Pembiaran Arogansi TNI Bisa Menjadi Preseden Buruk
Hal tersebut diutarakan Ketua Komisi I DPR Hayono Isman di Jakarta, Rabu (2/5) menyikapi arogansi aparat TNI kepada warga sipil.
Karena itu, pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) diminta serius memberi sanksi pada Kapten A, yang kemudian populer dengan nama Koboi Palmerah yang menodongkan senjata pada pengendara sepeda motor di kawasan Palmerah,
Ulah perwira itu sempat terekam dan videonya diunggah ke laman Youtube dan kini ramai dibicarakan publik. Beritasatu.com juga yang memberitakan pertama kali insiden ini.
Selain itu, Hayono juga mendesak Mabes TNI memberikan keterangan resmi mengenai kasus tersebut.
"TNI jangan anggap ini sesuatu yang remeh oleh karena itu harus mengambil langkah tegas bagi yang bersangkutan. Menurut saya ini oknumnya lagi stres, capek atau ada masalah keluarga sehingga pada saat disenggol kendaraannya oleh sepeda motor dia tidak mampu mengendalikan emosinya," kata politikus Partai Demokrat itu.
Meskipun ulah tersebut dilakukan oknum, maka yang bersangkutan seharusnya mendapatkan sanksi. Apalagi sang korban tidak bersedia memaafkan.
"Hukumannya seperti apa kita serahkan kepada TNI, ada aturannya disana tapi jika korban tidak memaafkan maka harus diproses secara hukum," kata Hayono.
Tidak hanya itu, Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti menyebutkan aksi 'koboi jalanan' yang dilakukan oleh aparat militer sudah biasa.
"Saya sering melihat kejadian-kejadian seperti itu. Sebelumnya pernah ada kejadian yang sama dengan melibatkan anggota TNI AL. Hal ini sebenarnya menunjukkan reformasi militer di Indonesia belum bagus. Tentu ini sangat berbahaya," kata Poengky.
Karena itu, tegasnya, para petinggi militer harus lebih memberi perhatian kepada prajuritnya.
"Akan tetapi, pemimpin militer juga kerap memberi contoh buruk kepada bawahannya. Alhasil, para prajurit meluapkan arogansinya ke warga sipil," ujarnya.
Poengky menambahkan, di Indonesia orang dilarang menggunakan senjata secara bebas, apalagi di tempat umum.
Dominasi para pemilik senjata pun sangat berbahaya. Namun sayangnya, pemerintah tidak memberikan sanksi tegas kepada mereka.
"Kejadian-kejadian seperti itu telah merusak reformasi militer. Dari reformasi militer itu, peradilan militer harus direvisi karena kalau tidak, akan terus memberi peluang kepada orang untuk bisa bertindak sewenang-wenang. Terlebih dengan senjata yang ia miliki," katanya.
Membela diri
Sebelumnya, Markas Besar Angkatan Darat mengakui bahwa 'Koboi Palmerah' benar anggotanya, berinsial Kapten A. Namun, Mabes membantah Kapten A, perwira yang terlibat perselisihan dengan pengendara motor di Palmerah, Jakarta Barat, mengumbar tembakan saat peristiwa berlangsung.
Kepala Subdinas Penerangan Umum TNI Angkatan Darat, Kolonel Zaenal Mutaqin menjelaskan, Kapten A saat itu hanya membawa pistol mainan berupa airsoft gun untuk menjaga diri.
"Kami sangat menyayangkan kedua belah pihak tak dapat mengendalikan emosi. Sampai anggota kami juga mengambil pistol mainan, airsoft gun, dan hanya mengacung-acungkan ke udara, tidak ditembakkan, karena itu kan bukan senjata api," ujar Zaenal.
Menurut Zaenal, Kapten A juga menyampaikan kronologi pada saat kejadian berlangsung di Palmerah, Jakarta Barat, Senin, 30 April 2012. Saat ini, Kapten A masih diproses di Pomdam Jaya akibat perilakunya itu.
Satu hal, Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Pusat belum menerima laporan mengenai dugaan oknum anggota TNI yang melepaskan tembakan saat terlibat perselisihan dengan pengendara motor di Jalan Gelora I, Tanah Abang, pada Senin (30/4).
"Polisi tidak mendapatkan laporan mengenai peristiwa itu," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Polisi Hengky Heryawan saat dihubungi wartawan di Jakarta.
Hengky mengatakan, peristiwa dugaan kriminal yang dilakukan oknum TNI biasanya diserahkan dan ditangani langsung Polisi Militer (POM).