Sherny Penjahat KLBI, Bukan BLBI
Wakil Jaksa Agung Darmono menegaskan Sherny Kojongian merupakan terpidana kasus Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) bukan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Tindak pidana yang dilakukannya antara tahun 1992 hingga 1996 dan menggunakan fasilitas kredit likuiditas bank Indonesia untuk pemberian kredit modal kerjasama, kredit investasi, surat berharga, dan pasar uang," kata Darmono di Jakarta, hari ini.
Sherny merupakan Direktur Bank Harapan Sentosa (BHS). Dia bersama Komisaris Utama BHS Hendra Rahardja dan Eko Edi Putranto memberikan persetujuan kredit kepada enam grup perusahaan dan kepada 28 lembaga pembiayaan antara tahun 1992 sampai 1996.
Terhadap fasilitas Over Draft yang diberikan BHS, Bank Indonesia mengeluarkan surat kepada direksi BHS yang bernomor 30/1105/UPB2/AdB2 tanggal 2 September 1997, No. 30/1252/UPB2/AdB2 tanggal 18 September 1997 dan No. 30/1505/UPB2/AdB2 tanggal 20 Oktober 1997.
Surat ini berisi agar direksi BHS menghentikan penyaluran kredit namun larangan itu diabaikan oleh Sherny. Akibatnya negara dirugikan mencapai Rp1,95 triliun.
PN Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan vonis selama 20 tahun penjara karena terbukti bersalah dalam kasus korupsi dan kejahatan perbankan kepada Eko dan Sherny. Sedangkan, Hendra divonis penjara seumur hidup.
Putusan pengadilan negeri itu dikuatkan dengan putusan banding tanggal 8 November 2002 No 125/Pid.2002/PT DKI.
Ketiga terpidana ini juga dikenakan dengan denda masing-masing Rp30 juta subsider 6 bulan penjara. Dan menyatakan barang bukti berupa tanah dan bangunan berikut surat-suranya dilelang.
Hasil lelang sebesar Rp13,5 miliar dirampas untuk negara, serta menghukum para ketiga terpidana secara tanggung renteng untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,950 triliun.