurnalis itu.
Karena itu, AJI Bandarlampung mendesak agar polisi mengusut dan memproses kasus-kasus kekerasan wartawan itu secara tuntas.
Dalam catatan AJI, setidaknya sudah enam kasus kekerasan dan intimidasi yang menimpa jurnalis di Lampung selama 2012 ini.
Wakos mengatakan, kasus kekekerasan terhadap wartawan itu terjadi hampir merata di berbagai wilayah di Lampung, seperti jurnalis di Kota Bandarlampung, Mesuji, Pesawaran, dan kasus terakhir terjadi di Kabupaten Lampung Utara.
Kasus penganiayaan menimpa Erda Nizar, wartawan media online Bandarlampungnews.com, pekan lalu, saat melakukan investigasi penyimpangan distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kabupaten Pesawaran, Lampung.
Nizar dipukul menggunakan pangkal pedang yang dibawa seorang oknum aparat yang diduga melakukan penimbunan BBM bersubsidi di SPBU Kurungan Nyawa, Pesawaran.
Belakangan kasus ini berakhir damai, menyusul mediasi para pihak yang dilakukan bersama pimpinan media massa tersebut dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Lampung.
Namun sejumlah pihak tetap mengingatkan, kendati tercapai perdamaian, tidak tertutup kemungkinan kasus kekerasan dilakukan oknum aparat itu terus dapat diproses hukum lebih lanjut.
Kasus kekerasan terhadap pers lainnya, dialami Emir Fajar Saputra, wartawan salah satu media cetak di Lampung.
Telepon seluler milik Emir dirampas oleh personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bandarlampung, dan dokumen foto yang tersimpan dihapus secara paksa, saat meliput kejadian kericuhan berkaitan demo Hari Buruh Internasional awal Mei lalu.
Dibacok oknum pejabat
Kasus kekerasan berikutnya, dialami wartawan Harian Bongkar, Darwis (51), dilaporkan telah dibacok di depan kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara, Rabu (23/5).
Aksi kekerasan itu, diduga dipicu oleh beberapa pemberitaan di Koran Bongkar dalam sepekan terakhir yang tidak disukai isinya oleh pelaku.
Pelaku pembacokan itu adalah Kepala Dinas Perikanan Lampung Utara, Kd, sehingga mengakibatkan korban Darwis mengalami luka robek di bahu kiri atas sepanjang 5 cm dan kedalaman 2 cm, dan harus mendapatkan perawatan medis di RSU Ryacudu Kotabumi, Lampung.
Kendati begitu, pelaku menyangkal telah melakukan pembacokan Darwis karena pemberitaan yang dibuatnya. Kejadian tersebut, merupakan masalah pribadi.
Menurut informasi sejumlah sumber saksi kejadian, Rabu (23/5) pagi, sekitar pukul 09.00 WIB, Darwis sedang keluar dari kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara, dari arah berlawanan muncul sebuah kendaraan roda empat yang langsung menghadangnya.
Korban sempat terlibat perang mulut dengan pengendara mobil tersebut, dan berlangsung berkepanjangan sampai terjadi perkelahian antara keduanya.
Warga sekitar melihat, korban kemudian sudah tersungkur di pinggir jalan dengan bersimbah darah, sehingga harus dilarikan ke rumahnya, dan akhirnya dibawa ke RSU Ryacudu.
Ketua AJI Bandarlampung Wakos Reza Gautama menyatakan, peristiwa pembacokan itu merupakan salah satu tindakan kekerasan terhadap jurnalis.
"Kami mengecam keras tindakan kekerasan terhadap wartawan itu, sehingga polisi harus menangkap pelakunya," ujar dia lagi.
AJI Bandarlampung mengingatkan agar pihak kepolisian setempat jangan melakukan tindakan pembiaran terhadap para pelaku kekerasan terhadap jurnalis itu.
"Jika para pelaku dibiarkan bebas, ini akan mengancam kebebasan pers di sini," kata dia pula.
Dia menyatakan, dengan tertangkap para pelaku, bisa diketahui motif pembacokan, kalau benar motifnya adalah karena pemberitaan, maka para pelaku adalah musuh dari kebebasan pers.
Namun Wakos juga mengimbau kepada para pekerja pers di Lampung, untuk lebih berhati-hati dalam menulis berita dengan harus selalu berpedoman dan taat pada kode etik wartawan serta aturan rambu-rambu hukum yang berlaku.
Menurut dia, upaya jurnalis bekerja secara profesional dengan kehati-hatian dan patuh pada aturan kode etik wartawan itu, untuk mencegah adanya pihak-pihak yang tidak puas atas pemberitaan yang dibuat para jurnalis.
Ia mengingatkan, para jurnalis di Lampung harus menghindarkan membuat berita yang bersifat menghakimi dan tanpa keberimbangan (cover bothside).
Para jurnalis di sini diingatkan pula, agar saat menerima informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya, jangan langsung memuat dan menyiarkannya tanpa menggali informasi itu lebih lanjut kepada sumber berkompeten dengan mencari data dan informasinya agar menjadi lebih akurat dan objektif.
"Kami mengingatkan, agar jurnalis di Lampung harus tetap melakukan konfirmasi dan verifikasi atas informasi yang diterimanya sebelum disiarkan media massa masing-masing," kata Wakos pula.
AJI Bandarlampung, menurut Wakos, juga mengingatkan kepada semua pihak untuk mematuhi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan tidak lagi melakukan tindakan kekerasan kepada para jurnalis yang bekerja dilindungi aturan undang-undang itu.
"Bila ada pihak yang tidak puas dengan pemberitaan media massa tertentu, sebaiknya menggunakan hak jawab kepada media massa yang bersangkutan, dan jangan sampai melakukan tindakan kekerasan atau menghakimi jurnalis dan media massanya di luar aturan hukum yang berlaku," demikian Wakos Reza Gautama.