Arah Politik Jokowi dan Prabowo
Prabowo Subiyanto (Foto: Davinanews.com/Wahyu) |
Sementara Jusuf Kalla yang sudah terbukti mampu bekerja dengan amat cepat menjadi naik daun setelah pemerintahan SBY gagap dalam menjalankan tugasnya dalam periode kedua masa pemerintahannya, kegagapan SBY ini dinilai banyak orang karena SBY tidak bisa bekerja tanpa didampingi JK yang mampu secara praktis dan amat cepat dalam mengambil keputusan politik dan kebijakan yang memiliki pengaruh dampak sosial tinggi.
Satu-satunya saingan terberat Prabowo adalah SBY, sementara SBY terbentur Undang-Undang bahwa masa jabatan Presiden RI hanya bisa dua kali. SBY memang memiliki daya magis luar biasa dalam pemilihan di Indonesia, seperti lelucon : -apa ciri khas orang Indonesia, jawab : “Benci sama SBY, tapi kalo SBY calonkan Presiden RI tetep pilih SBY”. Diluar SBY, Prabowo tidak memiliki lawan yang serius.
Sebenarnya Indonesia membutuhkan pemimpin muda yang otentik dan mampu mengubah arah sejarah, tapi ternyata peta politik kita selama 14 tahun reformasi sama sekali tak menghasilkan pemimpin muda, 100% semuanya pemain lama, bahkan Anas Urbaningrum salah satu pemimpin muda yang diharapkan rusak namanya gara-gara main mata dengan bendahara Partai Demokrat Nazaruddin.
Sementara pemain utama reformasi sudah surut ke belakang semua, terakhir adalah Megawati yang tak mau mencalonkan dirinya kembali. Diantara pemain-pemain politik senior, Prabowo memiliki urutan paling atas. Sampai hari ini Prabowo-lah calon Presiden RI terpopuler 2014-2019.
Dua Titik Penting Kemenangan Prabowo
Ada dua titik penting yang bisa dijadikan jaminan bagi kemenangan Prabowo dalam menghadapi konstelasi politik Pemilu 2014. :
1. Ide Ekonomi Kerakyatan
2. Sebagai Antitesis SBY yang lemah
Ekonomi Kerakyatan akan menjadi isu yang menarik, bahkan di Eropa sendiri Sosialisme sekarang menjadi pilihan dan menjungkalkan kelompok konservatif yang lebih membela kapitalisme neoliberal. Tergasaknya banyak negara Eropa oleh utang membuat rakyat banyak berpikir tentang layaknya ekonomi kapitalis sebagai tulang punggung ekonomi mereka. Di Indonesia isu ini menjadi marak karena banyak sekali kasus yang melibatkan ekonomi Neoliberal sebagai biang dari persoalan kesulitan ekonomi bangsa kita. Isu paling menarik adalah ‘Hugo Chavez Model’, yaitu : ‘Menasionalisasi tambang-tambang minyak dan Perkebunan swasta menjadi milik negara’. Di Indonesia hal itu menjadi mimpi di siang bolong, tapi bukan tak mungkin bisa dilakukan, mengingat seluruh wilayah Indonesia sudah dikavling-kavling banyak pengusaha baik dalam dan luar negeri.
Gerakan ekonomi kerakyatan Prabowo adalah alternatif ekonomi politik yang paling revolusioner dalam mengubah arah sejarah Indonesia, tapi pertanyaannya apakah Prabowo berani melawan arus besar yang tak suka dengan watak sosialisme dalam ekonomi Indonesia? Bagaimanapun Prabowo bisa menjadikan membatalkan semua amandemen-UUD 1945 yang membuat celah main mata dengan Kapitalisme Liberal dan mengembalikan UUD 1945 ke bentuknya yang asli, serta menjadikan UUD 1945 Pasal 33 sebagai bentuk ekonomi politik Indonesia yang berbasis sosialisme dan ekonomi kerakyatan, Prabowo tidak mungkin asing dengan ide-ide sosialisme, ayahnya Prof. Sumitro adalah eks penggede Partai Sosialis Indonesia, dan desertasi akademiknya sewaktu sekolah ekonomi di Belanda adalah soal Koperasi pada masyarakat Jawa.
Tiga hal besar yang dilakukan Prabowo dan ini ia sudah lakukan dengan iklannya yang membius banyak kalangan : -Kontrasnya Kemiskinan ratusan juta rakyat dengan Kekayaan Segelintir Kelompok- adalah sektor : Kesehatan Publik, Pendidikan Publik dan Bangkitnya Militer Indonesia.
Titik kedua kemenangan Prabowo adalah citra Prabowo sebagai Prajurit TNI yang gagah, di masa Orde Baru ia adalah ikon kejantanan seseorang, keberanian seorang Prajurit dan jenis perwira muda yang nekat. Prabowo memang sudah dikenal bandel sejak masa ia menjalani pendidikan di AKABRI, banyak cerita mengenai dirinya yang berbeda dengan cerita SBY semasa di AKABRI yang penurut, Prabowo adalah pemuda yang selalu ingin tahu, sebelum masuk Taruna AKABRI, di umur 16 tahun Prabowo mendirikan ‘Gerakan Pembaharuan’ sekitar tahun 1968 tak lama ketika Prof. Sumitro –ayah kandungnya- pulang dari pelariannya karena dikejar-kejar Sukarno, Gerakan Pembaharuan ini mirip dengan Peace Corps di jaman Presiden Kennedy dengan misi :”Membentuk pemuda yang pelopor bagi Pembangunan Negara”.
Di dalam buku Memoar Jenderal M Jusuf ada cerita soal Mayor yang menolak pencalonan Benny Moerdani, dan banyak orang yang mengira Mayor yang menolak itu adalah Mayor Prabowo, yang saat itu masih menjadi menantu Presiden Suharto. Karir militer Prabowo meroket sepanjang pertengahan tahun 1990-an seluruh pembicaraan soal perwira tinggi militer selalu berpusar pada perkiraan karir Prabowo.
Prabowo menjadi simbol keberanian bagi banyak orang Indonesia, namun apes bagi Prabowo, Suharto jatuh dan namanya ikut terkoyak. Di tahun 1998 seluruh tuduhan atas kekacauan diarahkan kepada dirinya, ia kemudian pergi dari Indonesia dan membangun karir di dunia bisnis, dititik ini banyak yang mengira karir Prabowo sudah habis. Namun kepemimpinan datang silih berganti, di tahun kematian Suharto 2008, sudah mulai banyak orang Indonesia yang terkena sindrom ‘Rindu Suharto’ keadaan ini mirip dengan tahun 1970, dimana ketika nama Sukarno dilabur sehitam-hitamnya oleh Orde Baru, setelah kematiannya yang diantar jutaan rakyat Indonesia, rakyat Indonesia amat rindu Bung Karno.
Kerinduan utama rakyat terhadap Suharto adalah ‘kenangan akan kemakmurannya’. Rakyat sudah bosan dengan demokrasi yang ternyata tidak memakmurkan mereka, tidak membawa alam kesejahteraannya, sementara kerinduan akan Sukarno adalah ‘kerinduan sebagai bangsa yang terhormat dan bermartabat’.
Di masa reformasi Indonesia seakan kehilangan identitas yang amat terkenal di masa Sukarno dan Suharto adalah identitas ‘Nasionalisme-Patriotisme’. Kerinduan Sukarno dan Suharto adalah totalitas yang mesti dipenuhi oleh pemimpin pengganti SBY karena kerinduan inilah yang membentuk idealisme jaman bagi Indonesia ke depan apabila Indonesia tak ingin dibalkanisasi. Nampaknya arus kerinduan rakyat pada Sukarno dan Suharto ditemukan pada diri Prabowo yang militeristis bagai Suharto sekaligus berpandangan amat maju dan intelektual seperti Sukarno, Prabowo sendiri dikenal sebagai orang yang teramat intelektual karena ia dibesarkan dalam keluarga dengan latar belakang lingkungan akademis kelas tinggi. Sejak muda ia pembaca buku yang rakus ilmu pengetahuan.
Pada iklan politik kampanye 2009 lalu, Prabowo membawakan iklan yang amat populer dan disenangi banyak orang dengan gambaran : Kemiskinan, Jaminan Pluralisme Budaya dan Jaminan Kebebasan Beragama di Indonesia, iklan Prabowo amat jelas arah politiknya, sementara SBY membawakan iklan yang mendayu-dayu dengan lagu mirip mie instan dan tidak jelas mau apa pemerintahannya kelak. Tapi sejarah mencatat kemenangan mutlak ditangan SBY karena begitu banyaknya pemilih yang ragu terhadap tandem Prabowo yaitu : Megawati. Andai Prabowo saat itu yang mencalonkan diri jadi Presiden RI kemungkinan Prabowo bisa memenangkan pertarungan.
Kini Prabowo sudah menjadikan diri satu-satunya calon terkuat RI 1 dengan jaminan sekutu politiknya Megawati dan yang dilakukan dia sebagai tahap pertama rangkuman kekuasaannya adalah menjadikan Jokowi sebagai enclave (kantong) kekuasaan awal dimana apabila Jokowi mampu memenangkan Jakarta, maka kepemimpinan Jokowi akan dijadikan role model bagi kepemimpinan Prabowo kelak, disini Jakarta adalah etalase paling depan bagi jualan politik Prabowo.
Jokowi Yang Spektakuler
Munculnya Jokowi sebagai bintang politik masa depan adalah semacam ‘hadiah’ dari Tuhan untuk bangsa Indonesia yang tidak disangka-sangka. Jokowi tidak punya masa lalu sebagai aktivis, ia adalah ‘orang yang muncul tiba-tiba’.
Banyak dari aktivis yang amat populer di tahun 1998 kini surut kebelakang, tapi Jokowi malah meroket seperti kereta super cepat jurusan Jakarta Surabaya tanpa tanding. Di Solo Jokowi melakukan gebrakan politik dengan langkah kebijakan publik yang amat pragmatis.
Ia menciptakan suatu pola baru dimana kepemimpinan tidak bisa disakralkan, ia menyatu dengan rakyat yang dibinanya. Prinsip utama Jokowi : “Rakyat adalah Gudangnya gagasan. Kita jangan merasa lebih pintar dari rakyat” adagium inilah yang kemudian dipegang baik-baik dalam melakukan kebijakan publik di Solo.
Jokowi tanpa gembar gembor melakukan gebrakan besar dalam pola ekonomi politik Solo dengan basis pada ‘Pasar Tradisional’. Bagi Jokowi “Sifat utama Pasar Tradisonal adalah pertemuan antara manusia, sementara Pasar Modern yang sarat modal itu menafikan ruang pertemuan itu’. Disinilah kemudian Jokowi merasa harus menolak Mal sebagai konsep pasar dalam ruang kota, ia lebih menghendaki ‘Pasar Tradisional’ yang bersih dan bisa membuka semua akses ekonomi kepada kalangan rakyat banyak.
Prabowo Menjadi Bandar Sekaligus Penjamin Politik Atas Karir Politik Jokowi di DKI (Sumber Photo : Official Website Jokowi) |
Bila Jokowi berhasil menjadi Gubernur DKI maka ini adalah etalase politik Prabowo dalam menuangkan gagasannya tentang ‘Ekonomi Kerakyatan’ rakyat bisa menjadikan Jakarta indikator apakah Prabowo serius menjadikan ekonomi kerakyatan sebagai pola umum dalam kebijakan publik Jokowi. Disinilah kemudian ruang tuntutan publik terbangun.
Jokowi tak perlu takut atas keamanan Jakarta, karena bagaimanapun Prabowo berpengalaman dalam dua soal : Intelijen Militer dan Militer organik, Prabowo kenal semua jaringan kekuatan masyarakat dan kekuatan militer di Jakarta. Disini Prabowo sudah menjadi garansi utama atas stabilisator keamanan di Jakarta.
Terlepas dari semua calon Presiden RI dan calon Gubernur DKI, tokoh yang benar-benar menawarkan perubahan politik dalam jangka panjang memang Prabowo dan Jokowi.
Penulis: Anton DH Nugrahanto
Sukarnois
Sukarnois