AJI Menolak Konglomerasi Media
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama 13 karyawan yang tergabung dalam serikat pekerja harian Indonesia Finance Today menolak konglomerasi media menggurita, pada aksi massa memeringati Hari Buruh Internasional di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (1/5).
Dalam aksinya, AJI bersama ratusan jurnalis lainnya juga membawa ogoh-ogoh berbentuk gurita, setinggi tiga meter untuk simbolisasi konglomerasi media tersebut.
"Menjelang pemilu 2014, AJI melihat semakin maraknya pemusatan kepemilikan media, terutama media televisi, sehingga akan mengancam independensi ruang redaksi," ujar Ketua AJI Jakarta, Umar Idris, Selasa (1/5).
Selain menolak konglomerasi media, AJI Jakarta juga menuntut adanya perbaikan kesejahteraan kepada sejumlah jurnalis. "Hasil survey upah jurnalis menunjukkan masih banyak jurnalis di Jakarta yang memiliki penghasilan yang tidak layak, apabila diukur dari standar upah layak AJI tahun yang sebesar Rp5.2 juta perbulan," tambahnya.
Selain masalah kesejahteraan dan kebebasan pers yang menjadi tuntutan, AJI Jakarta juga menuntut adanya keadilan bagi sejumlah jurnalis yang diwarnai oleh pemberangusan serikat pekerja di perusahaan media.
Hal tersebut tercermin dari kasus Luviana dan pemecatan 13 orang anggota dan pengurus Serikat Pekerja Indonesia Finance Today (IFT) yang diadvokasi oleh AJI Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers sejak awal tahun ini.
"AJI Jakarta menuntut negara tidak boleh lagi absen dalam upaya melindungi jurnalis dari ancaman kekerasan," tegasnya.
Terakhir, ditambahkannya, AJI Jakarta mendesak perusahaan media untuk lebih menghargai jurnalisnya dengan memberikan upah layak, memperbaiki kontrak kerja bagi jurnalis, serta melindungi kebebasan bersuara dan berserikat di setiap perusahaan.