Spanduk SARA Justru Melecehkan Pemimpin Islam
Baliho bernada SARA terpampang di Semanggi, Jakarta |
Pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta dikotori praktik kotor dengan maraknya spanduk-spanduk yang berisi ajakan agar jangan memilih pemimpin non Islam.
Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) menilai hal tersebut disebabkan adanya kesalahan cara pandang kepemimpinan dalam Islam.
Hampir semua spanduk yang melarang non-Muslim menjadi pemimpin mendasarkan pada dalil Alquran maupun hadits.
"Pertama, melandaskan diri pada kepemimpinan yang tunggal dimana seorang pemimpin (baca, gubernur) mempunyai kekuatan absolut dan primer, khas kerajaan," ujar Masykurudin Hafidz, manajer pemantauan JPPR kepada Tribunnews, Sabtu (8/9/2012).
Oleh karena kekuataannya primer, lanjut Masykurudin, maka mempunyai kewenangan penuh untuk mengambil kebijakan, sehingga (menurut penganut yang menggunakan cara SARA) ini pemimpin tersebut haruslah Muslim.
Padahal sistem pemerintahan daerah, pemimpin keputusannya tidak primer dan individual tetapi kepemimpinan kolektif: eksekutif, legislatif dan yudikatif.
"Kedua, penggunaan ayat dan hadits tanpa didasari penjelasan yang memadai. Spanduk-spanduk kepemimpinan itu sesungguhnya sedang mengkerdilkan Alquran dan memaknainya secara dangkal," tegasnya.
Dijelaskan Masykurudin, dalam sejarah kenabian Islam, banyak sekali contoh dimana Rasulullah tidak selalu mementingkan agama dalam urusan pemerintahan, karena keadilan yang justru menjadi dasar dari Rasulullah mengelola pemerintahan.
"Spanduk sara yang sekarang semakin menyebar justru melecehkan kepemimpinan Islam dan mengkerdilkan Alquran itu sendiri," ujarnya.
Editor: Yudi Dwi Ardian
Sumber: Tribunnews