Korupsi, Ketua DPRD Jateng dituntut 7,5 tahun bui
tipikor. merdeka.com/Imam Buhori |
Memohon agar majelis hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa tujuh tahun enam bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider lima bulan penjara.
[Riyono, Andi Suharlis, dan Rio Siswanto]
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, Murdoko, 7 tahun enam bulan penjara. Selain itu, dia didenda Rp 250 juta dan apabila tidak sanggup membayar diganti kurungan lima bulan.
"Memohon agar majelis hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa tujuh tahun enam bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider lima bulan penjara," kata tim jaksa penuntut umum KPK, Riyono, Andi Suharlis, dan Rio Siswanto dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (22/10).
Murdoko dijerat dengan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-Undang no. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang no. 31 tahun 1999.
Hal memberatkan Murdoko adalah dia tidak mengakui perbuatannya, tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dan sebagai anggota DPRD tidak memberikan contoh yang baik dalam pengelolaan keuangan daerah. Jaksa juga meminta uang Rp 4,75 miliar hasil korupsi Murdoko dirampas untuk negara.
Murdoko didakwa bersama-sama dengan kakak kandungnya dan Bupati Kendal 2000-2005, Hendy Boedoro, dan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kendal 2002-2006 Warsa Susilo, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri yang merugikan keuangan negara dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Kendal Rp 4,75 miliar.
Menurut jaksa, Murdoko memperkaya diri sendiri menggunakan dana alokasi umum (DAU) Kabupaten Kendal tahun anggaran 2003 dan dana pinjaman daerah Kendal di Bank Pembangunan Daerah Jateng. Perbuatan pidana dilakukan Murdoko secara terus menerus.
Pada Maret hingga April 2003, Hendy meminta Warsa memindahkan kas DAU Kendal di BPD ke Bank Negara Indonesia 46 Cabang Karangayu, Semarang. Pemindahan itu, disampaikan Hendy pada Warsa, buat menambah pendapatan Pemda Kendal. Padahal, menurut jaksa, pemindahan bertujuan buat kepentingan pribadi Hendy.
Warsa menindaklanjuti permintaan Hendy dengan memerintahkan pegawainya, Sri Hapsari Rahayu, membuat surat pemindahan DAU dari BPD ke BNI Karangayu. Setelah itu, dua kali pemindahan dana dilakukan dari BPD ke BNI, yakni pada 3 April 2003 sebesar Rp 5 miliar, dan pada 17 April 2003 sebesar Rp 25 miliar.
Pada 10 April 2003, Warsa meminta BNI Karangayu agar bunga deposito on call (DOC) dimasukkan ke rekening yang sudah dibuka. Adapun sisanya dimasukkan ke rekening PemKab. Kendal dengan spesimen Warsa. Kemudian pada 21 April 2003, bunga DOC dari rekening DAU dimasukkan ke rekening Pemerinta Kabupaten Kendal.
Mengetahui soal penempatan uang itu, Murdoko mengatakan pada Warsa di kediamannya, Mijen, Semarang, soal niatnya meminjam duit kas Kendal. "Mau pinjam uang Rp 3 miliar, bisa atau tidak?" tanya Murdoko, ketika itu. Warsa saat itu tidak langsung menyanggupi, dan memilih melaporkan keinginan Murdoko pada Hendy.
Hendy, kakak kandung Murdoko, ternyata tak keberatan sebagian duit kas Kendal dipinjam. Dia memerintahkan Warsa menggunakan rekening Kendal di BNI Karangayu tanpa prosedur penerbitan surat keputusan otorisasi (SKO), surat permintaan pembayaran (SPP), dan surat perintah membayar uang (SPMU). Murdoko kemudian memerintahkan Warih mentransfer duit Rp 3 miliar ke rekeningnya di BNI.
Pada 27 Mei 2003, Murdoko melakukan tarik tunai Rp 1 miliar. Kemudian berturut-turut Murdoko menarik Rp 600 juta pada 29 Mei 2003, Rp 200 juta pada 13 Juni 2003, Rp 190 juta pada 10 Juli 2003, dan Rp 10 juta pada 11 Agustus 2003.
Setelah itu, pada September 2003, Murdoko kembali meminta duit Rp 900 juta ke Hendy, dengan alasan untuk keperluan DPRD Kota Semarang. Permintaan itu lagi-lagi dipenuhi Hendy, dengan meminta Warsa mengurus permintaan Murdoko pada 2 September 2003. "Hari itu juga uang dicairkan dan diserahkan pada terdakwa," ujar jaksa Surya Nelly.
Murdoko kembali mengajukan permintaan duit ke sang kakak pada 25 Januari 2004 sebesar Rp 850 juta. Hendy mengabulkannya, dan meminta Warsa menuruti permintaan Murdoko. Duit untuk Murdoko diambil dari dana pinjaman Pemkab Kendal senilai Rp 30 miliar yang separuhnya ditempatkan di BNI Karangayu. Duit itu diantar Warsa ke rumah Murdoko di Mijen, dan diterima istri terdakwa, Dyah Kartika Permana Sari.
Editor: Gurun Ismalia
Sumber :