Saksi Mengaku Terima Arahan untuk Pilih Miranda
Ada pertemuan di Hotel Dharmawangsa untuk meyakinkan teman-teman Fraksi PDI-P di Komisi IX agar memilih Miranda dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior.Saksi dalam kasus suap terhadap sejumlah anggota DPR RI terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) tahun 2004 membenarkan adanya arahan untuk memilih terdakwa Miranda Swaray Goeltom.
"Ada pertemuan di Hotel Dharmawangsa untuk meyakinkan teman-teman Fraksi PDI-P di Komisi IX agar memilih Miranda dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior," kata mantan anggota Komisi IX DPR RI dari fraksi PDI-Perjuangan Agus Condro Prayitno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Menurut Agus, pertemuan di Hotel Dharmawangsa pada 29 Mei 2004 tersebut kemudian dilanjutkan dengan rapat kelompok fraksi di kantor DPR RI dan saat itu pimpinan kelompok fraksi, Cahyo Kumolo, menyatakan Miranda bersedia memberikan uang.
"Saya mendengar kalau Pak Cahyo mengatakan bahwa Bu Miranda akan memberikan Rp300 juta, tapi kalau kita minta Rp500 juta Bu Miranda juga tidak keberatan," kata Agus yang telah menjalani hukuman satu tahun tiga bulan karena diputus bersalah menerima suap dalam pemilihan DGSBI 2004.
Agus juga mengatakan bahwa Miranda hadir sebentar dalam pertemuan itu dan mengucapkan terima kasih bila didukung dalam pemilihan DGSBI.
Sehari setelah hari pemilihan DGSBI, Agus mengaku dipanggil ke ruang Emir Moeis selaku pimpinan Komisi IX DPR RI.
"Di sana ada Pak Dudi Makmun Murod yang memberikan amplop, dalam pikiran saya amplop ini yang dimaksudkan sebagai uang Rp300 juta," ungkap Agus.
Ia menambahkan, amplop itu ternyata berisi 10 lembar cek perjalanan yang masing-masing bernilai Rp50 juta.
Sementara saksi lain, anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004 dari Fraksi Golkar, Hamka Yandhu, juga mengaku mendapat arahan dari tim kelompok fraksi untuk memilih Miranda.
"Saya memilih Miranda pada pemilihan 2004 karena diarahkan oleh fraksi, karena saya juga tidak ikut fit and proper test Miranda," kata Hamka yang sudah menyelesaikan hukuman penjara 2,5 tahun karena menerima suap.
Hamka mengaku menerima cek pelawat karena diajak oleh anggota Fraksi Golkar lain di Komisi IX DPR RI yaitu Azhar Muchlis ke suatu rumah di Jalan Riau 17 yang belakangan diketahui sebagai kantor Nunun Nurbaeti.
"Setelah pemilihan DGSBI pada 8 Juni, saya diajak Azhar Muchlis pergi ke Jalan Riau dan bertemu dengan Arie Malangjudo, ia memberikan bungkus coklat yang berisi 14 amplop putih untuk dibagi-bagikan kepada anggota lain," ungkap Hamka.
Majelis hakim yang dipimpin Gusrizal, mencecar Hamka yang begitu saja menerima cek pelawat tanpa menanyakan asalnya.
"Mengapa kalau biasanaya tidak pernah terima uang saat menerima amplop itu tidak bertanya? Atau memang biasa menerima uang di luar kantor?" tanya Gusrizal.
Hamka hanya diam saat mendapat pertanyaan tersebut.
Hamka juga mengaku hanya dua kali bertemu Nunun Nurbaeti, saat diajak Ketua Fraksi Golkar Paskah Suzeta ke suatu pertemuan di Hotel Mulia.
"Tapi tidak pernah ada pembicaraan agar Golkar mendukung Miranda dalam pemilihan DGSBI," katanya.
Namun menurut dia Nunun tidak pernah memperkenalkan Miranda kepada dirinya.
Dalam sidang tersebut, Miranda menyatakan keberatan terhadap keterangan Hamka.
Dia mengatakan, sejak ia selesai menjabat sebagai Deputi Gubernur Senior BI pada Mei 2003 hingga terpilih menjadi DGSBI pada Juni 2004 ia tidak pernah melakukan rapat di DPR RI.
Miranda menjadi salah satu terdakwa dalam kasus pemberian suap berupa 480 cek pelawat dengan nilai total Rp24 miliar kepada sejumlah anggota DPR RI periode 1999-2004 terkait pemilihan DGSBI Tahun 2004.
Redaktur: Gurun Ismalia
Sumber: Antara