Cerita di Balik Penangkapan 3 Wartawan RI di Malaysia
"Assalamualaikum," ujar Muhammad Fauzi, sambil mengetukkan gembok besi ke tembok, yang tergantung di bagian depan rumah itu. Berulang-ulang salam itu disebutkan hingga akhirnya seseorang menjawabnya dari dalam rumah. "Siapa itu?" tanya lelaki setengah umur yang tiduran di sebuah balai-balai di bagian depan dalam rumah itu.
Lelaki di dalam rumah itu melongok sebentar dari balik terali bagian depan rumahnya. Dilihatnya tiga orang lelaki berada di luar rumahnya. "Darimana?" tanya lelaki di dalam rumah itu. "Kami dari KL," ujar salah satu dari tiga lelaki itu.
Lelaki di dalam rumah bukannya membuka pintu, namun masuk ke dalam rumah ke arah pesawat telepon. Terdengar dari luar dia menyebut kata-kata, "polis".
Dia tak kunjung beranjak membukakan pintu untuk ketiga tamunya. Tak lama, sebuah mobil dengan tiga aparat kepolisian lokal datang dan mengepung Fauzi dan kedua temannya. Mereka pun dibawa ke Balai Polisi Linggi, Tampin Kanan, Negeri Sembilan, Malaysia, setingkat Kepolisian Sektor di Indonesia.
Beberapa jam sebelumnya, Fauzi, wartawan Media Indonesia, bersama dua temannya, Zen Teguh Triwibowo (Wartawan Harian Seputar Indonesia) dan Ilham Khoiri (Wartawan Harian Kompas), masih berada di Hotel Dorrset, Kuala Lumpur (KL). Jaraknya sekitar satu jam perjalanan dari rumah yang mereka datangi di Tampin Kanan, tempat kejadian perkara (TKP) penembakan tiga TKI asal NTB di Malaysia.
Kedatangan mereka ke Malaysia merupakan bagian delegasi resmi pemerintah Indonesia yang terdiri dari perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan pimpinan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Sebelumnya, rombongan itu sudah dua kali dijanjikan untuk bisa datang ke lokasi kejadian.
Namun dua kali pula digagalkan, entah oleh pihak Malaysia atau oleh Atase RI di sana, kata Fauzi. Peluang datang ketika Suruhanjaya Hak Asasi Manusia (Suhakam), semacam Komnas HAM di Malaysia, mengajak mereka berjalan ke lokasi penembakan.
Dari Hotel Dorrset, mereka pun jalan ke arah Tampin Kanan. Sialnya, kata Fauzi, mobil mereka tertinggal dan harus mengandalkan peralatan sistem pelacak elektronik GPS (Global Positioning System) untuk sampai ke lokasi itu."Belakangan kami diberi penjelasan bahwa pemilik rumah mengaku ketakutan saat kami datang. Walau kami sopan, dia tetap menelepon polisi di sana," kata Fauzi, saat mengobrol dengan Beritasatu di Jakarta, Jumat (11/5).
Diinterogasi Atau Menginterogasi?
Cerita berlanjut dengan penahanan Fauzi Cs di Balai Polisi Linggi, dan kemudian dibawa ke Balai Polisi Port Dickson, atau setingkat Polres di Indonesia.Ketiganya diancam CCT 448, hukum setempat yang melarang seseorang memasuki wilayah properti pribadi tanpa izin, dengan ancaman tiga tahun penjara.
Sebelumnya, Fauzi Cs mengaku sempat mendengar seorang agen polisi, atau dipanggil 'agen tekap', meminta sang pemilik rumah membuat laporan polisi resmi. Di balai kepolisian, Zen Teguh dan Ilham diperiksa secara bersamaan oleh agen polisi berbeda. "Ada suara membentak. Keduanya kelihatan tegang sekali, khususnya Ilham. Mereka ditanyai dan waktunya cukup lama," kata Fauzi.
Setelah keduanya selesai, tiba giliran Fauzi. Dia memasuki ruangan sang agen polisi. Matanya sempat melihat baju sang polisi yang tergantung di tembok, dan membaca tulisan "Izzat" di bagian lencana nama baju itu."Assalamualaikum Pak Izzat," ujar Fauzi.
Yang disapa terkejut dan agak kaget, lalu berdiri menyalami Fauzi. Belum lagi Izzat mulai menanyai, Fauzi langsung berkata, "Pertanyaannya sama dengan teman saya kan? Sudah, pasti jawaban saya sama. Yang beda cuma nama saya dan media massa tempat saya bekerja."
Izzat menjawab, "Oh, begitu yah." Dia lalu memverifikasi nama dan tempat kerja Fauzi. Izzat juga menawarkan rokok, namun ditolak oleh Fauzi. Fauzi lalu mencoba meyakinkan Izzat bahwa mereka adalah tamu negara Malaysia dan tak sepantasnya ditahan di kantor kepolisian. "Kalau anda tak percaya, coba saja cek pemberitaan di Indonesia. Sudah ribut sekarang," kata Fauzi.
Izzat melihat Fauzi dengan mata menyelidik. "Kalau Anda tak percaya, silakan buka website berita di Indonesia," kata Fauzi lagi. Izzat lalu mengetikkan alamat portal berita terkenal dari Indonesia, dan membaca berita soal penangkapan Fauzi dan kawan-kawannya itu. "Aduh kok jadi begini yah," kata Izzat sambil menggaruk kepala.
Wajah Izzat semakin terlihat tertekan begitu Fauzi memintanya untuk membuka website vivanews.com sekaligus membaca berita soal penahanan itu. "Ini yang punya vivanews adalah Ketua Partai Golkar, yah semacam UMNO lah. Dia juga temannya UMNO," kata Fauzi. Izzat pun semakin tertekan. Diapun sibuk dengan kegiatan browsing-nya.
Lalu, Fauzi meminta izin agar bisa menggunakan telepon seluler milik Izzat untuk menelepon redaksinya di Jakarta. "Bukannya menolak, dia justru memberikannya," kata Fauzi sambil tertawa.
Jangan Diam, Lawan!
Selepas dari Izzat, Fauzi mengaku sempat coba dilecehkan oleh seorang agen Malaysia yang menyebut kata-kata "Indon"."Saya sampai tiga kali mengingatkan dia bahwa yang benar adalah 'Indonesia'," kata Fauzi. Sang agen polisi juga coba membanding-bandingkan Malaysia dan Indonesia, tentunya dengan nada menjelekkan Indonesia.
Merasa tak sanggup menahan emosinya, Fauzi minta ijin pada kedua temannya, yang diam saja, untuk berbicara.Fauzi lalu menekankan pada sang agen Polisi bahwa dia salah bila membandingkan Indonesia dan Malaysia yang memang tak selevel. "Mau dilihat dari sisi apapun, Indonesia tak selevel dengan Malaysia. Dari jumlah penduduk saja kita berbeda. Apalagi dari sisi demokrasi yang berjalan baik di Indonesia. Anda tak bisa membandingkannya," kata Fauzi tegas.
Sang agen polisi terdiam, lalu menggumam, "Memang benar. Indonesia itu macan tidur," kata Sang Agen dan selanjutnya diam tak bicara.Tak lama kemudian, petugas Atase Kepolisian RI di Malaysia datang ke Balai Polisi itu. Sekitar pukul 02.00 pagi waktu setempat, ketiganya dibebaskan dan kembali ke hotel dengan selamat.
Tugas Belum Selesai
Fauzi dan kawan jurnalisnya mengaku masih tak puas karena belum mendapat jawaban atas sejumlah kecurigaan mereka dalam peristiwa penembakan tiga TKI. Mewakili kedua temannya, Fauzi menyatakan mereka sejak awal curiga dengan klaim Polisi Malaysia. Disebutkan ketiga TKI itu, Abdul Kadir Jaelani (25), Herman (34), dan Mad Noor (28), ditembak Polis Diraja Malaysia, 24 Maret lalu. ketika dipergoki hendak merampok. Mereka melawan petugas polis saat disergap sehingga ditembak mati.
"Penangkapan kami jelas menghalangi rencana interview kami pada penduduk sekitar lokasi kejadian. Kedua, Pemerintah Malaysia, termasuk Polis Diraja Malaysia, sangat tertutup dan lambat soal kasus penembakan tiga tenaga kerja (TKI) di Port Dickson," kata Fauzi.
Klaim bahwa TKI ditembak karena mencoba melarikan diri juga tak didukung fakta-fakta dan argumentasi yang meyakinkan. Salah satu yang lemah adalah soal bekas-bekas luka tembak di daerah mematikan, terutama kepala. "Itu kan bekas tembakan di tubuh korban banyak sekali. Dan kenanya di wilayah mematikan semua. Bukankah standar operasi polisi dimanapun, ketika berusaha melarikan diri, tembakan diarahkan untuk melumpuhkan, bukan mematikan? Ini tak bisa dijawab oleh mereka," tandas Fauzi.
Sementara itu, anggota DPD, Farouk Muhammad, mengatakan, dalam waktu dekat, pejabat senator dan kepolisian Malaysia akan segera berkunjung ke Indonesia. "Kita harap ada penjelasan soal kejadian-kejadian ini semuanya," kata Farouk.