Pengamat: Grasi Corby karena Tekanan
Pengamat politik internasional Universitas Diponegoro Semarang Priyanto Harsasto menilai pemberian grasi terhadap Schapelle Leigh Corby karena adanya tekanan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari Australia.
"Tekanan terhadap Presiden, baik langsung maupun tidak langsung, sangat besar dan cara pandang pemerintah pemberian grasi adalah hak Presiden dengan menitikberatkan hubungan baik Indonesia-Australia," kata Priyanto di Semarang, hari ini.
Akan tetapi, lanjut Priyanto, ada yang luput, yakni isu pemberantasan narkoba menjadi dipinggirkan sehingga menjadi kemunduran bagi pemerintah.
"Satu sisi pemerintah ada Badan Narkotika Nasional untuk pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika secara komprehensif. Akan tetapi, kemudian ada keputusan yang justru melemahkan kinerja aparat," katanya.
Ia melihat kasus ini sebenarnya pernah terjadi pada kasus pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi yang menunjukkan kontradiksi dari semua kegiatan yang ada.
Satu sisi ada kegiatan positif, lanjut Priyanto, tetapi di sisi lain ada kegiatan yang melemahkan dan hal itu berasal dari faktor struktural dalam pemerintahan.
Menurut Priyanto, pemberian grasi terhadap Corby tetap ada "barter politik" meskipun tidak langsung, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Akan tetapi, tidak semudah jika dikaitkan dengan upaya pelepasan nelayan di bawah umur yang berada di Australia.
"Terkait dengan penangkapan nelayan Indonesia, merupakan kasus lama yang sudah bertahun-tahun setiap ada nelayan yang melewati batas wilayah akan dihukum. Akan tetapi, kemudian dilepaskan setelah masa hukuman selesai. Jadi, jauh sebelum kasus Corby," katanya.
Priyanto mengatakan tidak efektif jika mempertanyaakan keputusan Presiden tersebut karena lingkupnya sangat luas. Akan tetapi, sangat efektif jika mempertanyakan kinerja lembaga-lembaga hukum.
"Yang perlu diperhatikan pada saat pemberian grasi ke koruptor mendapatkan kritik keras, begitu juga saat pemberian grasi pada kasus narkoba. Artinya, lembaga kepresidenan yang harus mendapat perhatian bagaimana mekanisme pemberian grasi," katanya.
Mekanisme dan pembatasan pemberian grasi untuk kasus pidana tertentu yang digalakkan pemberantasan, kata Priyanto, perlu dilakukan dengan cara moratorium. Moratorium pemberian grasi, amnesti, dan remisi terhadap kasus pidana tertentu yang digalakkan pemberantasannya.
"Hal ini tergantung dari DPR. DPR bisa menentukan berapa tahun moratorium tersebut," demikian Priyanto Harsasto.