Merasa Dipolitisasi, Para Guru Lapor ke Panwaslu
Politisasi ini sudah sistematis, terstruktur dan masif.
Para pendidik yang tergabung dalam Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) protes dengan upaya politisasi mereka untuk mencoblos calon Gubernur Jakarta Fauzi Bowo. Mereka pun akan mengadukan modus politisasi ini ke Panitia Pengawas Pemilu DKI Jakarta sore ini.
Demikian disampaikan Ketua FMGJ Retno Listyarti kepada Tribunnews.com di Jakarta, Selasa (18/9/2012) malam. Menurut Retno, guru atau pun pendidik netral dan pemilukada ini boleh saja asal sportif. “Rabu sore jam tiga kami akan ke Panwaslu melaporkan ini bersama ICW dan LBH Jakarta,” ujarnya.
Menurut Retno, hasil pengaduan guru-guru, demi keamanan tidak bisa disebutkan namanya, politisasi untuk menggiring memilih Fauzi Bowo banyak modusnya. “Politisasi ini sudah sistematis, terstruktur dan masif,” ungkap Retno yang menekankan dirinya bukan lah pendukung dari dua pasangan calon.
Pelaporan FMGJ memiliki alasan kuat, mengingat upaya politisasi guru-guru terjadi di depan mata. Dari temuan yang diterima FMGJ setidaknya ada 10 modus. Semua temuan ini, lanjut Retno, disertai sejumlah bukti dari kwitansi, buku, baliho, juga para saksi, dan lainnya.
Modus pertama, adanya perintah dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta kepala sekolah untuk membuat spanduk ucapan terimakasih pada Gubenur atas sekolah gratis atau program wajar 12 tahun dengan biaya dari kas sekolah. Setiap sekolah setidaknya memasang dua spanduk.
Kedua, Kepala Sekolah SMK 57 Pasar Minggu, Jakarta Selatan, memerintahkan Wakil Kepala Sekolah untuk memberikan uang transpor kepada guru yang rumahnya di luar Jakarta, tapi memiliki hak pilih. Uang ini diambil dari kantong kepala sekolah berkisar Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. “Jumlah mereka yang diberi transpor tidak banyak,” terang Retno.
Ketiga, pada 8 September 2012 beredar SMS adanya kegiatan MGMP Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SMP 85 pukul 08.00 WIB. Kegiatan yang mengundang seluruh guru PKn dari SMP di Jakarta Selatan, dibuka Ketua MGMP disertai pengarahan dari Sekretaris Musyawarah Kepala Sekolah Tadjudin. Mereka mengarahkan guru memilih Foke karena berjasa pada guru.
Ketiga, pada 8 September 2012 beredar SMS adanya kegiatan MGMP Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SMP 85 pukul 08.00 WIB. Kegiatan yang mengundang seluruh guru PKn dari SMP di Jakarta Selatan, dibuka Ketua MGMP disertai pengarahan dari Sekretaris Musyawarah Kepala Sekolah Tadjudin. Mereka mengarahkan guru memilih Foke karena berjasa pada guru.
Dalam kesempatan itu juga, guru diminta mengerjakan tugas tertulis yang akan diarahkan Ketua MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) PKn Jakarta Selatan, di mana tugas anak-anak (terstruktur berupa kuisioner tentang keberhasilan-keberhasilan Foke) mengarah pada orangtua harus memilih Foke.
Keempat, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mewajibkan sekolah mengirim perwakilan minimal 10 guru untuk mengikuti Shalat Idul Fitri di Dinas Pendidikan DKI Jakarta, meskipun saat itu hari libur nasional. Khotib Shalat Ied berisi arahan untuk memilih kandidat nomor satu sebagai Gubernur Jakarta dan mengarahkan jamaah agar dalam Pemilukada Jakarta memilih pemimpin yang seiman.
Kelima, beberapa SMA dan SMK kedatangan tim khusus yang mensosialisasikan “Anak Jakarta jangan Golput”, namun di akhir pengarahan (bukan diskusi atau dialog) para siswa dibagi brosur yang mengarahkan untuk memilih “kumis” dan brosur berisi tulisan “terimakasih gubernurku”. Ini terjadi untuk kelas 3 SMA. Herannya, tim khusus yang berusia 20-23 tahun ini diizinkan pihak sekolah.
Keenam, adanya penyebaran buku berjudul “Ngintip yuk, Lima Tahun Ini Bang Fauzi Bowo dah Ngapain Aja Sih” ke berbagai sekolah. Pelakunya tidak diketahui tapi ada upaya pembaca mendukung kandidat nomor urut satu.
Ketujuh, para guru SMP dan SMA beralamat di DKI Jakarta dari berbagai sekolah negeri terpilih mengikuti pelatihan wawasan kebangsaan (selama 5 hari). Ternyata pelatihan mengarahkan untuk mengamankan kandidat nomor satu. Di akhir pelatihan, peserta diminta mengisi form “gaya ORBA” untuk mengamankan kandidat nomor satu, tetapi ditolak oleh para peserta. Pelaksana kegiatan ini Badan Kesbangpol Provinsi Jakarta.
Kedelapan, para guru PKn SMP dan SMA diundang untuk mengikuti pelatihan selama tiga hari dengan tema hak asasi manusia (HAM). Namun, para penyaji yang berasal dari Dinas Pendidikan justru menyampaikan HAM untuk mengamankan kandidat nomor satu meskipun dengan cara yang halus.
Kesembilan, maraknya kegiatan halal bi halal di kalangan guru yang dihadiri para pejabat dari birokrasi pendidikan, terjadi mulai dari tingkat wilayah kota sampai tingkat provinsi. Namun, dalam sambutannya para pejabat selalu menyelipkan pesan-pesan mengamankan kandidat nomor satu. Pelakunya terdiri dari Sudin di 5 wilayah kota, mulai dari SD, SMP, SMA/SMK, dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Keempat, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mewajibkan sekolah mengirim perwakilan minimal 10 guru untuk mengikuti Shalat Idul Fitri di Dinas Pendidikan DKI Jakarta, meskipun saat itu hari libur nasional. Khotib Shalat Ied berisi arahan untuk memilih kandidat nomor satu sebagai Gubernur Jakarta dan mengarahkan jamaah agar dalam Pemilukada Jakarta memilih pemimpin yang seiman.
Kelima, beberapa SMA dan SMK kedatangan tim khusus yang mensosialisasikan “Anak Jakarta jangan Golput”, namun di akhir pengarahan (bukan diskusi atau dialog) para siswa dibagi brosur yang mengarahkan untuk memilih “kumis” dan brosur berisi tulisan “terimakasih gubernurku”. Ini terjadi untuk kelas 3 SMA. Herannya, tim khusus yang berusia 20-23 tahun ini diizinkan pihak sekolah.
Keenam, adanya penyebaran buku berjudul “Ngintip yuk, Lima Tahun Ini Bang Fauzi Bowo dah Ngapain Aja Sih” ke berbagai sekolah. Pelakunya tidak diketahui tapi ada upaya pembaca mendukung kandidat nomor urut satu.
Ketujuh, para guru SMP dan SMA beralamat di DKI Jakarta dari berbagai sekolah negeri terpilih mengikuti pelatihan wawasan kebangsaan (selama 5 hari). Ternyata pelatihan mengarahkan untuk mengamankan kandidat nomor satu. Di akhir pelatihan, peserta diminta mengisi form “gaya ORBA” untuk mengamankan kandidat nomor satu, tetapi ditolak oleh para peserta. Pelaksana kegiatan ini Badan Kesbangpol Provinsi Jakarta.
Kedelapan, para guru PKn SMP dan SMA diundang untuk mengikuti pelatihan selama tiga hari dengan tema hak asasi manusia (HAM). Namun, para penyaji yang berasal dari Dinas Pendidikan justru menyampaikan HAM untuk mengamankan kandidat nomor satu meskipun dengan cara yang halus.
Kesembilan, maraknya kegiatan halal bi halal di kalangan guru yang dihadiri para pejabat dari birokrasi pendidikan, terjadi mulai dari tingkat wilayah kota sampai tingkat provinsi. Namun, dalam sambutannya para pejabat selalu menyelipkan pesan-pesan mengamankan kandidat nomor satu. Pelakunya terdiri dari Sudin di 5 wilayah kota, mulai dari SD, SMP, SMA/SMK, dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Modus terakhir, khatib shalat Jumat di masjid-masjid sekolah, memilih tema pemimpin yang seiman. Khatib-khatib ini, Retno melanjutkan, difasilitasi pengurus masjid Sekolah.
Editor: Yudi Dwi Ardian
Sumber: Tribunnews