Kode Etik Farmasi Diperketat
Asosiasi perusahaan farmasi International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) akan memberlakukan aturan lebih ketat bagi anggotanya untuk menghentikan praktik suap bagi tenaga kesehatan.
Ketua Sub Komite Praktik Pemasaran IPMG, Allen Doumit, mengatakan bahwa organisasinya telah merevisi kode etik pemasaran obat.
"Kami memperbarui kode etik IPMG dan akan menjadi lebih ketat," ujarnya, Rabu (27/06)
Dengan kode etik ini industri farmasi tidak diijinkan memperlakukan dokter dan tenaga kesehatan dengan berlebihan karena akan menyebabkan konflik kepentingan.
Jika sebuah perusahaan farmasi ingin mensponsori keberangkatan dokter ke sebuah seminar atau konferensi di luar negeri maka dokter tersebut harus berangkat sehari sebelum acara dimulai dan kembali sehari sesudahnya.
"Jadi kami kami tidak bisa mengirim dokter seminggu sebelum acara dan tidak boleh ada perjalanan lain yang tidak berhubungan dengan acara tersebut," katanya.
Anggota IPMG juga dilarang keras memberi hadiah untuk kepentingan pribadi dokter termasuk liburan, barang mewah, honor pembicara yang kelewat tinggi, atau diskon obat yang berlebihan.
Industri farmasi juga tidak diperbolehkan membayari dokter untuk kegiatan hiburan dan jalan-jalan dan kegiatan yang berhubungan dengan profesi tidak boleh disertai keluarga.
Allen mengakui selama ini larangan menjamu dokter di hotel mewah atau penerbangan kelas bisnis tidak diatur secara tegas meski juga tidak disetujui.
"Dengan kode etik baru ini aturannya akan lebih ketat," ujarnya.
Allen juga mengatakan bahwa harus ada perubahan paradigma dari dokter dan tenaga kesehatan yang kadang mengharapkan atau bahkan meminta perusahaan farmasi memberi insentif atau tunjangan hari raya.
"Makanya kami harap pemerintah bisa terlibat untuk mengawasi," ujarnya.
Parulian Simanjutak, direktur eksekutif IPMG mengakui tantangan cukup berat agar industri farmasi mematuhi kode etik ini.
Ia mengatakan IPMG hanya memiliki 24 anggota, sedangkan ada lebih dari 200 perusahaan farmasi di Indonesia.
Allen mengatakan bahwa meskipun bukan anggota IPMG, perusahaan farmasi lain juga seharusnya mematuhi kode etik internasional.
Menurutnya pelanggaran kode etik bisa berakibat serius. "Perusahaan saya (Bayer) pernah didenda US$10 juta, dan ada perusahaan lain yang didenda US$ 100 juta," katanya.
Allen mengatakan pelanggaran serius belum banyak ditemui di Indonesia. Meski demikian ia mengakui, ada beberapa karyawan perusahaan farmasi yang menyuap dokter atau Rumah Sakit dengan dana pribadi namun mengatasnamakan perusahaan.
"Kami sendiri sangat serius dalam menegakkan kode etik ini, belum lama kami menegur sebuah perusahaan farmasi yang mengirimkan karangan bunga bagi sebuah Rumah Sakit," katanya.