Selain DPR, Pemerintah Dituding Tak Niat Bangun Gedung KPK
Tak hanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintah juga dituding tak berniat mendukung pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemerintahan seharusnya bisa menggalang persetujuan dari fraksi-fraksi koalisi di Parlemen sehingga pencabutan tanda bintang bisa dilakukan.
"Kalau DPR tidak berani realisasikan ini, kita ada pemerintahan koalisi dan bisa dipecahkan disitu," kata pengacara Ahmad Rivai yang menggalang "ngamen" untuk dana gedung KPK dalam diskusi bertajuk "Pro Kontra Pembangunan Gedung KPK" di kawasan Cikini, Jakarta, hari ini.
Dia menyayangkan, koalisi partai pendukung pemerintah tidak berfungsi dalam pembangunan gedung KPK. "Koalisi tidak berjalan, jadi disini yang tak setuju bukan hanya DPR tapi pemerintah," lanjut mantan pengacara KPK itu.
Ahmad menambahkan, proses penganggaran untuk gedung baru KPK memang belum selesai. Namun proses penggalangan dana itu, menunjukkan masyarakat ingin mengkritisi pemerintah yang tak mendukung KPK.
"Apa sih susahnya gedung KPK juga tidak terlalu besar," kata dia lagi.
Dia menambahkan, seharusnya Kementerian Keuangan menunjuk pengelola untuk kemudian ditujukan pada pembangunan gedung agar sesuai dengan Undang-Undang Perbendaharaan Negara. "Yang tak setuju itu pemerintah, jadi lebih tak setuju kalau KPK ada gedung baru," kata dia lagi.
Sebelumnya, Komisi III DPR menyatakan akan melanjutkan pembahasan soal anggaran gedung baru KPK ini. Pasalnya, semua fraksi di Dewan belum memberi sinyal positif atas anggaran tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Adhie Massardi dari Gerakan Indonesia Bersih menilai cetusan penggalangan dana untuk gedung oleh Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, berlebihan. Seharusnya kata dia, lembaga tersebut memberikan contoh bagi lembaga negara lain soal mekanisme mendapatkan anggaran sesuai administrasi ketatanegaraan.
"Saya awalnya berpikir KPK ini terlalu lebay (berlebihan) dan KPK harusnya beri contoh pada lembaga lain mendapatkan anggaran dengan baik," kata Adhie.