Abaikan Bangun Gedung KPK Perburuk Citra DPR
Munculnya gerakan saweran untuk pembangunan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap sebagai bentuk dukungan rakyat terhadap lembaga itu.
Sehingga jika Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak merespon dengan cepat anggaran untuk gedung itu, maka citra komisi tersebut akan buruk dimata publik.
"Citra Komisi III DPR semakin terpuruk apabila tidak segera merespon reaksi publik untuk segera menyetujui pembangunan gedung KPK," kata anggota Komisi III, Didi Irawadi Syamsuddin, Kamis (28/6).
Apalagi, kata dia, penggalangan dana tersebut tak hanya di Jakarta, tapi juga sudah dilakukan di daerah-daerah.
"Dari pusat hingga daerah-daerah ternyata sangat peduli pada nasib KPK," ujarnya.
Permintaan KPK tersebut dianggap sangat masuk akal sebab lembaga tersebut membutuhkan pegawai dan staf dengan jumlah tertentu dan bisa bekerja optimal jika ditunjang oleh fasilitas yang layak. Pembangunan gedung ini, menurut Didi, merupakan salah satu pendorong penting produktivitas para staf di KPK.
Dia menambahkan, dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 dituliskan partisipasi masyarakat tentang pemberantasan korupsi. Sehingga upaya penggalangan dana ini dianggap sebagai partisipasi publik.
Pun Didi menilai upaya ini relevan dengan UU tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi.
"Partisipasi publik juga disebutkan secara eksplisit pada UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," tutup politikus partai Demokrat ini.