Polisi Mengaku Dilematis
Kepolisian Resort (Polres) Jakarta Selatan membantah jika pihaknya anti demokrasi dan tidak menjunjung konstitusi dalam peristiwa pembubaran diskusi Irshad Manji di Salihara, Jaksel, Jumat. Korps baju coklat itu menyatakan jika pihaknya "bukan membubarkan" tapi "menyelamatkan Irshad" karena adanya ancaman yang riil.
"Kita ini dalam posisi yang serba dilematis. Bisa saja sebenarnya kita biarkan yang di Salihara, tapi karena ada ancaman riil dari massa FPI dan FBR yang sudah datang di lokasi, tentu kita bertindak. Kita evakuasi Irshad, kita selamatkan dia, karena mereka juga melanggar karena tidak memberitahu kepada kita karena ada aturan jika acara yang melibatkan orang asing harus diberitahukan kepada polisi," kata Kapolres Jaksel Kombes Imam Sugianto saat dihubungi, hari ini.
Jadi bila panitia memberitahu maka polisi tidak akan membubarkan dan akan menindak massa FPI dan FBR di Salihara? Imam menjawab, "Yang jelas kita akan menurunkan kekuatan untuk pengamanan dan mungkin kita akan menindak massa yang tidak toleran karena acara telah diselenggarakan sudah sesuai prosedur. Buktinya acara Irshad yang digelar di AJI bisa berlangsung (dan tidak dibubarkan) karena tidak adanya ancaman riil."
Imam melanjutkan, polisi tidak menahan dan memproses Irshad meski polisi terus memantaunya.
Diskusi yang bubar tersebut dilaksanakan dalam rangka peluncuran buku Irshad dalam bahasa Indonesia. Cara polisi membubarkan diskusi dikritik karena polisi tidak menangkap massa yang masuk ke Salihara dan mencoba mengganggu diskusi, tapi justru mengakomodir tuntutan massa dan meneruskan aspirasinya untuk membubarkan diskusi.
Padahal diskusi ini bersifat ilmiah dan merupakan bagian dari hak konstitusi warga negara untuk memperoleh informasi, berkumpul, dan berpendapat yang dijamin dalam UUD 1945. Alasan kepolisian bahwa acara ini illegal karena tidak memiliki ijin keramaian adalah alasan yang tidak berdasar dan telah melecehkan hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.