pemulung berkurban. ©2012 Merdeka.com/ramadhian
"Emak datang ke Jakarta, kalau enggak tahun 1965. Itu juga enggak disengaja, waktu itu, sehabis mencari rumput, emak tidur-tiduran di gerbong kereta sapi, tahu-tahu pas bangun, kereta sudah ada di Stasiun kereta Pasar Turi."
- Yati
Perjalan hidup seseorang memang tidak pernah ada yang tahu. Begitu pun perjalan hidup Emak Yati (60), pemulung yang pada Idul Adha kemarin berkurban dua ekor kambing. Kedatangan ke ibu kota tidak pernah direncanakan sebelumnya.
Di depan gubuknya, di dalam kawasan lapangan Tri Jaya, Jalan Tebet Barat Raya, Jakarta Selatan, kepada merdeka.com, perempuan tua itu menuturkan perjalanan hidupnya dari Pasuruan hingga bisa sampai ke Jakarta.
"Emak datang ke Jakarta, kalau enggak tahun 1965. Itu juga enggak disengaja, waktu itu, sehabis mencari rumput, emak tidur-tiduran di gerbong kereta sapi, tahu-tahu pas bangun, kereta sudah ada di Stasiun kereta Pasar Turi," kenang Yati, Minggu (28/10).
Sesudah dari Stasiun Kereta Pasar Turi, lanjut Yati, dirinya sudah tidak ingat. Kereta yang sudah berhenti di beberapa stasiun, membawa Yati yang kala itu masih remaja sampai ke ibu kota. Dirinya pun sudah tidak ingat dirinya berhenti di stasiun apa.
Sesudah sampai di Jakarta, Yati yang saat itu tidak tahu mau kemana, memilih tinggal di mana saja. "Seingat emak, emak tidur di mana aja, di pasar, depan toko, stasiun. Di mana aja dah," katanya, sembari sesekali diiringi gelak tawa.
Perempuan yang sudah berulang kali pindah tempat tinggal itu menceritakan, untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, dirinya bekerja sebagai pemungut puntung rokok.
Setelah sepuluh tahun tinggal di Jakarta, akhirnya pada tahun 1975, Emak Yati balik lagi ke kampungnya di Pasuruan. "Kalau enggak salah, tahun 1975 emak balik ke kampung, waktu itu emak tinggal di Velbak," tuturnya.
Namun, karena hubungan yang kurang harmonis dengan keluarganya, perempuan yang dikenal periang ini memutuskan untuk balik lagi ke Jakarta. "Habis dari kampung, emak enggak lama, terus balik lagi ke Jakarta. Emak enggak betah di kampung, berantem terus sama saudara," ujar dia.
Yati yang tidak mengetahui pasti berapa jumlah saudaranya menceritakan, sejak lahir, dia sudah dititipkan orangtua kandungnya kepada orangtua lain.
"Emak sejak lahir sudah dikasih ke orang, umur lima tahun ditinggal meninggal sama ibu angkat, habis itu, balik ke orang tua kandung," ujar dia.
Semenjak balik ke orang tua kandung itu, Yati sering berselisih dengan saudara-saudaranya. Hal itu yang menyebabkan dirinya tidak betah tinggal di Pasuruan.
Kini, setelah lebih dari 47 tahun merantau di Jakarta, Emak Yati berencana pulang ke kampungnya setelah Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri berjanji akan membuatkannya rumah di kampung.
"Kalau pemerintah itu mau ngasih tempat tinggal saya, saya daripada digusur sini, digusur sono, kalau di kampung kan, kita bisa bertani, sama saja," ujarnya seusai ditemui Mensos.
|