Ada koruptor dikubur di TMP Kalibata

Sabtu, November 10, 2012 0 Comments


Wawancara Anhar Gonggong (3)

Ada koruptor dikubur di TMP Kalibata
Sejarawan Anhar Gonggong. (merdeka.com/Islahuddin)

Sejarawan Anhar Gonggong menyebut penolakan terhadap pemberian gelar terhadap seseorang yang memang pantas biasanya bersifat politis. Setidaknya dia merasakan itu saat menjadi tim seleksi tim pemberian gelar pahlawan nasional. Bahkan dia menolak ikut serta tim jika menteri ikut dalam penentuan itu.

Meski begitu, dia tidak menafikan ada gelar diberikan lantaran alasan politis, terutama di zaman Soeharto. 

Berikut penjelasan Anhar Gonggong kepada Islahuddin dari merdeka.com saat ditemui di lantai I Gedung C, Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Kamis (8/11) siang. 

Apakah pemberian gelar pahlawan nasional selama ini bersifat politis?

Saya berpendapat tidak. Saya pernah dan termasuk orang yang menilai dan mengatakan kepada menteri, saya bukan politikus. Saya adalah sejarawan dan tidak mau terlibat urusan politik. 

Apa benar dari deretan penerima gelar pahlawan nasional itu tidak ada yang politis sama sekali?

Dulu ada. Zaman Soeharto siapa sih ada orang baru meninggal bisa segera diangkat sebagai pahlawan nasional. Menurut saya orang itu tidak pantas. Tapi karena sudah diberikan, tidak bisa dicabut. Saya saat itu bukan bagian dari itu. Siapa mau bicara, kita menolak pemberian gelar pahlawan nasional pada tokoh itu. Saya tetap kritis kepada setiap tokoh diajukan. Malah saya bilang, kalau menteri ikut campur saya menolak ikut serta dalam tim itu.

Bagaimana dengan penggunaan gelar pahlawan nasional dipakai gagah-gagahan oleh keturunannya?

Itu hak dia. Kenapa tidak. Saya bangga sebagai keturunan dari pahlawan itu dan dia coba gunakan itu. Terus Anda tidak terima? Apa Anda tidak bangga kalau salah seorang anggota keluarga Anda diberikan gelar pahlawan nasional, Anda pasti bangga. Aneh kalau tidak.

Bukan berarti jika generasi sebelumnya pahlawan nasional akan terus generasi keturunannya tanpa cacat?

Tidak bisa seperti itu. Ada yang keluarganya pengkhianat, mungkin dia sekarang bekerja untuk republik dan mempunyai sumbangan besar, dia berhak untuk menjadi pahlawan. Dalam zaman sekarang, setahu saya banyak anak-anak pengkhianat yang menduduki jabatan penting. Paling tidak di Sulawesi Selatan ada banyak yang ayahnya pengkhianat, bersekongkol dengan Belanda, tapi sekarang jadi pejabat. Paling tidak yang saya tahu dari Sulawesi Selatan. Saya tahu itu tidak hanya diceritakan kakak saya, saya juga baca saat kuliah, tapi saya tahu betul bagaimana dengan ayahnya dulu kemudian sekarang anaknya menjabat pejabat DPR, DPRD, atau pejabat bidang lainnya.

Apakah ada kaitan ungkapan, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya," berbanding dengan jumlah banyaknya pahlawannya?

Tidak, istilah Anda salah. Anda mau mengutip Soekarno tapi salah. Yang benar itu, ungkapan itu tulisan tangan Soekarno dalam bingkai foto Tjokroaminoto, "Hanya bangsa yang menghargai pahlawan-pahlawannya dapat menjadi bangsa yang besar."

Ada bangsa yang kecil tapi mereka memiliki pahlawan. Kalimat itu banyak dikutip orang, tapi banyak yang salah. Penerbit Kompas juga pernah mengeluarkan buku dan mengutip kalimat salah itu. Kesalahan itu sudah menjadi familiar dan setiap kali kalau ada yang mengutip itu akan saya benarkan. Di mana pun saya dengar akan langsung saya tegur, "Bung Anda salah." dan Anda salah dalam mengutip. Itu tertulis dalam bingkai foto Tjokroaminoto lalu di bawahnya ada tulisan tangan Soekarno.

Apa memang benar murni, tanpa motif politis?

Ada tentu yang mau melakukannya secara politis. Tapi saya tidak mempersoalkan apa itu mau diajukan secara politis. Kalau saya sebagai anggota tim, apakah dia pantas atau tidak, tanpa ada urusan politis dengan dia.

Siapa berhak dimakamkan di taman makam pahlawan?

Ada dasarnya, tapi semua orang bisa menolak untuk dimakamkan di sana. Bung Hatta menolak dimakamkan di taman makam pahlawan. Itu bukan karena pemerintah yang menyuruh. Kalau Soekarno kasusnya lain, Soeharto tidak mau dia dimakamkan di taman makam pahlawan. Tapi kalau Hatta memang keluarga dan Hattanya sendiri tidak mau dimakamkan di taman makam pahlawan.

Siapa pun berhak dimakamkan di sana, tapi ada syaratnya, salah satunya siapa pun sudah mendapatkan paling tidak bintang gerilya, maka dia berhak dimakamkan di taman makam pahlawan.

Apa alasan Hatta menolak dikubur di makam pahlawan?

Hatta menolak karena dia pernah mengaudit korupsi Muhammad Taher (mantan asisten Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo) yang kabur ke Singapura. Namun, ketika Taher meninggal dia dimakamkan di taman makam pahlawan. 

Itulah kesulitannya, apakah orang sudah dimakamkan di taman makam pahlawan tidak boleh dibongkar makamnya untuk dikeluarkan karena dia pengkhianat? Dalam arti kata Muhammad Taher, koruptor besar. Memang peraturan itu tidak ada.

Itu pantas Anda pertanyakan. Apakah koruptor yang dimakamkan dalam taman makam pahlawan boleh dikeluarkan? Setahu saya tidak ada peraturan membahas hal itu. 

Kalau Soekarno berbeda, dalam salah satu pidatonya dia bilang, "Saya ingin dimakamkan di bawah pohon." Tampaknya dia ingin dimakamkan di Bogor atau di Bandung. Tapi kalau dia dimakamkan di sana pada waktu itu, orang akan memitoskan dia. Sekarang pun makamnya di Blitar, Jawa Timur, tetap saja dimitoskan. Itu hal biasa, seseorang yang dimitoskan oleh masyarakat. Di Amerika Serikat juga ada mitos para pahlawannya.

Apa ada bangsa di dunia ini tidak mempunyai mitos, walaupun itu dibuat. Bisa saja, kenapa tidak. Semua bangsa punya pahlawan, cuma cara menghargai berbeda. Di Prancis ada proses panjang baru diangkat menjadi pahlawan nasional, bisa bertahun-tahun, karena di sana masyarakat memberi penilaian.

Apa ada bangsa di dunia ini tidak mempunyai pahlawan? Tidak ada. Dan tidak ada bangsa yang melakukan perubahan tanpa ada orang bersedia mengorbankan diri. Kita akan terus terjajah bila tidak ada orang seperti Tjokroaminoto, Sutomo, Hatta, Soekarno, Sjahrir, Yamin, dan lainnya, kita belum tentu merdeka. Belum tentu.




Editor: Yudi Dwi Ardian
Sumber : 

DaVina News

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.