Bambang: Kasus Korupsi Garuda Masih Kurang Bukti
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, mengatakan belum ada satu pun kasus korupsi Garuda yang dilaporkan serikat karyawannya memiliki bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Kasus-kasus tersebut sudah dilakukan penyelidikan tapi belum ditemukan indikasi tindak pidana korupsi,” kata Bambang, dalam pertemuan dengan Komisi III, hari ini.
Ada lima kasus yang ditengarai terkait tindak pidana korupsi di PT Garuda Indonesia yang dilaporkan oleh serikat karyawan perusahaan tersebut ke KPK.
Yang pertama adalah dugaan tindak pidana atas hasil penjualan tiket domestik yang terjadi sejak 2000.
Untuk kasus ini, kata Bambang, belum ditemukan indikasi tindak pidana korupsi.
Kasus kedua, dugaan penyimpangan pada restrukturisasi kredit PT Garuda pada bank BNI sejak 2001 yang penanganannya dikoordinasikan KPK dengan Kejaksaan Agung.
“Berdasarkan hasil kordinasi dengan Kejaksaan Agung bahwa kasus tersebut telah dilakukan penyelidikan oleh direktorat penyelidikan Jampidsus, Kejaksaan Agung, dengan perkembangan terakhir belum ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk dilengkapi ke tahap penyidikan," kata Bambang.
Yang ketiga, dugaan penyimpangan biaya promosi yang sudah dikumpulkan data dan bahan oleh KPK, pun belum terindikasi tindak pidana korupsi.
Keempat, dugaan tindak pidana korupsi dalam pemindahan kantor PT Garuda Indonesia dari gedung Garuda Jl Merdeka Selatan ke gedung Garuda Cengkareng pada 2007.
Kasus ini sudah berada di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
“Hasil kordinasi KPK dengan Kejaksaan Tinggi DKI diperoleh informasi bahwa Kejaksaan Tinggi DKI belum menangani laporan tersebut,” lanjut Bambang.
Kelima, dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan teknologi informasi (IT) komersial PT Garuda Indonesia dengan PT Lufthansa.
Pada kasus ini, sudah dilakukan pengumpulan keterangan dengan simpulan terdapat penyimpangan dalam pembayaran tagihan layanan IT oleh Garuda kepada PT LSYI sebesar $US 3.310.007,77 periode Juni sampai Desember 2006. Penyimpangannya dalam bentuk pembayaran tidak dilengkapi dengan persyaratan sesuai dengan perjanjian.
Namun pembayaran tersebut dikategorikan belum merupakan kerugian negara karena pihak penerima pembayaran yaitu PT LSYI sahamnya dikuasai 100 persen oleh PT Garuada Indonesia melalui anak perusahaannya.
Adapun nilai pengambilalihan (buyback) saham PT LSYI, sebesar $US 5.200.000, berdasarkan hasil penghitungan PT Bahana Sekuritas dinilai berada dalam kisaran nilai yang wajar.
Selain ke KPK, Serikat Pekerja PT Garuda sebelumnya juga melaporkan dugaan penyimpangan wewenang dan keuangan tersebut kepada Komisi III DPR.