REI Pelajari Aturan Properti Asing di Singapura-Malaysia
Asosiasi perusahaan Realestat Indonesia (REI) mengkaji penerapan peraturan properti asing di Singapura dan Malaysia.
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait rencana pemerintah mengizinkan kepemilikan properti asing di Batam.
"Kami ingin pelajari bagaimana penerapan properti asing di kedua negara tersebut. Sebab, Indonesia masih tertinggal dalam kepemilikan properti asing," tutur Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Realestat Indonesia (DPP REI) Djoko Selamet Utomo di sela Media Group Property Visit di Singapura, hari ini.
Djoko menambahkan, pemerintah belum mendukung industri properti. Hal ini terlihat dari gross national product (GNP) yang tidak banyak dirasakan di industri properti.
"Jika 20 persen dari GNP masuk ke properti, pemerintah sudah mendukung industri ini, termasuk jika membuka aturan properti bagi warga asing," ungkapnya.
Atas dasar itu, kata Djoko, kegiatan ini diharapkan dapat dijadikan masukan kepada pemerintah untuk segera mengeluarkan aturan properti asing di Indonesia, seperti jangka waktu kepemilikan hingga 99 tahun, kemudahan mendapat pinjaman dari perbankan, serta mengusulkan penerapan properti asing di Batam.
Djoko mengatakan, membuka aturan properti asing juga perlu dipertimbangkan secara komprehensif. Tidak saja keuntungan yang diperoleh, tetapi juga dampak yang ditimbulkan.
"Apakah semua pengembang akan agresif bangun properti untuk orang asing. Bagaimana dampak bagi masyarakat berpenghasilan rendah," jelas dia.
Kegiatan ini diikuti beberapa perwakilan dewan daerah REI di antaranya, DKI Jakarta, Batam, Papua, dan lainnya.