Ketika Kantor jadi Rumah Kedua

Minggu, Mei 20, 2012 0 Comments



Ilustrasi karyawan perkantoran di Jakarta.
Ilustrasi karyawan perkantoran di Jakarta. (sumber: JG Photo/Safir Makki)
Semua terjadi begitu saja. Berawal dari kebiasaan. Rutinitas. Pertemuan harian yang membuat mereka mulai melihat sisi lain dari rekan kerjanya.

Bahagia begitu tersirat dari paras cantik Jelita--sebut saja demikian. Bagaimana tidak. Di usianya yang ke-25 tahun, ia (merasa) mendapat kebahagiaan mutlak. Ia menyebutnya mutlak dan sepenuhnya, karena baru kali ini ia mendapat hadiah ulang tahun yang menurutnya romantis.

Begitu sampai di kantor, ia mendapati tiga karangan bunga mawar masing- masing berwarna merah, pink, dan putih. Hanya ada ucapan selamat ulang tahun disertai ucapan cinta dari seseorang yang anonim. Namun ia sangat tahu siapa pengirim bunga itu. Pengirimnya tak lain atasannya sendiri.

Beberapa hari kemudian, tepat di akhir pekan, ia terbang ke Bali bersama atasannya. Dari hari Jumat sampai Minggu, ia merayakan ulang tahunnya bersama atasan yang juga kekasihnya.

Jelita tak sendirian. Ada juga--sebut saja Rosa--yang sudah setahun terakhir putus dengan kekasihnya yang juga atasannya. Ia memilih tetap sekantor dan tetap memupuk rasa cintanya dalam hati. Maklum, ia cukup lama menjalin hubungan dengan atasannya. Lima tahun sudah. Hatinya sudah terlanjur sangat mencinta.

Baik Rosa maupun Jelita sama-sama lajang. Perempuan yang dari segi fisik sangat cantik dan menarik. Bedanya, Jelita masih sangat muda dan baru menjalin hubungan--sekitar setahunan--sementara Rosa sudah hampir berkepala empat dan merasa sudah sulit untuk memulai hubungan baru dengan orang lain.

Kedua atasan kedua perempuan ini sama-sama sudah menikah. Tentu saja dengan status pernikahan atasannya, mereka berdua lebih banyak bertemu di kantor. "Selain di kantor, setiap hari minggu sore kami bertemu. Bisa saja dia yang ke rumahku, atau janjian di mana," ujar Jelita.

Pola- pola pertemuan mereka sebenarnya sangat sering kita baca di cerita-cerita tentang hubungan asmara sekantor. Yaitu pertemuan tiap hari dalam kerangka bekerja, di luar itu mereka akan mencari momen di luar jam kantor. Entah menginap bersama di sebuah hotel, atau jalan- jalan layaknya orang pacaran pada umumnya, namun di tempat- tempat yang sebisa mungkin tak mudah bertemu orang-orang yang mereka kenal.

Jika ditanya awal mulanya, baik Jelita maupun Rosa sama-sama berkata bahwa mereka tidak merencanakan. Semua terjadi begitu saja. Berawal dari kebiasaan. Rutinitas. Pertemuan harian yang membuat mereka mulai melihat sisi lain dari rekan kerjanya.

"Yah, dia baik sih. Sangat perhatian dan mengayomi sekali. Dengerin aku banget," kata Rosa yang merasa bahwa atasannya yang memang berusia sekitar 20 tahunan dari dia tersebut, berhasil memikat hatinya karena sikapnya yang menenangkan dirinya yang berkarakter meledak-ledak.

Sementara Jelita lebih berangkat dari iseng. Usianya yang masih muda membuatnya merasa tak masalah untuk ambil risiko ketika atasannya mulai iseng menggodanya. "Bener-bener awalnya cuma sekadar coba-coba aja. Eh ternyata keterusan," katanya sambil tertawa kecil.

Jawabannya ini bukan berarti ia tipe yang bisa dengan enteng memandang situasi yang dijalaninya saat ini. Awalnya ia juga merasa ragu dan khawatir akan pandangan orang jika ia menjalin hubungan dengan pria beristri. Namun keseharian yang mempertemukan mereka, meluluhkan hati Jelita. Akhirnya dari hubungan yang awalnya ia rencanakan sekadar iseng, akhirnya menjadi rutin.

Ketika hubungan mereka semakin serius, kedua perempuan ini tak memungkiri bahwa perasaan mereka jadi makin mendalam. "Aku tahu harusnya aku nggak boleh tahu tentang istrinya. Namun suatu hari aku penasaran dan buka dompetnya, dan lihat foto istrinya. Ya cemburu juga sih," kata Jelita.

Demikian pula dengan Rosa. Semakin lama hubungan mereka berjalan, makin membuat ia tak puas dengan statusnya sebagai yang kedua. Ia mulai berharap pada pernikahan. Namun di titik inilah ia harus menerima keputusan perpisahan.

Ketika kekasihnya mendapat serangan jantung, Rosa mendapati bahw momen-momen tersebut mengembalikan kekasihnya pada keluarganya. Mereka pun berpisah, namun Rosa tetap bertahan untuk bekerja dalam satu atap.

Hubungan yang terjalin di dalam lingkungan pekerjaan ini tak hanya dihadapi perempuan yang berada dalam posisi bawahan. Sebut saja Tri yang menjalin hubungan dengan atasannya yang sudah menikah.

Seperti halnya Jelita, Tri juga tertarik menjalin hubungan ini karena iseng dan penasaran. "Berasa excited aja sih, kayak cerita-cerita di majalah laki-laki dewasa yang kerap menulis cerita tentang hubungan dengan atasan perempuannya," katanya santai.

Dalam setahun menjalin hubungan dengan atasannya yang berusia sembilan tahun di atasnya, Tri merasa harus mengakhiri karena ia mulai merasa malas dengan sikap kekasihnya. "Lama-lama posesif juga. Padahal harusnya ia bisa bersikap lebih dewasa," kata Tri yang masih berusia 25 tahun.

Ketika awalnya ia merasa begitu penasaran dan menghujani perhatian pada kekasihnya, lama kelamaan ketika kekasihnya itu mulai lebih ingin meluangkan waktu bersamanya, ia mulai tidak mendapatkan tantangan lagi.

"Awalnya sih cemburu juga kalau abis kencan ama aku, dia dijemput suaminya. Tapi jadi biasa kok. Lagian enak pula jalan ama perempuan yang menikah. Selain mandiri, nggak perlu mikirin bayarin makan atau yang lain, Aku dihujani banyak hadiah," kata Tri yang mengaku baru saja dibelikan iPhone seri terbaru oleh kekasihnya.

"Bingung juga sekarang mau nyelesain. Habisnya baru aja dikasih iPhone. Jadi nggak enak. Ya udah pelan-pelan aja mutusinnya," kata Tri yang mulai bosan dengan hubungan yang dijalaninya.

Ketiga orang ini dengan motivasinya masing-masing memang mengakui bahwa dunia kerja yang satu atap, membuat komunikasi mereka lebih intens. "Maklum, suaminya juga gila kerja," kata Tri tentang atasannya ini.

Sementara baik Rosa maupun Jelita sama-sama mendapati bahwa atasan mereka memang lebih banyak menghabiskan waktu di kantor karena tuntutan karier mereka. Sehingga bisa dibilang waktu di kantor mereka bisa dari jam sembilan pagi sampai sembilan malam.

Dari pengakuan tiga lajang ini, mereka pada umumnya cenderung berangkat dari rasa penasaran akan hubungan sebagai orang ketiga, yang kemudian memberikan kenyamanan karena mereka berhubungan dengan orang yang lebih mapan secara ekonomi dan psikologis.

"Ya gimana ya, kalau pacaran sama mereka yang sama lajangnya kayak aku atau statusnya sama, mana ada yang dengan enteng ngasih dompet branded, bunga mahal, atau nginep di hotel sekelas Ritz Carlton," kata Jelita.

Intensitas dan kemapanan ternyata menjadi faktor utama bagi mereka untuk menjalin hubungan sebagai pihak ketiga. Risiko ketahuan atau pandangan sosial bukannya tidak mereka pikirkan. Namun ketika masih menjalin hubungan yang hangat, mereka merasa risiko itu layak untuk diambil. Apalagi jika sudah memakai hati.

Jika hubungan berakhir buruk seperti Rosa, bukan berarti tidak dipikirkan Jelita. Ia merasa toh saat ini masih muda dan jika berakhir, masih akan menemukan peluang lainnya. Saat ini mungkin terasa lebih menarik dibandingkan saat yang akan datang.

DAVINA NEWS

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.