Bencana Alam Serius Ancam Tiga Kabupaten
Tiga kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni Sikka, Lembata dan Timor Tengah Utara berpotensi terancam bencana alam serius. Sehingga, perlu diantisipasi dan penanganan yang lebih serius lagi.
"Potensi bencana alam serius yang akan mengancam tiga kabupaten tersebut berdasarkan hasil riset dari Plan Internasional dan Institut Teknologi Bandung (ITB)," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Tini Thadeus di Kupang, Jumat.
Ia menjelaskan Plan Internasional dan ITB melakukan riset partisipatif tentang kerentanan iklim terhadap tiga kabupaten di NTT sebagai sampel dan hasilnya membuktikan bahwa Kabupaten Sikka, Lembata dan Timor Tengah Utara berpotensi terancam bencana alam serius.
Kabupaten Sikka di Pulau Flores, misalnya, setiap tahun selalu terjadi abrasi yang berdampak pada kenaikan muka air laut, sedang Lembata selalu terjadi perubahan temperatur suhu yang berdampak pada panas dan kekeringan.
Sementara, Timor Tengah Utara terjadi curah hujan ekstrim yang berdampak pada musim kering berkepanjangan, namun bila terjadi hujan berpotensi menimbulkan longsor dan banjir bandang.
Thadeus menjelaskan ada tiga parameter yang diukur, yakni temperatur, curah hujan, dan kenaikan muka air laut (SRL) yang dilakukan oleh para peneliti dari ITB.
Solusi sementara yang ditawarkan, ujarnya, adalah menanam bakau (mangrove) di sepanjang bibir pantai yang berpotensi menimbulkan abrasi, serta menghentikan kebiasaan menebang pohon di daerah aliran sungai (DAS) untuk mengurangi longsor dan banjir.
Hasil penelitian tersebut merekomendasukan pula agar sekolah-sekolah di Nusa Tenggara Timur harus segera menerapkan kurikulum muatan lokal tentang Penanggulangan Bencana, seperti yang diamanatkan dalam dalam No.24 Tahun 2007.
Selain itu, perlu sosialisasi secara gencar untuk mengubah paradigma lama penanggulangan bencana yang lebih menonjolkan peran dan tanggung jawab pemerintah sebagai pengelola bencana telah mengalami perubahan sesuai jiwa UU No. 24 tahun 2007.
Ia mengatakan salah satu spirit dari UU tersebut, paradigma penanggulangan bencana yang semula hanya menjadi tanggungjawab pemerintah telah berubah menjadi tanggung jawab semua komponen masyarakat pada pra bencana, saat bencana atau tanggap darurat dan pascabencana.