Neneng Pulang Disuruh Nazar
Rumah yang sudah berbulan-bulan itu sepi bagai tak berpenghuni tiba-tiba sesak dengan kehadiran para wartawan, juru kamera, dan fotografer.
Rumah itu milik Muhammad Nazaruddin, terdakwa kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI Palembang. Keramaian rumah besar bertingkat dua itu terjadi karena istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni, pulang setelah genap setahun meninggalkan Indonesia sejak pelarian awal bersama suaminya ke Singapura pada 23 Mei 2011 .
Setelah berkelana ke berbagai negara, akhirnya pada Rabu (13/6) pukul 15.30 WIB, Neneng kembali menginjakkan kaki di rumahnya.
Kepada Beritasatu.com, kuasa hukum Neneng, Elza Syarief, mengatakan Neneng berniat menjalankan ibadah salat Ashar setibanya di rumah. Sayangnya, penyidik KPK sudah telanjur datang.
Menurut cerita Neneng, penyidik KPK datang dengan cara yang kasar. Mereka berteriak dan membentak buron kasus dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).
Neneng pun mengaku sempat kaget dengan perlakuan penyidik KPK tersebut. "Saya ingin berwudu," kata Elza menirukan perkataan Neneng ketika diteriaki penyidik KPK.
Meski merasa diperlakukan kasar, Neneng tidak lantas merasa tertekan. Ia tetap tenang mengikuti seluruh arahan dari penyidik KPK yang siap memboyongnya ke kantor KPK.
"Dia sudah pasrah. Dia sudah menyiapkan diri untuk menyerahkan diri," ucap Elza.
Neneng kembali ke Jakarta untuk menyerahkan diri karena kliennya ingin menuntaskan seluruh persoalan hukum yang menjeratnya. Sejak bulan April lalu, pihak kuasa hukum Neneng yang ditunjuk oleh Nazaruddin sudah mengutarakan iktikad baik Neneng untuk kembali. Namun, KPK menolak duduk bersama membicarakan kepulangan Neneng ini.
Karena itu, menurut Elza, Neneng dengan perintah dari sang suami pulang ke Jakarta pada Selasa (12/6) siang. Permintaan itu disampaikan melalui keluarga yang menjadi jembatan komunikasi antara Neneng dan Nazaruddin. "Nazaruddin tidak boleh berkomunikasi langsung via telepon seluler," jelas Elza.
Akibat tidak memiliki dokumen dan ada status cegah dari pihak imigrasi terhadap dirinya, Neneng terpaksa pulang kampung dengan cara ilegal.
Pasalnya, Neneng tidak mungkin masuk Indonesia melalui pintu gerbang resmi imigrasi. Dengan bantuan dari agen perjalanan di Malaysia, Neneng disarankan masuk Indonesia melalui Batam. Jalur yang dipilih adalah perjalanan laut yang kerap digunakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Setelah berhasil masuk Indonesia, Neneng sempat menginap semalam di Batam Center Hotel. Hotel tersebut dipesan atas nama dua orang warga negara Malaysia, yaitu Razmi Bin Muhammad Yusof dan Hasan Bin Kushi.
Bermalam di Batam, keesokan harinya, Neneng berangkat menuju Jakarta menggunakan maskapai Citilink. Semula, KPK berniat mengamankan Neneng setibanya di Bandara Soekarno Hatta. Namun, KPK mendapatkan info yang salah bahwa Neneng ke Jakarta menumpang maskapai Garuda.
Lolos dari incaran KPK di Bandara, Neneng berangkat menuju rumahnya dengan menggunakan taksi Blue Bird. Karena merasa dikuntit KPK, Neneng sempat berputar-putar sebelum akhirnya tiba di kediamannya. Niat Neneng untuk menyerahkan diri didahului oleh KPK yang kemudian menangkap wanita berkullit putih di rumahnya.
"Supaya keren saja ketangkap," kata Elza.
Dibantah
Versi pengacara Neneng itu langsung dibantah pihak KPK. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, sejak Selasa (12/6) KPK sudah mendapatkan informasi bahwa Neneng akan berangkat dari Kuala Lumpur, Malaysia, menuju Batam di Kepulauan Riau.
Neneng menggunakan jalur laut untuk memasuki Indonesia.Tim KPK disiapkan di sejumlah titik untuk memantau kepulangan Neneng. Selain di Bandara Soekarno Hatta, KPK juga menempatkan timnya di rumah Neneng di Pejaten, Jakarta Selatan.
Tim KPK menguntit Neneng sampai ke rumahnya. Di situ lah KPK menangkap istri Nazaruddin. "Penangkapan dilakukan dengan cepat dan tidak ada perlawanan karena di rumah hanya ada tiga orang yaitu Neneng dan dua pembantunya," kata Bambang.
Sebelum menangkap, KPK mempersilakan Neneng untuk melakukakan salat Ashar.
"Neneng sempat salat Ashar dulu, tim KPK masih memberikan kesempatan sebelum menangkap," kata Bambang.
Neneng ditetapkan menjadi tersangka karena diduga berperan sebagai perantara atau broker proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bernilai Rp8,9 miliar.
Proyek tersebut dimenangi PT Alfindo Nuratama yang kemudian disubkontrak kepada beberapa perusahaan lain. KPK menemukan kerugian keuangan negara sebanyak Rp3,8 miliar dalam proyek tersebut.