Tombol "Off" Menambah Kontroversi Jatuhnya Sukhoi
Foto yang menunjukkan tombol sistem peringatan otomotis kondisi permukaan dalam posisi "off", telah menambah kontroversi seputar jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak.
Kabarnya, si pemilik foto, Sergey Dolya, sudah menjelaskan kalau sebetulnya itu hanya soal timing pengambilan gambar saja, karena dia yakin tombol menyala saat pesawat take-off. Dari berbagai blog yang belum bisa diklarifikasi kebenarannya, Sergei ditulis menjelaskan bahwa seperti halnya ketika komputer dinyalakan, tidak semua panel langsung menyala, tapi butuh waktu.
Terlepas dari itu, mungkin perlu dipahami lebih jauh soal perangkat keselamatan yang disebut Terrain Awareness and Warning System (TAWS) tersebut. TAWS dimaksudkan untuk memperingatkan pilot akan potensi menabrak permukaan dalam rentang waktu yang cukup, agar langkah koreksi bisa dilakukan guna menyelamatkan pesawat.
Blog penerbangan Aeroblogger.com, dalam salah satu artikelnya menganalisa foto panel instrumen Sukhoi menjelang penerbangan naas Rabu (9/5), yang menunjukkan tombol TAWS mati, dan menyebut hal itu sebagai "tidak normal".
Ada beberapa sebab tombol TAWS dalam kondisi tidak aktif. Pertama, sedang ada tindakan perawatan menjelang lepas landas yang mengharuskan TAWS dalam posisi off. Kedua, pilot sengaja mematikan tombol untuk penerbangan itu. Kadang-kadang pilot melakukan itu ketika hendak melakukan terbang rendah dalam penerbangan sightseeing (menikmati pemandangan), atau untuk menghafal kondisi permukaan. Kalau TAWS dalam posisi on, maka alarm akan terus-menerus berbunyi sehingga menjadi gangguan di kokpit.
Ketiga, pilot mematikan tombol itu pada penerbangan sebelumnya dan lupa menghidupkan kembali. Tidak seperti tombol-tombol lain yang juga dalam posisi off di foto tersebut, tombol TAWS tidak masukchecklist yang harus diperiksa pilot menjelang take-off. Jika tombol dalam posisi off karena perawatan atau dimatikan dalam penerbangan sebelumnya, terbuka kemungkinan pilot lupa menghidupkan lagi.
Ada beberapa kemungkinan soal TAWS ini dalam penerbangan Sukhoi tersebut: TAWS dimatikan, TAWS tidak berfungsi normal (alarm terlambat berbunyi atau malah tidak sama sekali), pilot mengacuhkan alarm TAWS, atau pilot kehilangan kendali atas pesawat sehingga tidak bisa merespon alarm TAWS.
"Dari empat skenario tersebut, AeroBlogger yakin yang pertama yang paling mungkin," tulis blog tersebut.
"Pilotnya sedang dalam tugas penerbangan demo, yang intinya adalah promo penjualan. Para penumpang ingin tahu seberapa hebat pesawatnya -- (misalnya) terbang rendah dengan performa papan atas. Mereka mungkin ingin sedikit melihat-lihat pemandangan. Pilot merasa tertantang untuk menunjukkan sesuatu yang mendebarkan, agar penerbangan itu pantas dikenang dan mudah-mudahan Sukhoi bisa terjual," tulis pemilik blog lagi.
"Kalau pilotnya memang hendak terbang rendah, maka menonaktifkan TAWS bisa menghindari suara keras alarm yang mengganggu. Ini hal yang diterima normal di dunia penerbangan. Karena pilot terbang di wilayah yang tidak terlalu dikenalnya, mereka mungkin mengalami disorientasi, dan tanpa TAWS, mereka tidak punya waktu yang cukup untuk menghindari tabrakan," jelas blog itu pula.
Lebih jauh lagi, dituliskan bahwa dalam kondisi penerbangan komersil yang normal, TAWS pasti dinyalakan, sehingga skenario tabrakan semacam itu tak mungkin terjadi. Memang, untuk penerbangan non-komersil, peraturan lebih longgar.
Terlepas dari kontroversi ini, tampaknya memang otoritas penerbangan Indonesia perlu meninjau ulang aturan soal joy flight, demo flight, promo flight, atau apapun jenis penerbangan yang membolehkan pilot melakukan penerbangan beresiko.
Dari berita-berita seputar penerbangan Sukhoi ini, tidak jelas bagaimana tim Sukhoi dan calon pembeli pesawat bisa dengan mudah mengundang para penumpang sipil, pilot dan wartawan. Kenapa pula pilot Rusia tidak didampingi oleh pilot lokal yang lebih paham medan, atau apakah Kementrian Perhubungan memang memiliki peraturan khusus soal joy flight?