Pemerintah Harus Serius Kembangkan Pangan Lokal
Pemerintah perlu lebih serius dalam mengelola ketersediaan pangan domestik di tengah ancaman kenaikan harga pangan dunia. Sebab, 60 persen kebutuhan pangan Indonesia masih tergantung dari impor.
Sejumlah upaya perlu ditempuh pemerintah untuk menjamin ketersediaan pangan dalam negeri. Diantaranya, alur distribusi yang efisien, tata niaga berimbang, revitalisasi lahan pertanian dan pengembangan infrastruktur pertanian, dan petani harus didorong untuk meningkatkan produksinya.
Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar memaparkan, kenaikan inflasi April 2012 merupakan akibat harga pangan yang tinggi sebagai dampak gejolak harga pangan di tingkat internasional saat ini. Situasi itu perlu menjadi perhatian pemerintah untuk membangun sistem manajemen pangan domestik yang terintegrasi, dari proses produksi, distribusi hingga konsumsi, agar mampu menjamin ketahanan pangan nasional yang kuat. Pasalnya, kebijakan logika impor pangan tidak dapat dipertahankan saat harga pangan impor tinggi.
“Kenaikan bahan pangan terjadi di tingkat domestik dan global. Kemampuan produksi bukan satu-satunya variabel dalam mengelola pangan, sehingga tata niaga pangan dan pengelolaan stok juga penting. Ketergantungan akan impor harus dilepaskan secara gradual dan massif, karena harga pangan impor jikapun ada saat ini tren ke depan akan sangat tinggi,” Kata Rofi di Jakarta, hari ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) (1/5) mengumumkan, inflasi April 2012 naik 0,21 persen dibanding bulan sebelumnya. Sedangkan inflasi secara year on year (yoy) 4,5 persen. Padahal, target inflasi APBNP 2012 6,8 persen. Tingkat inflasi tersebut didorong oleh kenaikan harga beberapa komoditas pangan sejak awal bulan. Harga komoditas yang mengalami kenaikan tersebut contohnya bawang putih, cabe rawit, gula pasir, bawang merah, dan minyak sawit.
Rofi mencatat, importasi pangan Indonesia cukup besar. Diantaranya, beras 2 juta ton, jagung 1,2 juta ton, kedelai hampir 30 persen dari total kebutuhan, gula 30 persen, garam konsumsi 50 persen, susu 70 persen, dan gandum 100 persen.
“Pemerintah harus meningkatkan anggaran pertanian dan melakukan terobosan kebijakan pangan secara lintas sektoral. Sehingga seluruh kebijakan pangan di bangun oleh landasan yang kuat dan kinerja yang simultan dari seluruh aspek. Pemerintah harus memastikan bahwa konsumen mendapatkan pangan yang terjangkau dan berkualitas,” tutur Rofi.
Menurut catatan Bank Dunia dalam laporan terbarunya, Food Price Watch (25/4), kenaikan harga sejak Desember 2011-Maret 2012 mencapai 8 persen akibat kenaikan harga minyak, kondisi iklim, dan permintaan yang kuat di Asia. Harga pangan yang belum mencatat kenaikan signifikan adalah beras karena dinilai masih memiliki pasokan melimpah dan terjadi kompetisi ketat antar eksportir.