Antara Cinta dan Air Mata Sopir Taksi Wanita
Kartini Masa kini
Ia bernama Fiata Sabirin, atau biasa dipanggil Fita. Perempuan berkulit putih, dengan tubuh berisi ini memiliki pembawaan ceria, membuat perbincangan kami tentang pengalaman hidupnya berlalu tanpa terasa membosankan.
Sejak bertemu hingga akhir perbincangan, Fita banyak tersenyum, padahal cukup banyak kisah pilu yang ia hadapi hingga akhirnya ia menjalani profesi sebagai pengemudi taksi, sebuah pekerjaan yang tak pernah dicita-citakannya.
"Saya menjadi pengemudi taksi sejak tujuh bulan lalu. Awalnya, diajak oleh teman. Saya pikir, mengapa tidak," ungkapnya suatu siang di kawasan Gatot Subroto.
Terlahir dari keluarga yang berkecukupan, ayah Fita sempat menjabat sebagai salah satu pemimpin rumah produksi film kenamaan. Tak heran ia dan keluarganya sempat menjadi penghuni salah satu rumah di kawasan elit Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Lalu, ia menikah dengan seorang lelaki yang bekerja di sebuah perusahaan besar . Dari hasil perkawinannya, ia dan suaminya memiliki 2 anak.
Namun, selama 13 tahun menikah, Fita mengaku pernikahannya tidak diwarnai dengan kebahagiaan. Bahkan ayahnya pernah memintanya untuk memutuskan saja pernikahan itu.
Akhirnya perempuan murah senyum ini menyerah. Ketidakharmonisan pernikahan dan ditambah dengan perceraian membuat dirinya jatuh terpuruk. Pun, menyisakan luka mendalam di hatinya.
Fita bertutur, saat proses perceraian, sang suami acap menyepelekan dirinya. Meski sakit dengan sikap suami yang tidak menghormati dirinya, Fita tak menyerah. Bahkan, hal itu dijadikan sebagai cambuk untuk bangkit.
Ia berjanji dan bertekad pada dirinya untuk mandiri. Tidak bergantung pada orang lain. Pasca perceraian enam tahun lalu, Fita kemudian mencari uang dengan berbagai cara.
Awalnya ia membuka usaha katering. Sayang para karyawannya tidak bekerja dengan benar. Usaha pun bangkrut, namun ia sudah telanjur pinjam uang ke bank. Alhasil, ia dikejar-kejar penagih utang.
Kemudian, pada tahun 2007, sang ayah menderita komplikasi jantung dan paru-paru. Sehingga Fita dan keluarganya terpaksa menjual semua aset yang dimiliki, termasuk rumah dan mobil guna membiayai perawatan ayahnya.
Mencoba bangkit, Fita memutuskan untuk bekerja di berbagai bidang dan tempat, dari bekerja di galeri hingga event organizer. Namun tidak ada yang membuatnya nyaman.
Sempat menganggur dan tidak memiliki tempat tinggal pribadi, ia pun terpisah dari anak-anaknya, yang kini berada di bawah naungan mantan suaminya.
"Setelah bercerai, saya tidak membawa apa pun. Saya tidak apa-apa, asal biaya sekolah disokong dan dinaungi dia, karena perusahaan tempat kerjanya juga membantu biaya sekolah anak-anak," jelas Fita.
Namun, Fita sering mendengar keluh kesah anaknya saat tidak bersamanya. Namun dia tidak menjelaskan lebih jauh keluh kesah tersebut.
Untuk Anak-anak
Ditambah lagi sebuah kecelakaan menimpanya di bulan Maret 2011, menyebabkan tulang di dada kiri atasnya patah, meski merasa rapuh ia bertekad bisa mandiri.
Suatu hari ada seorang teman datang ke rumah dan mengajaknya menjadi supir taksi.
"Saya sempat ragu. Tetapi akhirnya saya coba juga," tuturnya.
Dengan pertimbangan dirinya memang suka menyetir mobil dan travelling, ia pun mengirimkan aplikasi ke Blue Bird Group. Setelah melewati serangkaian tes, Fita resmi diterima bekerja sekitar 7 bulan lalu.
Keputusan menjadi supir taksi membuat teman- temannya terkejut. Apalagi mereka tahu jika dirinya adalah anak seorang produser film kenamaan yang hidup berkecukupan.
"Saya katakan, kehidupan kan berputar. Saat kita di atas, kita harus terima, saat di bawah, kita juga harus terima. Teman-teman menangis saat pertama kali melihat saya pulang membawa taksi," ceritanya.
Meski banyak yang mempertanyakan keputusannya, setelah mencoba dan menjalani, Fita justru merasa nyaman. Dengan mantap ia menjawab, "Jangan salah. Justru pekerjaan ini saya nikmati. Saya jadi lebih banyak pengalaman, bertemu banyak orang, dari menteri, pengusaha, siapa saja."
Tak malu
Tetapi yang lebih penting, adalah tanggapan keluarga, terutama anak-anak.
Suatu waktu, Fita mencoba mengetes perasaan anak-anaknya mengenai keputusannya bekerja sebagai pengemudi taksi.
Dengan mengenakan seragam Blue Bird, ia mengambil rapor anak-anaknya. Sekedar ingin tahu reaksi sang anak, apakah mereka malu atau tidak. Reaksi anak-anak yang tak terduga membuatnya terharu.
"Ternyata nggak. Mereka mendekat kepada saya di sekolah. Saya tanya apa mereka tidak malu, mereka jawab, "Nggak, malah teman-teman bilang Mama hebat," ujarnya dengan senyum bangga.
Meski begitu, ia tetap memberi pengertian kepada anak-anaknya yang masih remaja itu mengenai tujuannya bekerja.
"Saya bilang ke anak-anak, Mama bekerja mencari uang supaya kita bisa bersatu lagi," katanya.
Di samping itu, ia juga ingin membuktikan kepada mantan suaminya bahwa dirinya tidak akan hancur akibat perceraian tersebut.
"Saat ini saya sudah cukup puas jika bisa mengumpulkan uang supaya anak-anak bisa masuk kuliah," imbuh Fita.
Disukai Pelanggan
Berangkat dari motivasi dan menyukai pekerjaannya, Fita mengaku, dalam waktu 7 bulan, ia sudah mendapat banyak pelanggan.
"Pelanggan justru suka dibawa (dikemudikan mobil taksi) oleh saya. Kebanyakan mereka merasa nyaman. Penumpang malah merasa senang, banyak cerita kepada saya, bahkan ada yang selalu minta diantar oleh saya setiap pergi," ujar Fita.
Ia mencontohkan ada salah satu pelanggannya yang diminta ibunya, untuk selalu naik taksi yang dikemudikan olehnya.
Selama menjalani pekerjaan sebagai supir taksi, beragam pengalaman dialami olehnya. Satu pengalaman yang menyentuh hati Fita adalah saat ia diminta mengantar sang anak ke acara wisuda bersama ibunya.
"Saya melihat anaknya memakaikan anting ibunya di mobil sebelum tiba di kampus. Saya sampai keluar air mata. Ada kepuasan tamu minta diantar khusus kepada saya, dan saya merasa menjadi bagian dari mereka," cerita Fita.
Ia lalu bercerita para penumpang selalu kaget begitu melihat orang yang dibalik kemudi adalah perempuan. Tidak sedikit yang memberikan kartu nama untuk mengajak Fita bekerja dengan mereka [penumpang]. Ada pula yang minta foto bersamanya.
Saat ditanya soal berita-berita mengenai kejahatan yang terjadi terhadap supir taksi, ia menanggapinya dengan biasa. Pun tidak menyurutkan semangat Fita meneruskan profesi yang digelutinya saat ini.
Ia mengakui memang ada sejumlah isiko pengemudi taksi menjadi korban kriminalitas, namun, jika ia terus mengikuti arahan pembina yang selalu memantaunya dan mengikuti prosedur keamanan yang diberitahu perusahaan, niscaya semuanya akan berjalan dengan baik.
"Perempuan lebih sensitif, karena perasaannya lebih peka menilai penumpang yang akan naik. Kalau tidak merasa nyaman menepi untuk penumpang tertentu, lebih baik dihindari. Selain itu, ada pula sistem-sistem keamanan, seperti mesin yang mendeteksi keberadaan taksi, juga sistem alarm yang mengirim pesan ke pusat saat ada bahaya," jelasnya.
Selain itu, bagi pengemudi perempuan, akan selalu dipantau keberadaannya setiap jam 19.00-20.00 WIB. Menjelang jam itu, pengemudi perempuan selalu diarahkan agar mencari penumpang di sekitarpool.
Selama menjalani profesi ini, Fita tak merasa ada yang membuatnya keberatan. Meski setiap waktu akan selalu ada orang asing yang duduk di belakang mobilnya sekalipun.
"Selama ini, tidak pernah ada yang berani mencolek saya, meski ada pengalaman-pengalaman lucu," kata perempuan keturunan Padang-Jawa ini.
Bekerja di sebuah perusahaan yang mayoritas karyawannya lelaki juga tak membuat Fita gentar atau takut dilecehkan.
"Karena ada peraturan perusahaan. Pembina juga selalu bertanya apakah saya pernah merasakan hal-hal tidak nyaman di lingkungan kerja. Kalau ada yang berperilaku tidak baik, saya bisa mengadu kapan saja, dan mereka akan kena sanksi," ujar Fita.
Manfaat
Waktu kerja yang fleksibel juga menjadi salah satu keuntungan tersendiri bagi Fita dan pengemudi taksi perempuan lainnya. Kalau anak sakit, misalnya, ia bisa mampir ke rumah sebentar untuk menengok.
Berkali-kali Fita mengungkap mengenai banyaknya manfaat dan fasilitas yang diberikan perusahaan untuknya yang menurutnya juga cukup mengejutkan untuk profesi semacam ini.
Ia juga menolak adanya anggapan menjadi pengemudi taksi adalah pilihan terakhir. Sebab, di perusahaan taksi tempatnya bekerja sekarang, selain merasa betah, kesejahteraan karyawan juga cukup bagus.
"Tunjangannya bagus, jenjang kariernya ada, bantuan untuk keluarga juga ada, kalau sakit pun dibantu," terang Fita.
Ia juga menceritakan pengalamannya saat menderita sakit belum lama ini. "Pernah, saya sakit di rumah, dijemput petugas kantor, dibawa ke rumah sakit rujukan," kenang Fita.
Namun, ia mengingatkan tidak mudah menjadi seorang pengemudi taksi. Selain pintar mengemudi, juga harus punya motivasi yang tinggi dan kuat dan suka bersosialisasi.
Menjadikan perjalanan hidupnya sebagai contoh, Fita merasa pekerjaan semacam ini bisa menjadi pilihan untuk perempuan yang ingin mencoba membuka lembaran baru dan mandiri.
Ia mengungkapkan dirinya pernah diminta oleh kantor pusat untuk mencari pengemudi taksi perempuan. Salah satu alasannya adalah tamu merasa lebih aman dan nyaman.
"Jadi, kalau perempuan itu bisa menyetir dan mau mengubah hidup, saya rasa profesi ini bisa dijadikan pilihan, asalkan orangnya siap," kata perempuan berusia 42 tahun ini.
Menurut Fita, saat ini di tempatnya bekerja sudah ada lebih dari 50 perempuan yang berprofesi sama dengannya.
"Kebanyakan supir-supir perempuan single parent, meski ada juga yang punya suami. Saya pikir bisa dijadikan alternatif untuk perempuan. Karena kini saya bisa memiliki penghasilan untuk mandiri," jelasnya.