Mahasiswa Penyebar Foto Sukhoi Palsu Minta Maaf
Yogi Santani, tersangka penyebar foto korban Sukhoi Superjet 100 palsu, meminta maaaf kepada publik dan keluarga korban. Yogi yang tinggal di Bandar Lampung ini mengatakan jika dirinya tidak mengetahui jika foto itu palsu.
"Perkenalkan, saya Yogi Santani, tinggal di Bandar Lampung. Saya yang meng-upload foto itu ke twitter. Bukan bermaksud apapun hanya (ungkapan) berbelasungkawa. Saya tidak tahu foto itu palsu. Saya minta maaf kepada siapapun yang merasa dirugikan. Kepada masyarakat Indonesia dan keluarga korban," kata Yogi di Humas Polri, hari ini.
Pemuda 22 tahun yang kuliah di Bandar Lampung itu berbicara dengan intonasi tenang dan tangan tak gemetar. Didampingi Muhammad Yahya Rasyid (pengacaranya), Liz Anggraeni (ibunya), dan Brigjen Muhammad Taufik (Karo Penmas Polri), Yogi tak nampak berkeringat.
Menurut Rasyid, kliennya itu tidak pikir apakah foto itu asli atau tidak. Yogi spontan menyebarluaskan foto itu setelah menerima dari ibunya.
"Ini ungkapan simpati. Bersedih. Lalu dia mengirim foto itu melalui twitterrnya. Tak ada lain kecuali murni itu," urai Taufik.
Apa korelasinya sedih dengan mengirimkan foto mayat dengan kondisi menyeramkan? Yogi menjawab,
"Saya spontan meng-upload foto itu. Saya tak bermaksud menyakiti dan melecehkan siapapun."
Yogi menambahkan dirinya menutup account twitternya pada Jumat (11/5) sekitar pukul 20.00 setelah foto itu disebarkan.
"Saya menutup account itu pukul 20.00. Saya merasa dipojokkan karena adanya komentar-komentar (dari pengguna twitter lain). Saya merasa takut. Saya merasa menyesal atas apa yang saya perbuat, saya minta maaf kepada keluarga korban. Gak enak jadi tersangka," imbuhnya.
Liz tak terlihat sedih mengaku mendapatkan foto itu dari grup BBM yang diikuti.
"Saya lalu foward ke anak saya, Yogi. Saya juga tidak tahu kalau itu palsu," tambahnya.
Taufik menjelaskan kendati tidak ditahan, tapi Yogi diharuskan wajib lapor ke Bareskrim Polri setiap Senin dan Rabu.
Yogi dikenakan pasal 35 junto 51 ayat 1 UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 miliar.