KPK Jangan Ragu Gunakan UU Money Laundering
Ahli tindak pidana pencucian uang Universitas Trisakti Jakarta, Yenti Ganarsih menyebut Kepolisian dan Kejaksaan lebih berani menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ketimbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yenti menjelaskan kasus-kasus yang terkait dengan pencucian uang yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan, antara lain, kasus pembobolan bank BNI sebesar Rp1,3 triliun dengan terpidana Adrian Woworuntu yang dihukum seumur hidup.
Kemudian kasus Dicky Iskandar Dinata (terkait korupsi Bank Negara Indonesia) dihukum 20 tahun penjara.
Kasus Dana Pensiun dan Bank Mandiri cabang Rawamangun dengan terpidana Agus Rahardjo yang dihukum 13 tahun penjara.
Kasus korupsi pajak Bahasyim Assifie yang divonis 12 tahun penjara. Belakangan ini muncul kasus Malinda Dee, Andhika Gumilang, Askrindo dan narkotika yang semua tersangkanya dikenakan pasal pencucian uang.
"Apa alasan KPK ragu menerapkan Undang-Undang Pencucian Uang? Kalau tidak berani, serahkan saja penyidikan ke polisi," ungkap Yenti di Jakarta, Kamis (10/5).
Ia mengatakan pasal korupsi yang dituduhkan KPK sudah cukup menjadi tindak pidana utama untuk menjerat pelaku dengan pencucian uang.
Penerapan pasal pencucian uang, kata Yenti dapat menjadi strategi KPK mengungkap tindak pidana korupsi dengan menelusuri aliran transaksi keuangan.
"Tidak disarankan usut korupsi dulu. Seharusnya semua (korupsi dan pencucian uang) dalam satu dakwaan," katanya.
Saat ini KPK sedang mengusut terkait aliran dana terdakwa kasus Wisma Atlet SEA Games, saham Garuda maupun beberapa proyek kementerian yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin.
Diduga uang suap dalam kasus itu berasal dari pencucian uang.