KPK Resmi Tahan Dua Warga Negara Malaysia
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya melakukan upaya penahanan terhadap dua orang warga negara Malaysia, pada Kamis (14/6) malam. Itu dilakukan setelah mereka menjalani pemeriksaan lebih dari 24 jam di kantor KPK, Jakarta.
"Masing-masing ditahan di Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Timur," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di kantor KPK, tadi malam.
Untuk tersangka MH, lanjut Johan, ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Sedangkan tersangka AM ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur.
Menurut Johan, sama seperti penahanan yang dilakukan KPK biasanya, kedua warga negara Malaysia tersebut ditahan untuk 20 hari ke depan. Tindakan ini dengan maksud untuk memudahkan penyidikan.
Seperti diketahui, keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Kamis (14/6) petang. Mereka ditangkap pada Rabu (13/4), karena diduga membantu tersangka kasus pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Neneng Sri Wahyuni, selama melarikan diri.
'Pimpinan KPK, berdasarkan alat bukti yang ada di KPK, sudah menetapkan status dua warga negara tetangga, Malaysia, sebagai tersangka," kata Deputi Penindakan KPK, Iswan Helmi, saat jumpa pers di kantor KPK, Jakarta, Kamis (14/6).
Ditambahkan oleh Ketua KPK, Abraham Samd, keduanya dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor. Sebab mereka diduga merintangi atau menghalang-halangi penyidikan. Namun, Abraham menegaskan bahwa dua orang berkewarganegaraan Malaysia tersebut tidak ada kaitannya dengan pemerintahan atau salah satu (dari unsur) kerajaan di Malaysia.
"(Soal) Dua orang warga negara Malaysia yang diperiksa kemarin, tidak pernah ada penjelasan resmi KPK yang mengatakan bahwa dua warga negara Malaysia tersebut adalah pejabat atau penasehat kerajaan di Malaysia," tegas Abraham saat jumpa pers di KPK, Kamis (14/6).
Seperti diketahui, KPK menangkap dua warga negara Malaysia yang diketahui bernama M Hasan bin Kushi dan Azmi bin Muhamad Yusuf, yang turut ditangkap pada Rabu (13/6) bersamaan dengan tertangkapnya Neneng. KPK sempat menduga satu di antara dua orang warga negara Malaysia tersebut merupakan penasehat dari satu pemerintahan di salah satu kerajaan di Malaysia.
"KPK sedang menelusuri dua orang lain yang berkebangsaan Malaysia, dan diduga memiliki peran penting di balik proses buronnya Bu Neneng. Salah satu orang ini sangat penting, karena diduga merupakan penasehat dari satu pemerintahan kerajaan di Malaysia," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, saat konfrensi pers di kantor KPK, Jakarta, Rabu (13/6) lalu.
Menurut informasi yang didapat, salah satu orang tersebut merupakan pegawai Badan Intelejen Nasional (BIN) pemerintahan Malaysia. Namun ketika dikonfirmasi kembali, Bambang mengaku bahwa perihal penasehat salah satu kerajaan di Malaysia itu baru sebatas kabar yang patut didalami oleh KPK. Belum dipastikan bahwa memang yang bersangkutan adalah penasehat dari salah satu kerajaan di Malaysia.
Neneng sendiri, seperti diberitakan, berhasil ditangkap pada Rabu (13/6), di kediamannya di Pejaten, Jakarta Selatan. Istri Muhammad Nazaruddin tersebut diketahui datang dari Malaysia dan masuk ke Batam. Selanjutnya, ia terbang ke Jakarta pada Rabu (13/6), hingga akhirnya ditangkap oleh tim penyidik KPK.
Sebelumnya, memang diduga kuat Neneng bersembunyi di negara tetangga, Malaysia. Hal tersebut tersirat dari pernyataan Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas. Ketika ditanya perihal keberadaan Neneng di Malaysia, mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) tersebut menjawab kemungkinan besar seperti itu. "Kemungkinan besar," jawab Busyro suatu kali, ketika ditanya apakah Neneng masih di Malaysia.
Tetapi, Busyro selanjutnya mengaku tidak tahu keberadaan pasti dari istri terdakwa kasus suap Wisma Atlet, M Nazaruddin tersebut. Neneng sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak Agustus 2011, atas kasus dugaan korupsi proyek pengadaan PLTS dan Pekerjaan Supervisi Pembangkit Listrik (PSPL) di Ditjen P2MKT Kemenakertrans tahun anggaran 2008.
Tetapi penetapan tersangka tersebut sedikit terlambat, karena yang bersangkutan sudah tidak diketahui keberadaannya. Pada tanggal 23 Mei 2011, ia diketahui meninggalkan Jakarta menuju Singapura bersama suaminya, M Nazaruddin. Setelah itu, Neneng tak diketahui lagi keberadaannya sampai akhirnya KPK mengirimkan red notice melalui Mabes Polri ke Interpol, sehingga Neneng menjadi buronan internasional.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk terdakwa Timas Ginting, dikatakan bahwa Nazaruddin dan Neneng menikmati uang sebesar Rp 2,7 miliar melalui PT Alfindo Nuratama selaku perusahaan pemenang pembangunan PLTS senilai Rp8,9 miliar. Sebab menurut jaksa Malino, PT Alfindo diketahui (adalah) milik Nazaruddin dan Neneng. Atas sub-kontrak pengadaan pembangunan PLTS ke PT Sundaya Indonesia, Alfindo disebut diuntungkan Rp2,7 miliar.