KPU Dituding 'Tunduk' dengan Dana Donor Asing
Diduga karena keberatan dengan poin tidak boleh menerima dana asing lewat kerjasama dengan lembaga asing, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatalkan rencana menandatangani pakta integritas dengan kelompok masyarakat sipil.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (18/5).
Awalnya, kata dia, KPU berencana menandatangani pakta integritas yang disodorkan Koalisi Mandiri untuk Pemilu Demokratis (KMPD).
Direncanakan bahwa penandatangan akan dilakukan pada 11 Maret lalu, dan paling lambat 19 April, pakta integritas yang sudah ditandatangani dikembalikan ke KMPD.
Nyatanya, kata Ray, hingga sekarang rencana penandatanganan tersebut tak jelas nasibnya.
"Kami mendengar kabar bahwa KPU merasa keberatan dengan poin pakta integritas soal ajakan tidak melakukan kerja sama dengan pihak asing dalam program yang berkenaan dengan pelaksanaan pemilu,” kata Ray.
Menurutnya, jika benar begitu, maka sikap KPU sangat disayangkan dan sekaligus membuat miris karena seolah mempertahankan tradisi kerjasama dengan lembaga donor asing itu.
Padahal, KPU seharusnya tak melupakan dan mengabaikan kewajiban publik mereka, yakni melayani dan melibatkan masyarakat dalam setiap gerak penyelenggaran pemilu.
Dia melanjutkan ada beberapa alasan bagi KMPD menuntut agar KPU ataupun Bawaslu tidak lagi mengikat kerja sama dengan lembaga donor asing.
Yang paling utama adalah lembaga negara seharusnya sebisa mungkin mengelola seluruh pelaksanaan bernegara dengan prinsip kemandirian, dimana keterlibatan asing cukup sebagai pemantau. Adapun yang berkenaan dengan program dukungan atas tahapan pemilu, cukup dikelola dan didanai oleh negara.
"Kita memiliki cukup dana dan ahli untuk hal-hal itu. Kalaupun dana tak tersedia, KPU dan Bawaslu hendaknya berpuasa dan mencukupkan uang yang ada. Progam penunjang yang tak esensial, tak perlu diada-adakan jika tidak tersedia dananya," tandasnya.
Ray melanjutkan pengalaman Pemilu 2009 harusnya menjadi catatan khusus bagi KPU dan Bawaslu. Saat itu, keterlibatan pihak asing tidak menjadikan penyelenggaraan Pemilu Indonesia lebih baik melainkan membawa kontroversi dengan adanya misteri tekhnologi penghitungan suara.
"Bukannya pemilu lebih baik, tapi justru pemilu menjadi kontroversi yang hingga sampai sekarang tidak ditemukan jawabannya mengapa sampai tekhnologi penghitungan suara tidak dapat bekerja optimal,” ujar Ray.