Keuangan Grup Bakrie Makin Terbebani Biaya Politik
Biaya politik yang harus ditanggung Aburizal Bakrie untuk menjadi Presiden Republik Indonesia (RI) ditahun 2014 terus menggelembung. Selain harus menanggung efek citra negatif dari kasus Lumpur Lapindo, dana yang dia keluarkan untuk menuntaskan permasalahan yang disebabkan oleh PT Lapindo Brantas tersebut juga tidak sedikit.
Konon, perusahaan harus merogoh kocek hingga Rp8 triliun untuk membeli tanah masyarakat yang terdampak aliran Lumpur Lapindo. Namun, permasalahan belum selesai sampai disitu.
Meski kasusnya sudah dinyatakan sebagai bencana alam, dan dana penanggulangannya kini menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), korban Lumpur Lapindo masih tetap bersikeras jika keluarga Bakrie-lah yang harus bertanggung jawab dan menyelesaikan permasalahan ini.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Ucok Sky Khadafi menegaskan, enam tahun lalu, 29 Mei 2006, sejak semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, rakyat bangsa ini menjadi saksi negara takluk pada kepentingan korporasi.
“Akibatnya, kerugian negara dari 2006–2015 yang harus ditanggung pajak rakyat sebesar Rp9,4 triliun, melebihi kerugian yang diakibatkan Century, yang hanya Rp6 triliun,” ungkapnya.
Dia memaparkan, berdasarkan data yang diolah Fitra, adapun Rp9,4 triliun tersebut berasal dari APBN 2006 sebesar Rp6,3 miliar, APBN 2007 Rp144,8 miliar, APBN 2008 Rp513,1 miliar, APBN 2009 Rp705,8 miliar, APBN 2010 Rp636,8 miliar, APBN 2011 sebesar Rp1,262 triliun, APBN 2012 sebesar Rp1,304 triliun, APBN 2013 Rp1,488 triliun, APBN 2014 Rp1,709 triliun, APBN 2015 Rp1,709 triliun.
Ucok menambahkan, alokasi anggaran ini untuk tahun-tahun ke depan akan terus meningkat, mengingat pemerintah tidak mengalokasikan anggaran dan program untuk menghentikan semburan Lumpur Lapindo.
Celakanya, langkah yang diambil pemerintah ini bukannya menjernihkan nama baik Bakrie, tetapi malah semakin menahbiskan sepak terjangnya yang akan melakukan apa saja demi memuluskan rencananya menuju RI 1.
Hal lain yang bisa mengganjalnya maju mencalonkan diri menjadi Presiden adalah belum terealisasinya janji Aburizal memberikan dana abadi kepada Golkar sebesar Rp1 triliun, manakala dirinya terpilih menjadi Ketua Umum.
Ditengah kondisi bisnisnya yang tengah mendapat sorotan tajam, Aburizal bahkan katanya berani menjanjikan pemberian dana sebesar Rp1 miliar kepada setiap Dewan Perwakilan Daerah (DPD) I yang mendukung dirinya menjadi Calon Presiden dari Partal Golkar.
“Ini menjadi cacat kedua bagi Aburizal dalam proses pencalonannya untuk menjadi Presiden. Seharusnya Ia merealisasikan janji-janjinya terlebih dahulu, sebelum maju dalam pencapresan. Termasuk pula menghentikan semburan Lumpur Lapindo,” ujar ucok.
Tak hanya membebani secara keuangan, dua cacat tersebut juga akan menjadi sasaran bagi kompetitor politiknya nanti. “Sampai kapan pun, sebelum Ia menyelesaikannya akan tetap melekat di mata masyarakat. Untuk kasus Lapindo misalkan, betul pengadilan sudah memenangkan dirinya, namun siapa yang percaya pengadilan kita saat ini, buktinya masih banyak rakyat yang menuntut,” tambahnya.