PPP: Moeslim Abdurrahman Pelita Kebenaran
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy menyatakan dirinya terkejut atas wafatnya tokoh lintas agama Moeslim Abdurrahman yang dia nilai sebagai "pelita kebenaran" yang "tidak terkooptasi negara".
"Sedih dan haru saya rasakan karena negeri ini kembali kehilangan putra terbaiknya, sedikit pemikir yang masih menikmati tidak terkooptasi oleh negara. Sedih saya rasakan, karena salah satu pelita kebenaran dan wujud sejati seorang intelektual, padam," kata Romahurmuziy, Sabtu, di Jakarta.
Menurut Romy, panggilan akrab Muhammad Romahurmuziy, pertemuan terakhirnya dengan Moeslim berlangsung dalam forum sarasehan Hari Kebangkitan Nasional yang diselenggarakan DPP GP Ansor, di Jakarta, akhir Mei lalu. Kala itu Moeslim sama sekali tidak menunjukkan atau mengeluhkan tanda sakit.
Ketua Komisi IV DPR RI ini menjelaskan, pada sarasehan Hari Kebangkitan Nasional tersebut dengan tema Kebangkitan Kaum Muda, Romy menjadi salah satu narasumber, sedangkan Moeslim sebagai moderator.
"Saya merasa terhormat karena dimoderatori seorang pemikir senior. Pada saat saya masih kuliah dan menjadi aktivis di ITB Bandung, Moeslim yang senior saya di kampus sudah malang-melintang dengan berbagai guyonan dan pemikiran," katanya.
Pemikiran pluralitas Moeslim, menurut Romy, sudah sangat menasional hingga para aktivis kampus sering menyebut Moeslim sebagai sedikit aktivis yang MuhammadiNU. Menurut Romy, Moeslim adalah pengurus dan aktivis Muhammadiyah, tapi peribadatan dan keakrabannya justru di kalangan aktivis NU, bahkan melintasi sekat keormasan dan keagamaan.
"Biasanya saya diundang sebagai narasumber. Kali ini saya mau dan maafkan meski diundang sebagai moderator, karena saya tahu Nusron (ketua umum GP Ansor) nggak kuat membayar honor saya," katanya, yang disambut derai tawa hadirin.
Masih dengan guyonnya, menurut Romy, Muslim dalam forum itu menantang apakah para pemimpin muda Indonesia berani untuk membangun icon pembaharuan dibandingkan seniornya, atau justru menguatkan label kebobrokan yang masih terwariskan sejak zaman Orde Baru.
Romy juga menyatakan sedih karena aktivis pluralitas dan penggiat toleransi keagamaan berkurang, di tengah semakin mengerasnya penganut paham keagamaan radikal.
"Saya juga merasa sedih karena kabar sakitnya pun tidak sempat saya dengar sehingga alpa menjenguknya. Saya sampai menitikkan air mata," katanya.
Moeslim Abdurrahman, meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Jumat (6/7) malam.
Semasa hidupnya Moeslim produktif menghasilkan banyak karya intelektual, di antaranya buku "Islam Yang Memihak" yang diterbitkan PT LKiS Pelangi Aksara pada 2005, "Bersujud di Baitullah" serta "Kang Thowil dan Istri Marginal".