Anas: Foke Rajinlah ke Kampung
Anas Urbaningrum. (sumber: p.twimg.com) |
Fauzi kami sarankan makin rajin terjun di kampung, komunikasi langsung dengan pemilih.
Ketua Umum DPP Demokrat, Anas Urbaningrum meminta pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli supaya rajin mengunjungi daerah yang belum pernah didatangi. Menurutnya, ini yang harus dilakukan pasangan berakronim Foke-Nara itu untuk bisa memenangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta pada putaran kedua yang rencananya akan digelar 20 September 2012 mendatang.
"Fauzi kami sarankan makin rajin blusukan (terjun) di kampung, komunikasi langsung dengan pemilih," kata Anas di sela-sela safari politik di Blitar, Jawa Timur, Minggu (15/7).
Menurut Anas, dengan meningkatkan intensitas kunjungan maka akan terjalin ikatan politik antara pemilih dengan Foke-Nara. "Dengan begitu, saya yakin putaran kedua bisa menang,"katanya.
Mantan ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini mengatakan, kekalahan perolehan suara Foke-Nara di putaran pertama oleh pasangan calon yang diusung PDI Perjuangan dan Gerindra, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama tidak bisa dijadikan ukuran untuk menentukan hasil pada putaran kedua. Kata dia, dalam politik tidak ada yang tidak mungkin karena kedua pasangan ini sama-sama memiliki peluang menang.
"Sekali lagi, mari kita catat, Pilkada DKI Jakarta ini baru babak penyisihan dan akan masuk putaran final. Di putaran kedua itu politiknya serba mungkin, jadi keduanya berpeluang. Karena itu yang menentukan siapa yang menang adalah suara rakyat," katanya.
Anas membantah jika kekalahan yang dialami Foke-Nara pada putaran pertama karena mesin partai utamanya Partai Demokrat sebagai pengusung tidak berjalan. Menurutnya, kekalahan itu terjadi karena memang ada fluktuasi suara. "Mesin partai kerja keras dan bekerja baik. Memang ada fluktuasi suara," pungkasnya.
Sementara itu, tim sukses (timses) pasangan Foke-Nara nampaknya sangat terpukul dengan kekalahan di putaran pertama Pilkada DKI 11 Juli lalu. Mereka menuduh pasangan Cagub Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama menggunakan politik uang sehingga bisa menang di putaran pertama.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Andrinov Chaniago, mengatakan, timses Fauzi Bowo (Foke) terlihat tidak siap menerima kenyataan jagoannya kalah. Apalagi, sebelum pemilihan, mereka sangat yakin Foke-Nara akan unggul. Terlebih, seluruh survei mengunggulkan pasangan Foke-Nara, bahkan ada lembaga survei yang berani mengatakan Foke akan menang satu putaran.
"Saya melihat tim sukses Foke kebingungan. Akhirnya mereka melancarkan serangan membabibuta, termasuk menuduh pihak lawan menggunakan politik uang," kata Andrinov, kemarin (15/7).
Andrinov menilai, tindakan membabibuta timses Foke-Nara ini tidak akan efektif. Bahkan, tuduhan yang tanpa disertai bukti nyata tersebut bisa menjadi boomerang atau senjata makan tuan dan berbalik memukul Foke. "Tidak menutup kemungkinan, tuduhan kepada Jokowi yang tanpa dasar akan makin menjatuhkan suara Foke dan mengurangi simpati masyarakat," ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari menganggap tuduhan praktik politik uang terhadap Jokowi-Ahok dalam Pilkada Gubernur DKI Jakarta sebagai perbuatan kalap dari pihak yang enggan menerima kekalahan dengan jantan. "Silahkan orang kalap dan tidak menerima kekalahan menuduh kami telah berbuat macam-macam. Tapi kami tetap di posisi semula untuk melakukan work plan. Kami nggak akan kepancing," tegas Eva.
Seperti diketahui, tim advokasi pasangan calon gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli, mengatakan pihaknya menemukan praktik politik uang (money politic) pada pilkada DKI Jakarta yang berlangsung 11 juli kemarin (11/7/2012). Dugaan praktik politik uang itu telah dilaporkan ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Jakarta.
Tim advokasi Foke-Nara menuding praktik politik uang itu dilakukan pasangan nomor urut tiga, Joko Widodo- Basuki Tjahaja Purnama atau Jokowi-Ahok. Hal itu berdasarkan keterangan saksi, yaitu Mahmuri, ketua RW 07, kelurahan Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, dan anggota koordinator pasangan Foke-Nara wilayah Jakarta Pusat, Yan Awalisi Rimray.
Mengenai tuduhan itu, Eva Kusuma Sundari menyatakan siap menghadapinya. Eva menyatakan partainya siap membuktikan bahwa hal itu tidak benar. "Kami tak pernah melakukan itu," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta, Ramdhansyah menuturkan, pihaknya segera menelusuri aduan adanya politik uang yang dilakukan oleh tim sukses Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama pada hari pemungutan suara pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta, 11 Juli 2012 kemarin.
Namun, untuk menindaklanjutinya, perlu ada saksi langsung dan barang bukti terkait aduan tersebut. Menurutnya, tanpa ada saksi dan barang bukti, aduan itu dapat dikategorikan sebatas tuduhan saja. "Saksinya harus yang langsung ya, langsung melihat atau menerima. Jangan hanya bilang saya dengar saja. Saksi langsung juga harus ada bukti, foto misalnya," tandasnya.
Menurut Ramdansyah, laporan yang dia terima ada dugaan serangan fajar pada 11 Juli di wilayah RW 07 Kelurahan Pegangsaan, Jakarta Pusat. Diduga, kata dia, serangan fajar dilakukan oleh A. Laporan dari Y diterima Jumat 13 juli 2012 pukul 23.00 dengan bukti berupa foto terlapor yang sedang duduk. "Tetapi saksi yang menerima langsung uang belum ada. Panwaslu DKI tentunya mendalami kasus ini dengan mencari saksi yang menerima uang langsung dan mendapatkan bukti permulaan yang cukup," ujar Ramdansyah Minggu kemarin.
Dia menambahkan, pihaknya harus berhati-hati menangani kasus tersebut. Pasalnya menurut aktifis HMI tersebut, politik uang bisa membuat calon didiskualifikasi. Dalam dugaan politik uang, kata dia, dilaporkan pembagian uang Rp 50 hingga Rp 75 ribu, yang diselipkan dalam baju, pada pukul 03.00 dini hari.
Sumber: Indopos