Lembaga amil zakat lebih sensitif dari bank

Sabtu, Oktober 27, 2012 , 0 Comments

Lembaga amil zakat lebih sensitif dari bank
zakat fitra. ©2012 Merdeka.com/imam buhori

Sejak Orde Reformasi 1998, lembaga-lembaga penghimpun sekaligus pengelola dana sosial dan zakat kian berkembang. Untuk lembaga amil zakat tidak hanya didominasi oleh lembaga amil zakat yang didirikan pemerintah. Tidak sedikit lembaga amil zakat didirikan oleh yayasan.

Memang ada sisi baik dan buruknya akan banyaknya lembaga amil zakat. Dana zakat yang jumlahnya diperkirakan bisa mencapai Rp 217,3 triliun. Pendapatan dari zakat pada tahun lalu baru mencapai Rp 1,7 triliun. Jumlah yang sangat jauh dari potensi yang dimiliki masyarakat muslim Indonesia. 

Apa saja penyebabnya, menurut Agustianto, akademisi yang juga konsultan ekonomi syariah, salah satunya adalah kurangnya koordinasi sejumlah lembaga amil zakat dalam menyusun agenda bersama dalam menggenjot pendapatan dari zakat.

Berikut penuturan Agustianto, saat ditemui Islahuddin, wartawan merdeka.com di Gedung Syariah Mandiri, Jalan Muhammad Husni Thamrin, Jakarta Pusat pada Kamis (25/10) sore. 

Bagaimana pengelolaan dana yang bersumber dari sedekah, kurban, zakat di Indonesia?

Kalau di Indonesia sekarang ini, lembaga-lembaga pengelola zakat ini namanya sudah bukan lagi lembaga sosial murni. Lembaga-lembaga itu menyebutnya sebagai sosial entrepreneur. Jadi mereka berlomba untuk meyakinkan dan membangun kepercayaan dari masyarakat. Karena itu mereka harus bisa menampilkan manajemen-manajemen yang transparan dan profesional.

Saya melihat pengelolaan dana sosial dari mulai sedekah, kurban, hingga zakat itu umumnya dikelola dengan profesional dan amanah. Selain itu juga jujur dalam pendistribusiannya kepada masyarakat yang berhak menerima. Jadi hasilnya akan berbeda jika hanya dikelola oleh monopoli tunggal. Misalnya, kalau hanya pemerintah yang mengelolanya, jadi tidak ada persaingan.

Bukankah itu akan lebih baik jika hanya dikelola oleh satu lembaga?

Lebih bagus tersebar dalam banyak lembaga, tapi harus tetap dikontrol dan diaudit. Sehingga terjadi persaingan, saling berlomba dalam mengejar kebaikan, antara satu lembaga yang satu dengan yang lain.

Apakah Anda melihat koordinasi dari lembaga-lembaga zakat, sedekah, hingga wakaf?

Sebenarnya ada semacam koordinasi, tapi perlu dioptimalkan. Langkah nyatanya, forum zakat harus sesering mungkin melakukan pertemuan antar mereka dan saling berbagi potensi-potensi zakat dan penyalurannya. Misalnya Rumah Zakat dan lembaga lainnya memberitahukan perolehan zakatnya berapa dan penyaluran ke mana.

Jadi harus ada laporan ke mana sasaran, pengucuran dana sedekah, korban, zakat, dan segala macamnya itu. Tidak terjadi tumpang tindih.

Berarti selama ini tidak ada transparansi dalam pengelolaannya?

Transparansi pengelolaan dana itu saya lihat baik di Baznas atau sudah ada dalam tiap lembaga itu. Kalau tidak transparan, orang tidak akan percaya, masyarakat harus tahu.

Itu sebabnya, biaya yang besar bagi lembaga zakat ini yang tahu pengelolaannya juga memperhitungkan biasa publikasi ke media. Terutama untuk sosialisasi untuk menjelaskan ke masyarakat dengan transparan, dari mana sumber dananya dan ke mana alokasinya. Saya sering mendapatkan semacam, buklet atau buku-buku yang menjelaskan transparansi dana lembaga-lembaga penerima zakat. Mulai dari Rumah Zakat, Baitulmaal Muamalat, PKPU, dan yang lainnya. Mungkin karena dana publikasi itu tidak banyak, maka banyak informasi yang tidak sampai kepada masyarakat luas di luar pengelola zakat.

Seperti apa Anda melihat lembaga zakat kita saat ini, terutama dalam sistem pengelolaan dana?

Saya kekurangan informasi dalam hal itu, tapi saya yakin bagaimana pun Forum Zakat sebagai sebuah forum lembaga zakat, tentu sudah melakukan itu. Kalau itu tidak dilakukan orang tidak akan percaya lagi terhadap lembaga zakat.

Lembaga amil zakat itu sensitif, bahkan lebih sensitif dari lembaga perbankan. Jadi perlu kita tumbuhkan lembaga zakat yang terkoordinir dan memenuhi syarat. Memenuhi syarat, berarti sudah punya data penerima zakat (mustahiq), data lokasi kantong-kantong kemiskinan, kemudian memiliki badan hukum, harus memiliki personil-personil yang terlatih dalam zakat. Kemudian nanti perlu juga ada semacam standar lembaga-lembaga mana saja yang bisa mengelola zakat. Ke depan harus ada pelatihan-pelatihan zakat lebih lanjut.

Itu harapan atau memang sudah dilakukan?

Setahu saya sudah dilakukan lembaga-lembaga zakat ini. Termasuk badan amil zakat di daerah-daerah.

Apa maksud Anda, lembaga penerima infak dan zakat ini jauh lebih sensitif dari Bank?

Kalau kepercayaan itu hilang dari masyarakat, maka orang tidak mau lagi berzakat melalui lembaga amil zakat. Maka dia harus betul-betul dipercaya oleh masyarakat, karena sedikit kepercayaan itu, akan hilang atau tergores. Maka orang akan enggan untuk berzakat melalui lembaga amil zakat. Dia harus bisa menjelaskan kepada masyarakat dengan transparan, jujur, tentang pemasukan dan distribusi dana kemana sasaran dana itu digunakan.

Selama ini apakah ada aturan yang ketat pada lembaga zakat?

Lembaga amil zakat yang diakui pemerintah itu sangat sedikit jumlahnya. Tidak boleh sebuah lembaga amil zakat itu amatiran. Tidak boleh liar, harus memiliki badan hukum. Ketetapan hukumnya bisa saja sebagai lembaga sosial atau sebagai yayasan, yang penting ada badan hukumnya.

Lembaga amil zakat yang ada di tingkat provinsi misalnya, harus disahkan oleh gubernur melalui Kanwil Kementerian Agama. Dari situ peran pemerintah bisa sebagai wasit dan pengawas.

Seperti apa lembaga zakat yang ideal itu?

Lembaga yang melakukan pengumpulan dan pengelolaan hingga pendistribusian dana zakat secara profesional. Kemudian harus terpercaya, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan setelah adanya audit dari akuntan publik. Kenapa perlu akuntan publik, karena lembaga zakat mengelola dana masyarakat.

Di Indonesia, kalau dana zakatnya sudah di atas 10 miliar itu sudah bisa dibilang cukup bagus dan profesional, seperti Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, PKPU, Baitulmaal Muamalat, dan beberapa lembaga zakat perusahaan-perusahaan besar lainnya. 

Biodata

Agustianto

Tempat, tanggal, lahir: Medan , 17 Agustus 1967

Pendidikan:
Madrasah Ibtidaiyah Alwashliyah, Salafiyah (1979)
Madrasah Tsanawiyah Alwahliyah, Salafiyah (1984)
Madrasah Aliyah Salafiyah (YMPI)
S1 Falkultas Syariah IAIN-Sumatera Utara (1992)
S2 Konsentrasi Syariah IAIN-SU (1998)
S3 Ekonomi Islam UIN Jakarta (2004)

Jabatan:
Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)
Anggota Pleno Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
Ketua Departemen I Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pusat

Pekerjaan:
Dosen Program Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah Universitas Indonesia
Konsultan Fikih Perbankan dan Keuangan Syariah

Kegiatan Akademis:
Dosen Pascasarjana Islamic Economics and Finance (IEF) Universitas Trisakti
Dosen Pascasarjana Manajemen Bisnis dan Keuangan Islam Universitas Paramadina
Dosen Pascasarjana Ekonomi Islam UI Az-Zahra
Dosen Pascasarjana IAIN Syech Nurjati Cirebon
Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Dosen Ekonomi Syariah Universitas Prof. HAMKA Jakarta




Editor: Fatimah Azizah
Sumber : 

DaVina News

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.