Dugaan Main Mata antara Oknum dan Broker
Seiring, menyeruaknya dugaan perselingkuhan antara broker dan pemerintah terkait pengadaan alutsista dari Rusia. Kecurigaan PT TR merupakan 'pemain besar' dalam bisnis alutsista (alat utama sistem persenjataan) pun mengental.
Oleh sejumlah kalangan, foto itu pun lantas diperbandingkan dengan foto keluarga presiden saat menghadiri pernikahan Artalyta Suryani, ratu calo kasus hukum di Kejaksaan Agung, yang beredar pada tahun 2008.
Terkait itu, Anggota Komisi I dari Partai Demokrat Salim Mengga menduga, ada hal yang coba 'dimainkan' pihak tertentu terkait pengadaan itu.
Sebagai contoh, beredarnya foto pemilik TR dan Keluarga Presiden tentunya akan menimbulkan kecurigaan adanya permainan. Padahal bila dilihat dari perspektif budaya di Indonesia, berfoto dengan keluarga pejabat negara adalah bagian dari kebiasaan.
"Kan biasa kalau orang pengen difoto dengan petinggi. Itukan bagian budaya timur saja, jangan dipersepsikan yang negatif. Kalau kita berpikir positif kan kita sehat," kata Salim.
Namun, dia menyebutkan, pihaknya akan mendukung penyelidikan setiap dugaan mark up dalam pengadaan senjata dari Rusia. Hanya saja, menurutnya, perbedaan harga seharusnya tidak langsung dilihat sebagai mark-up.
"Itu kan biasa saja kalau pedagang. Mana ada pedagang tanpa untung," kata Salim.
Dia melanjutkan pihaknya sangat meyakini pembelian itu sama sekali tak ada kaitan dengan Trimarga. Keberadaan Trimarga tak seharusnya dilihat sebagai faktor pembeda harga.
"Yang saya tahu kita tak berhubungan dengan Trimarga, tapi dengan Rosoboron. Rosoboron yang mengontak dia (PT TR). Jadi kalaupun ada untung bagi TR, ya Rosoboron yang memberi," kata Salim.
Selain itu, harga lebih mahal dimungkinkan mengingat konten peralatan dan teknologi yang berbeda antara Sukhoi yang dibeli Indonesia dengan yang dibeli negara lain.
Selain itu, lanjutnya, harus dilihat juga cara pembelian menggunakan mekanisme kredit, yang tentu saja lebih mahal dibandingkan mekanisme tunai.
"Kita kan membeli pakai kredit atau utang. Jadi wajar kalau lebih mahal. Kalau Malaysia membeli beberapa skuadron Sukhoi dengan uang tunai, makanya lebih murah," kata Salim.
Hingga 2014, atau selesainya masa Pemerintahan SBY-Boediono, pemerintah memang berencana menghabiskan dana hingga US$6,5 miliar untuk pembelian senjata yang pembiayaannya adalah melalui mekanisme utang.
Tidak mengherankan, seorang politisi yang menolak disebutkan namanya menyatakan, 10% dari total dana itu, sekitar US$650 juta sudah cukup menyokong biaya menghadapi Pemilu 2014 mendatang.
Follow Da Vina News on Twitter, become a fan on Facebook.