Wa Ode Menolak Dijadikan Justice Collaborator
Wa Ode Zaenab, Kuasa Hukum Wa Ode Nurhayati, menolak tawaran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk menjadikan Wa Ode Nurhayati menjadi justice collaborator dalam membongkar kasus DPID.
Wa Ode Zaenab menganggap tawaran tersebut sebagai suatu hal yang tidak relevan. Pasalnya, kata Zaenab, Wa Ode Nurhayati tidak terlibat dalam kasus tersebut, melainkan dikorbankan.
"Wa Ode ini korban dari satu konspirasi yang ada pada sistem yang buruk yang penuh dengan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh pimpinan Banggar tadi, dia itu ingin memperbaiki. Kalau dijadikan justice collaborator artinya dia dianggap terlibat dalam kejahatan tersebut, ini tidak relevan," kata Zaenab, hari ini.
Abdul Haris Semendawai, Ketua LPSK mengatakan, akan berkoordinasi dengan KPK, apakah Wa Ode Nurhayati berhak menjadi justice collaborator apabila dia mau membeberkan data-data pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat terkait kasus DPID.
Zaenab mengatakan harusnya Wa Ode Nurhayati dijadikan whistle blower atau informan.
"Waktu kita ke LPSK dulu, kita tidak membidik justice collaborator, tapi whistle blower, karena Wa Ode itu korban dia ingin membuka kasus ini, tapi ternyata permintaan kami diabaikan oleh LPSK, bagi kami ya sudah lah kita sudah melupakan itu," kata Zaenab.
Wa Ode diduga menerima aliran dana sebanyak Rp6 miliar untuk meloloskan alokasi anggaran DPID untuk tiga kabupaten di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Ketiga kabupaten di NAD itu, adalah Aceh Besar, Pidie, dan Benar Meriah.
Total alokasi anggaran untuk proyek DPID di ketiga kabupaten sebanyak Rp40 miliar. Wa Ode disinyalir telah meminta fee sebanyak 5 hingga 6 persen dari total nilai proyek untuk meloloskan alokasi anggaran tersebut.
Selama periode Oktober sampai November 2010, anggota Komisi VII DPR itu diduga telah menerima uang sebanyak Rp6 miliar. Tapi, anggaran tersebut tidak terealisasi, sehingga Wa Ode diminta mengembalikan uang.
Wa Ode kemudian mengembalikan Rp4 miliar dari Rp6,9 miliar yang diterimanya.
Kasus suap terkait pengalokasian dana DPID tahun 2011 sendiri saat ini memasuki babak baru setelah Wa Ode Nurhayati mengatakan bahwa Anis Matta dan para Pimpinan Banggar DPR telah menyalahi prosedur dalam pengalokasian dana tersebut.
Pelanggaran prosedur ini terjadi ketika secara sepihak DPR memutuskan daerah- daerah yang masuk dalam daftar daerah penerima dana DPID.
Awalnya Banggar yang membuat simulasi yang hasilnya dari 491 daerah kabupaten kota, akan ada 395 kabupaten kota yang akan mendapat dana DPID anggaran 2011.
Tapi, kata Wa Ode secara sepihak jumlah tersebut diubah lagi oleh pimpinan Banggar. Penerima dana DPID hanya 298 kabupaten kota saja.