Panwaslu: Ceramah Rhoma Tak Terbukti SARA
Ilustrasi | Facebook |
Ceramah Rhoma juga tak terbukti memenuhi unsur pelanggaran Pemilukada.
Keputusan Panitia Pengawas Pemilu DKI Jakarta menyebutkan, ceramah Rhoma Irama di Masjid Al Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat, 29 Juli 2012 lalu, tidak terbukti memenuhi unsur pelanggaran Pemilukada DKI tahun 2012.
"Panwaslu DKI Jakarta memutuskan bahwa dugaan pelanggaran Pemilukada terkait isu SARA yang dilakukan oleh H. Rhoma Irama secara kumulatif tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran Pemilukada," kata Ketua Panwaslu Ramdansyah di kantor Panwaslu DKI Jakarta, Minggu, 12 Agustus 2012.
Menurut Ramdansyah, dari penyelidikan ceramah agama Rhoma Irama itu tidak terbukti melanggar Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, Pasal 116 ayat 1 yang menyatakan kampanye di luar jadwal, tidak terpenuhi.
"Juncto Pasal 118 ayat 2 kampanye dengan cara menghasut dan memfitnah orang baik suku, agama, maupun ras juga tidak terpenuhi," Ramdansyah menegaskan.
Atas keputusan ini, Panwaslu dengan kewenangannya berhak melakukan diskresi dengan menghentikan penyelidikan terhadap kasus ceramah Rhoma Irama. "Dan tidak melanjutkan ke pihak Kepolisian," tandasnya.
Rhoma Irama sendiri sebelumnya telah menjelaskan duduk perkara ceramahnya, bahwa jika seorang muslim memilih pemimpin yang bukan sesama muslim maka akan menjadi musuh Allah.
Ia pun bersikeras menyampaikan ayat kitab suci di rumah ibadah bukan suatu kesalahan. Bahkan seluruh agama juga akan menerima hal tersebut.
"Ini yang dimaksud SARA? Menyampaikan ayat kitab suci di rumah ibadah?," ucapnya setengah bertanya.
Rhoma menegaskan posisinya saat itu bukanlah sebagai tim kampanye pasangan Foke-Nara. Ia berada di tengah jemaah saat itu sebagai seorang mubaligh yang memberikan ceramah kepada para jamaahnya.
Rhoma merasa isi ceramahnya tersebut sesuai kondisi Jakarta saat ini yang sedang menjalankan tahapan Pemilukada DKI.
"Semua ulama wajib menyampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi. Karena kondisinya Pemilu, jadi pesan-pesan tentang memilih pemimpin ya wajar saja dibicarakan dan harus disampaikan," katanya.
"Panwaslu DKI Jakarta memutuskan bahwa dugaan pelanggaran Pemilukada terkait isu SARA yang dilakukan oleh H. Rhoma Irama secara kumulatif tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran Pemilukada," kata Ketua Panwaslu Ramdansyah di kantor Panwaslu DKI Jakarta, Minggu, 12 Agustus 2012.
Menurut Ramdansyah, dari penyelidikan ceramah agama Rhoma Irama itu tidak terbukti melanggar Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, Pasal 116 ayat 1 yang menyatakan kampanye di luar jadwal, tidak terpenuhi.
"Juncto Pasal 118 ayat 2 kampanye dengan cara menghasut dan memfitnah orang baik suku, agama, maupun ras juga tidak terpenuhi," Ramdansyah menegaskan.
Atas keputusan ini, Panwaslu dengan kewenangannya berhak melakukan diskresi dengan menghentikan penyelidikan terhadap kasus ceramah Rhoma Irama. "Dan tidak melanjutkan ke pihak Kepolisian," tandasnya.
Rhoma Irama sendiri sebelumnya telah menjelaskan duduk perkara ceramahnya, bahwa jika seorang muslim memilih pemimpin yang bukan sesama muslim maka akan menjadi musuh Allah.
Ia pun bersikeras menyampaikan ayat kitab suci di rumah ibadah bukan suatu kesalahan. Bahkan seluruh agama juga akan menerima hal tersebut.
"Ini yang dimaksud SARA? Menyampaikan ayat kitab suci di rumah ibadah?," ucapnya setengah bertanya.
Rhoma menegaskan posisinya saat itu bukanlah sebagai tim kampanye pasangan Foke-Nara. Ia berada di tengah jemaah saat itu sebagai seorang mubaligh yang memberikan ceramah kepada para jamaahnya.
Rhoma merasa isi ceramahnya tersebut sesuai kondisi Jakarta saat ini yang sedang menjalankan tahapan Pemilukada DKI.
"Semua ulama wajib menyampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi. Karena kondisinya Pemilu, jadi pesan-pesan tentang memilih pemimpin ya wajar saja dibicarakan dan harus disampaikan," katanya.
Redaktur: Yudi Dwi Ardian
Sumber: Vivanews