LIPI: Pemilukada DKI Tak Bermutu
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai bahwa pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) DKI Jakarta tidak memiliki mutu. Itu dilihat dari segi kompetisi dan kualitas Pemilukada masih dalam level yang rendah.
Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Sjamsuddin Haris mengatakan, seluruh enam kandidat Calon Gubernur DKI Jakarta belum dapat menyinggung tiga hal penting. Pertama, tidak ada satu kandidat pun yang beraani menekankan program penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) bertahap dari 10 persen menjadi 20 persen.
"Yang pertama, belum ada yang secara spesifik memiliki visi dan misi yang berupaya untuk mengevaluasi tata ruang. Sekarang ini kota Jakarta itu menjadi republik mal. Nah, mestinya ada usaha untuk mengevaluasi tata ruang yang semrawut ini," kata Sjamsuddin dalam diskusi 'Pilkada Jakarta untuk Siapa' yang digelar LIPI, Rabu (27/6).
Kedua, lanjutnya, para kandidat juga tidak berkomitmen untuk membangun kota Jakarta yang lebih berbudaya dan manusiawi. Sedangkan yang ketiga adalah belum adanya kesungguhan untuk membangun kerja sama yang sinergis dengan kepala daerah di sekitar DKI Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
"Karena itu, Jakarta membutuhkan pemimpin yang setengah gila, tegas dan tidak berkompromistis. Jangan hanya yang bisa memenuhi kehendak pemodal cenderung kapitalis," tegasnya.
Sementara itu, Marco Kusumawijaya, Direktur Rujak Center for Urban Studies, mengatakan bahwa pascapemilihan merupakan tahapan terpenting dalam pemilukada. Pasalnya, proses politik terjadi pada saat itu.
Senada dengan Sjamsuddin, Marco menilai bahwa belum ada sosok yang mampu memimpin Jakarta, seperti mantan Gubernur Ali Sadikin. "Sesudah Ali Sadikin, tidak ada pelaksana terhadap perubahan Jakarta yang baik, tata ruang gagal, tidak sungguh-sungguh dan hampir seluruh aturan dilanggar," kata Marco.
Menurutnya, gubernur yang menjabat setelah Ali Sadikin tidak ada yang mampu melakukan antisipasi terhadap infrastruktur perkotaan yang baik dan layak bagi warganya.
"Arahnya juga salah, kebanyakan sangat cepat berbicara namun lambat bergerak," tandasnya.
Untuk itu, Marco mengingatkan bahwa siapapun Gubernur kelak, adalah yang mampu menggerakkan rakyat untuk bekerja sama membawa perubahan bagi Jakarta.