5 Hal Positif Pidato Presiden Menurut Guru Besar UNS
Sebagai kepala Pemerintahan, SBY, walau agak terlambat mampu menetralisasi suasana di tengah masyarakat yang dalam seminggu terakhir gerah, melihat pertikaian dua lembaga penegak hukum tersebut.
[Jamal Wiwoho]
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Jawa Tengah, Prof Dr Jamal Wiwoho, menilai Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Senin (8/10/2012) malam merupakan obat yang ampuh untuk meredakan ketegangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri.
Ia mencatat lima hal positif dari pidato tersebut.
"Sebagai kepala Pemerintahan, SBY, walau agak terlambat mampu menetralisasi suasana di tengah masyarakat yang dalam seminggu terakhir gerah, melihat pertikaian dua lembaga penegak hukum tersebut," kata Jamal dalam siaran persnya, Senin malam.
Menurut Jamal, setidaknya ada lima hal yang dapat dikatakan sebagai hasil prositif dari pidato tersebut.
Pertama, walau agak terlambat, Presiden telah merespons tuntutan dari berbagai lapisan masyarakat yang menginginkan turun tangannya Presiden, untuk mengakhiri pertikaian KPK-Polri.
Kedua, Presiden telah memberikan arah yang jelas, mengenai siapa yang berhak menangani dugaan korupsi alat simulator SIM, yang telah menetapkan Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka oleh KPK.
"Saya yakin imbauan Presiden untuk menyerahkan perkara tersebut ke KPK , pastilah akan 100 persen diikuti oleh Polri tanpa reserve," kata Jamal.
Ketiga, tepatlah kiranya untuk menunda revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. "Rasanya masyarakat dengan segenap elemen-elemennya sadar bahwa dalih revisi adalah upaya memperlemah kewenangan KPK itu sendiri," ujarnya.
Keempat, amat tepat apa yang disampaikan Presiden bahwa tidak tepat waktunya mempermasalahkan, apakah Kompol Novel Baswedan terlibat atau tidak dalam dugaan penganiayaan pada saat Novel menduduki jabatan Kasat Reskrim di Polda Bengkulu pada tahun 2004.
"Benar adanya pemaksaan penanganan perkara pada saat ini, diduga sebagai balasan atas penanganan Irjen Djoko Susilo oleh KPK," kata Jamal.
Kelima, perlunya aksi nyata dari MoU antara KPK-Polri-Kejaksaan Agung, agar tidak ada kesan akan ada balapan penanganan perkara-perkara tertentu oleh aparat penegak hukum, sebagai suatu aksi nyata merealisasi criminal justice system di Indonesia.
Sumber: Kompas
Editor: Gurun Ismalia