Ancaman Maksimal Miranda Cuma Lima Tahun Penjara
Tidak tertutup kemungkinan majelis hakim memvonis Miranda Gultom di bawah angka lima tahun penjara.Paling lama penjara lima tahun bagi Miranda Gultom, terdakwa kasus dugaan suap terhadap sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. Demikian salah satu fakta persidangan bekas deputi senior Bank Indonesia yang kini jadi pesakitan itu.
"Terdakwa memberikan travellers cheque Bank Internasional Indonesia senilai Rp20,85 miliar yang merupakan bagian total 480 TC BII senilai Rp24 miliar kepada penyelenggara negara yaitu antara lain Hamka Yandhu, Dudhi Makmun Murod, Endin AJ Soefihara, dan Udju Djuhaeri, berhubungan dengan pemilihan terdakwa sebagai DGSBI," kata Jaksa Penuntut Umum, Supardi, dalam sidang perdana Miranda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa.
Untuk perbuatan tersebut, Miranda didakwa melanggar pasal 5 huruf (1) huruf b UU Nomor 3/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20/2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jopasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun.
Untuk perbuatan tersebut, Miranda didakwa melanggar pasal 5 huruf (1) huruf b UU Nomor 3/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20/2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jopasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun.
Artinya, tidak tertutup kemungkinan majelis hakim memvonis Miranda Gultom di bawah angka lima tahun penjara.
"Terdakwa dianggap memberi dengan menyalahgunakan kekuasaan dengan memberikan kesempatan atau sarana yaitu sengaja menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk memberi sesuatu berupatravellers cheque," kata Suhardi.
Nurbaeti sendiri sudah divonis 2,5 tahun oleh pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Mei 2012 lalu dengan dakwaan yang sama dengan Miranda.
Miranda bersama Nunun Nurbaeti juga dianggap memberi hadiah atau janji (gratifikasi) terkait jabatan mereka kepada anggota Komisi IX DPR dalam rangka pemilihan DGSBI pada Juni 2004.
Perbuatan tersebut dianggap melanggar pasal 13 UU Nomor 31/1999, jo UU Nomor 20/2001, jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun.
Cek dengan nilai per lembar Rp50 juta tersebut dibagikan oleh Nunun kepada fraksi TNI/Polri melalui anggota DPR Udju Djuhaerie sebesar Rp2 miliar, fraksi PPP melalui Endin Aj Soefihara sebesar Rp1,25 miliar, fraksi Partai Golkar melalui Hamka Yandhu sebesar Rp7,8 miliar dan fraksi PDI-P melalui Dhudie Makmun Murod sebesar Rp9,8 miliar.
Cek tersebut kemudian dibagikan kepada anggota fraksi lainnya.
Cek perjalanan tersebut dikeluarkan untuk Bank Artha Graha (BAG) atas permintaan PT First Mujur Plantation and Industry (FMPI) untuk pembelian kebun sawit seluas 5.000 hektar dari seorang pengusaha bernama Ferry Yen atau Suhardi Suparman.
Ferry merupakan sosok yang disebut-sebut bekerja sama dengan Direktur Utama PT FMPI Hidayat Lukman alias Tedy Uban dalam pengembangan lahan kelapa sawit, namun pada 2008, Ferry diketahui meninggal dunia.
Sebelum cek perjalanan berpindah tangan ke anggota DPR, cek diterima PT Wahana Esa yang merupakan perusahaan sawit milik Nurbaeti.
"Terdakwa dianggap memberi dengan menyalahgunakan kekuasaan dengan memberikan kesempatan atau sarana yaitu sengaja menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk memberi sesuatu berupatravellers cheque," kata Suhardi.
Nurbaeti sendiri sudah divonis 2,5 tahun oleh pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Mei 2012 lalu dengan dakwaan yang sama dengan Miranda.
Miranda bersama Nunun Nurbaeti juga dianggap memberi hadiah atau janji (gratifikasi) terkait jabatan mereka kepada anggota Komisi IX DPR dalam rangka pemilihan DGSBI pada Juni 2004.
Perbuatan tersebut dianggap melanggar pasal 13 UU Nomor 31/1999, jo UU Nomor 20/2001, jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun.
Cek dengan nilai per lembar Rp50 juta tersebut dibagikan oleh Nunun kepada fraksi TNI/Polri melalui anggota DPR Udju Djuhaerie sebesar Rp2 miliar, fraksi PPP melalui Endin Aj Soefihara sebesar Rp1,25 miliar, fraksi Partai Golkar melalui Hamka Yandhu sebesar Rp7,8 miliar dan fraksi PDI-P melalui Dhudie Makmun Murod sebesar Rp9,8 miliar.
Cek tersebut kemudian dibagikan kepada anggota fraksi lainnya.
Cek perjalanan tersebut dikeluarkan untuk Bank Artha Graha (BAG) atas permintaan PT First Mujur Plantation and Industry (FMPI) untuk pembelian kebun sawit seluas 5.000 hektar dari seorang pengusaha bernama Ferry Yen atau Suhardi Suparman.
Ferry merupakan sosok yang disebut-sebut bekerja sama dengan Direktur Utama PT FMPI Hidayat Lukman alias Tedy Uban dalam pengembangan lahan kelapa sawit, namun pada 2008, Ferry diketahui meninggal dunia.
Sebelum cek perjalanan berpindah tangan ke anggota DPR, cek diterima PT Wahana Esa yang merupakan perusahaan sawit milik Nurbaeti.
Redaktur: Gurun Ismalia
Sumber: antara