Media Sedang Menebus Dosa Pada Anas
Dulu, ketika Anas Urbaningrum menjadi sasaran empuk Media tanah air. Mantan ketua umum Demokrat itu selalu dikejar-kejar wartawan setelah namanya disebut Nazarudin dalam sebuah pelariannya diluar negeri.
Hampir dua tahun Anas dihajar berita miring, dan selama rentang waktu itulah mantan ketua PB HMI itu menjadi bulan-bulanan media. Ditambah, setiap Nazarudin menyebut nama Anas, berita dipastikan heboh dan menjadi headline di sejumlah media nasional. Video ucapan Nazar itu diputar berkali-kali oleh stasiun TV.
Sampai di acara Talk Show paling berpengaruh, ILC Anas berulang kali menjadi topik paling top untuk dibahas. Anas terus “dikuliti” oleh awak media. Semua sisi kehidupan Anas disorot. Jejak rekamnya, masa kecil, keluarganya di Blitar sampai hal terkecil pun tak luput dari perhatian media. Lalu, wartawan menghubungkan dengan kehidupan yang sekarang.
Selama itu juga, ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) itu sudah di cap publik sudah bersalah, walaupun KPK belum menetapkan dia sebagai tersangka. Saya masih ingat, statemen Anas “kalau Anas korupsi hambalang 1 rupiah saja, gantung Anas di Monas,” dukumentasi itu diputar berulang-ulang kali di stasiun berita nasional. Kesimpulannya Anas betul-betul menjadi santapan empuk media nasional.
Tapi itu dulu, setelah Anas ditetapkan sebagai tersangka. Disusul dengan peengunduran dirinya sebagai Ketua Umum democrat yang ditandai dengan pidato sangat dramatis. Dengan segenap perasaan, Anas mengurai satu-persatu kalimat. Untaian kata, demi kata yang cukup membuat public terpukau. Apalagi, sejumlah loyalisnya di seluruh Indonesia yang dia menyebut dengan “sahabat Anas.”
Pidato itulah yang menandai babak baru karirnya di panggung politik. Public tersentuh, tak sedikit mengelu-elukan dan menjadikannya sebagai idola anak muda dalam konstek pergerakan politik masa depan. Sahabat-sahabat Anas pun berdatangan ke Duren Sawit memberikan dukungan. Tak sedikit tokoh-tokoh nasional terlihat. Semuanya, disorot oleh media dan disajikan dalam bentuk berbeda.
Pasca mundur, media pun berubah arah. Stasiun TV berebutan dan antri mewawancarai Anas. Setiap Stasiun yang berhasil mewawancarai Anas, TV tersebut menyiarkan secara langsung, lengkap dengan logo “Ekslusif.” Rumah Anas tak pernah sepi dengan wartawan.
Lakon Anas pun berubah seketika. Dulu, media menempatkan Anas dengan peran Antagonis. Tapi kini Anas diperankan oleh media sebagai orang yang terzalimi. Anas pun menikmati peran baru tersebut. Wajahnya tidak berubah. “seperti wajah Pak Harto. Yang tak pernah orang tahu apakah dia marah, senang atau bahagia,”kata Prof Sahetapi, pakar hokum gaek yang sering tampil di ILC.
Ditengah status tersangka yang membelit dirinya, Anas masih sempat wara-wiri di beberapa stasiun TV. Hidup hanya sekali, dan harus dinikmati,”mungkin begitu fikiran Anas. Bahkan, mantan ketua fraksi Demokrat itu masih sempat mendirikan ormas yang ia namakan PPI. Ia seperti tak hirau dengan urursannya dengan KPK.
Dan sekarang, sajian media terhadap Anas telah berubah. dia menjadi media darling, selain Jokowi. komentarnya selalu ditunggu. Jangankan wawancara langsung, twit Anas di dunia maya pun dijadikan sumber berita oleh media.
Apalagi, jika menyorot tentang perkembangan partai democrat plus sederet tokoh didalam partai yang berlambang bintang mercy itu. Sepertinya kurang afdol apabila Anas belum diminta tanggapannya. Soal Ruhut Sitompul yang diusulkan jadi ketua komisi, Bunda Putri sampai Pak Presiden marah-marah.
Perubahan arah media itu pada Anas tentu bukanlah tanpa kesengajaan. Saya melihat buah kesabaran. Apa yang engkau tanam, itulah yang akan engkau panen. Dan Anas telah memanen buah yang telah dia tanam selama ini.
Dan dengan cara itu juga Allah menebus dosa media terhadap Anas yang selama ini telah di cap public sebagai pelaku korupsi, padahal statusnya di KPK masih sebagai tersangka (gratifikasi) dan belum ditahan. Pembaca tentu masih ingat ketika Johan Budi SP membacakan AU sebagai tersangka, sejumlah awak wartawan bertepuk tangan.
Sumber : Kompasiana.com