Nota Keberatan (Eksepsi) Nazarudin

Kamis, Februari 02, 2012 , 0 Comments




Nota Keberatan (Eksepsi) Terhadap Dakwaan Tim Penuntut Umum 
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia

Nomor Dakwaan : Dak-38/211/11/2011, tanggal 24 November 2011 atas nama Terdakwa 
M. Nazaruddin, SE.

Yang didakwa dengan :
- Dakwaan pertama : Melanggar pasal 12 huruf b UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahaan atas UU RI no. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

atau
- Dakwaan kedua : Melanggar Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf b UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

atau
- Dakwaan ketiga : Melanggar Pasal 11 UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahaan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam perkara No. 69/Pid.B/TPK/2011/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Jakarta, 7 Desember 2011

Majelis Hakim yang Mulia,
Tim Penuntut Umum KPK yang terhormat,
Tim Penasehat Hukum yang saya banggakan,
Sidang Pengadilan yang kami muliakan :

Perkenankanlah saya, M. Nazaruddin, SE adalah Terdakwa dalam perkara No. 69/Pid.B/TPK/2011/PN.Jkt.Pst, pada kesempatan ini mengajukan Nota Keberatan (Eksepsi) atas dakwaan Tim Penuntut Umum KPK pada persidangan yang mulia ini.

Sebelum saya mengajukan keberatan atas dakwaan tersebut, perlu saya sampaikan kepada Majelis Hakim dan Para Hadirin sidang yang mulia, apa yang sebenarnya telah terjadi atas diri saya selama ini yang pernah saya sampaikan di media by phone dan sms, dan skype, maka saat ini saya akan sampaikan secara utuh kepada mejelis hakim dan para hadirin sidang serta masyarakat luas yang saya Muliakan. Pada kesempatan ini saya akan memberikan penjelasan secara utuh dan apa yang saya sampaikan dulu maupun saat ini adalah pernyataan saya yang jujur dan apa adanya, supaya permasalahan menjadi terang benderang.

1. Pada Bulan Mei Tahun 2009 terakhir kali saya bertemu dengan Sdr. Dudung di kantor Casablanca, lantai 4. Pada waktu itu untuk bertemu dengan Bpk. Anas Urbaningrum. Pertemuan tersebut yang hadir adalah Bpk. Anas Urbaningrum, Bpk. Dudung, Bpk. Moh. El Idris dan Saya. Pertemuan itu untuk membicarakan proyek Hambalang, tidak ada sama sekali menyingung tentang proyek Wisma Atlit. Kemudian pada Bulan Juni Tahun 2009 saya telah keluar dari PT. Anak Negeri, sejak saat itu saya tidak ada lagi komunikasi dengan Bpk. Anas Urbaningrum, Bpk. Dudung, dan Bpk. Moh. El Idris tentang proyek Hambalang. 

Pada Bulan Desember Tahun 2009 saya di panggil oleh Bpk. Anas Urbaningrum dalam kapasitas saya sebagai Bendahara Fraksi Demokrat, bersama Sdri. Angelina Sondakh sebagai koordinator anggaran komisi X DPR RI. Kami berdua diperintah oleh Bpk. Anas Urbaningrum agar bertemu dengan Bpk. Andi Malarangeng (Menpora) untuk membicarakan proyek Hambalang. Atas perintah Bpk. Anas Urbaningrum tersebut, maka terjadilah pertemuan tersebut di kantor Menpora lantai 10 yang pada saat itu dihadiri oleh Bpk. Andy Malarangeng (Menpora), Bpk. Mahyudin (Ketua Komisi X DPR-RI), Sdri. Angelina Sondakh (anggota DPR RI Komisi X sebagai koordinator) dan Saya sendiri. 

Dalam pembicaraan tersebut Menpora memangil Sesmenpora yaitu Bpk. Wafid Muharam dan disepakati oleh Menpora dan Sdri. Angelina Sondakh bahwa banggar DPR-RI akan membuat anggaran khusus untuk proyek Hambalang, dan tentang bagaimana pelaksanaannya (tehnisnya) sebagaimana akan di bicarakan secara detail antara Sdri. Angelina Sondakh dengan Bpk. Wafid Muharam (Sesmenpora), dan teman-teman DPR-RI di Anggaran komisi X DPR RI .

Setelah itu hasil pertemuan tersebut saya laporkan kepada Bpk. Anas Urbaningrum. Kemudian pada Bulan Januari 2010 Bpk. Anas Urbaningrum memerintahkan saya untuk mempertemukan antara Sdri. Angelina Sondakh dengan Sdri. Mindo Rosalina Manullang untuk mengerjakan proyek Hambalang. Setelah itu Sdri. Angelina Sondakh dan Sdri. Mindo Rosalina Manulang berkomunikasi langsung tanpa saya ketahui bagaimana perkembangannya karena Sdri. Mindo Rosalina Manullang hanya wajib melaporkan seluruh kegiatan kepada Bpk. Anas Urbaningrum. Tugas saya hanyalah memperkenalkan Sdri. Mindo Rosalina Manullang kepada Sdri. Angelina Sondakh saja sesuai perintah Bpk. Anas Urbaningrum.

2. Pada Bulan Februari 2010, Bpk. Anas Urbaningrum memerintahkan kepada saya untuk memanggil Bpk. Mulyono (Anggota Komisi II DPR RI) dalam rangka mengundang Bpk. Joyo Winoto (kepala BPN RI) untuk mengurus proyek Hambalang, kemudian terjadi pertemuan di Restoran Nippon Khan yang di hadiri oleh Bpk. Anas Urbaningrum, Bpk. Mulyono, Bpk. Joyo Winoto (kepala BPN RI) dan Saya sendiri. Dalam pembicaraan tersebut disepakati bahwa Bpk. Joyo Winoto akan membantu permintaan Bpk. Anas Urbaningrum dalam rangka penerbitan sertifikat tanah Hambalang yang telah diminta oleh Menpora untuk diterbitkan yang sudah 2 (dua) tahun tidak selesai-selesai.

3. Pada awal Maret 2010 memang benar ada pertemuan antara saya dengan Bpk. Andi Malarangeng di Arcadia di Restoran Jepang sekitar jam 22.00 WIB. Pada pertemuan itu saya di Arcadia lebih awal datang sekitar jam tujuh karena ada pertemuan dengan anggota DPR yang lain, ternyata di sebelah ruangan tempat saya makan di Restoran Jepang tersebut sudah ada Sdri. Mindo Rosalina Manullang dengan Bpk. Wafid Muharam, kemudian saya ditegur oleh Sdri. Mindo Rosalina Manullang dan Bpk. Wafid Muharam, setelah itu saya diajak untuk ikut duduk bareng sekitar 10 menit untuk membicarakan tentang proyek Hambalang bukan proyek Wisma Atlit. 

Kemudian Sdri. Mindo Rosalina Manullang meminta bantuan kepada Bpk. Wafid Muharam agar proyek Hambalang yang di menangkan adalah PT. Duta Graha Indah (PT. DGI Tbk), dan saya mendengar Jawaban Bpk. Wafid Muharam bahwa dia bersedia membantu PT. DGI Tbk, tetapi PT. DGI Tbk harus mengikuti aturan dan mekanisme yang berlaku hanya sebatas itu saya mendengarkan percakapan mereka berdua dan saya tidak pernah ikut campur dalam pembicaraan tersebut ( Jadi saya tidak pernah mendengarkan adanya percakapan tentang proyek Wisama atelit dalam pertemuan malam itu ). Kemudian saya kembali ke teman-teman saya kembali hingga jam 10 malam. Pertemuan antara Bpk. Andi Malarangeng, Bpk. Mahyudin, Sdri. Angelina Sondakh, Bpk. Wafid Muharam dan Saya dan salah seorang Calon Deputi yang saya lupa namanya. 

Di dalam pertemuan tersebut hanya dibicarakan tentang proyek Hambalang, untuk teknisnya Sdri. Angelina Sondakh akan mengatur dan membuat Anggaran Khusus bagi Departemen tersebut dengan teman-teman di Banggar DPR-RI Komisi X.

4. Pada Bulan April 2010 Bpk. Anas Urbaningrum memutuskan bahwa yang menang di proyek Hambalang adalah PT. Adhi Karya bukan PT. DGI Tbk hal tersebut karena menurut laporan Sdri. Mindo Rosalina Manullang kepada Bpk. Anas Urbaningrum, bahwa PT. DGI Tbk tidak dapat membantu Bpk. Anas Urbaningrum untuk memberikan biaya Kongres Partai Demokrat yang membutuhkan dana sekitar + Rp. 100 milyar agar Bpk. Anas Urbaningrum dapat memenangkan dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Yang sanggup memenuhi permintaan Bpk. Anas Urbaningrum adalah PT. Adhi Karya yang mana PT. Adhi Karya dibawa oleh Bpk. Mahfud Suroso.

Yang menyampaikan hal tersebut waktu itu adalah Bpk. Mahfud Suroso yang merupakan teman dekat dari Bpk. Anas Urbaningrum. Oleh karenanya maka Bpk. Anas Urbaningrum memutuskan agar yang menang di proyek hambalang adalah PT. Adhi Karya bukan PT. DGI Tbk. Dan saya hanya mendengar perintah dari Bpk. Anas Urbaningrum kepada Bpk. Mahfud Suroso agar PT. Adhi Karya menyerahkan uang Rp. 50 milar kepada Sdri. Yulianis untuk dibawa ke Bandung dalam rangka Kongres Partai Demokrat. 

Untuk lebih jelas dan detailnya Majelis Hakim yang Mulia dapat menanyakan kepada Bpk. Anas Urbaningrum dan Sdri. Yulianis. Saya ingin menyampaikan kepada majelis hakim yang mulia dan para hadirin dan masyarakat saya memang tidak tahu menahu tentang proyek wisma Atlit karena saya tidak pernah dilibatkan hal tersebut oleh Bpk. Anas Urbaningrum yang tahu persis soal ini adalah Bpk. Anas Urbaningrum, Sdri. Angelina Sondakh, Bpk. Nirwan Amir, Bpk. Andi Malarangeng, Bpk. I Wayan Koster, Sdri. Yulianis dan Sdri. Mindo Rosalina Manullang.

5. Sampailah pada semua perkembangan tanggal 10 Bulan Mei 2011 saya mengikuti perkembangan proyek Wisma Atlit dari media cetak maupun elektronik dan pada tanggal 12 bulan Mei 2011 saya mendengar pengakuan Sdri. Angelina Sondakh di ruangan Ketua Fraksi sekitar Pukul 16.00 WIB (jam 4 sore) sampai Pukul 19.00 WIB dari Sdri. Angelina Sondakh memberikan pengakuan dan penjelasan di depan Tim TPF yang dihadiri : Benny K. Harman, Jafar Hapsah, Eddy Sitanggang, Max Sopacua, Angelina Sondakh, Mahyudin, Mirwan Amir, Ruhut Sitompul, M. Nasir, dan Saya sendiri (M. Nazaruddin, SE).

Di hadapan tersebut, Sdri. Angelina Sondakh mengakui tentang adanya penerimaan uang sebesar Rp. 9 miliar dari Menpora dalam hal ini adalah Bpk. Andi Malarangeng dan Bpk. Wafid Muharam. Uang senilai Rp. 9 miliar tersebut diserahkan oleh Sdri. Angelina Sondakh sebesar Rp. 8 miliar kepada Mirwan Amir dan di forum tersebut Mirwan Amir mengakui bahwa Mirwan Amir benar telah menerima uang Rp. 8 miliar dari Sdri. Angelina Sondakh. 

Kemudian Mirwan Amir mengatakan bahwa uang tersebut tidak untuk dia seluruhnya, melainkan uang tersebut kemudian dibagi-bagikan oleh Mirwan Amir kepada pihak lain yaitu kepada Bpk. Anas Urbaningrum senilai Rp. 2 miliar, kepada Jafar Hapsah senilai Rp. 1 miliar ( Jafar Hapsah sempat protes bahwa dia tidak tahu bahwa dana tersebut berasal dari Proyek Wisma Atlit ), Mirwan Amir 1,5 miliar dan 3,5 miliar lain diberikan kepada pimpinan Banggar yang lain. 
Jadi saya benar-benar tidak tahu soal uang Rp. 9 miliar, hanya mendengar pengakuan dari Sdri. Angelina Sondakh di depan tim TPF dan diakui oleh pihak-pihak yang menerima uang tersebut. 

6. Saya meminta Majelis Hakim yang Mulia untuk perintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik KPK agar membuka fakta yang sebenarnya dan membawa barang bukti tentang proyek Wisma Atlit tersebut. Saya sampai saat ini tidak pernah menerima uang yang dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum dan sampai sekarang saya tidak pernah melihat uang tersebut yang seolah-olah sudah saya terima dan dituduhkan kepada saya. Saya sama sekali tidak mengetahui dan tidak mengerti tentang proyek Wisma Atlit. Yang saya tahu ada BAP yang di lakukan penyidik KPK tetapi saya ditutup-tutupi oleh penyidik KPK tentang uang yang di temukan di rumah Sdri. Yulianis yang nilainya sama dengan yang di tuduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada saya sesuai dengan nilai cek yang dicairkan oleh Yulianis. Sampai sekarang uang tersebut tidak pernah disita oleh KPK atau mungkin dibagi-bagi oleh Penyidik KPK. Ini lah rekayasa yang di lakukan oleh penyidik KPK bersama dengan Bpk. Anas Urbaningrum, dan Sdri. Yulianis untuk menganiaya saya dengan cara merekayasa kasus ini.

7. Majelis Hakim yang Mulia saya ingin mendapatkan jawaban yang jelas dan tegas tentang dakwaan Tim JPU kepada saya atas proyek Wisma Atlit, jika Penyidik dan Jaksa Penuntut KPK tidak bisa membuktikan keterlibatan saya dalam proyek Wisma Atlit karena bukti dan fakta tidak ada, saya bertanya dengan sungguh-sungguh apakah Majelis Hakim yang Mulia berani membebaskan saya, walaupun Majelis Hakim yang Mulia mendapat tekanan dari pihak yang berkuasa sehingga saya yang tidak terlibat apalagi bersalah akan tetap memvonis saya bersalah. Walapun tanpa bukti dan fakta persidangan tidak memenuhi unsur menghukum saya bersalah. Saya memohon kepada Majelis Hakim yang Mulia agar menjawab pertanyaan saya dengan hati nurani. 

Mohon dijawab Majelis Hakim yang Mulia agar dapat memutuskan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku tanpa tekanan dari siapa pun. Akan tetapi jika Majelis Hakim yang Mulia sudah berfikiran tetap akan menghukum saya walau apa pun hasil sidangnya maka saya mohon dihadapan persidangan yang mulia, agar persidangan atas diri saya dihentikan dihentikan saja. Dan silahkan saya langsung divonis tanpa ada lagi persidangan pengadilan ini. 

Ada pribahasa “lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah ketimbang memvonis 1 orang yang tidak bersalah”. Mohon Majelis Hakim menjawab dengan hati nurani baru saya lanjutkan lagi eksepsi saya ini. 

Ternyata perintah-perintah tersebut adalah bohong belaka, ternyata selama saya di luar Negeri, saya direkayasa dan dikorbankan habis-habisan. Yang paling menyedihkan, istri saya tidak tahu apa-apa menjadi Tersangka dan saat ini menjadi buron Internasional dengan 3 (tiga) anak Balita. Benar-benar kejam dan tidak berprikemanusian. Saya bersumpah dihadapan publik ini, saya tidak bohong, siapa yang mengatakan saya bohong adalah orang yang terlibat dalam proyek Wisma Atlit dan Hambalang dan merekayasa kasus saya !!!

Saat ini saya berseru mohon keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa kepada Majelis Hakim. Tolong rasakan kepedihan dan penderitaan saya, sejujurnya saya tidak pernah terlibat dalam Wisma Atlit apalagi menerima uang-uang seperti itu! 

Majelis Hakim yang Mulia,
Tim Penuntut Umum KPK yang terhormat,
Tim Penasehat Hukum yang saya banggakan,
Sidang Pengadilan yang kami muliakan :

Semenjak saya ditangkap dan dibawa kembali ke tanah air serta ditahan oleh KPK, saya belum pernah diberitahu ataupun ditanyakan dalam pembuatan BAP sebagai Tersangka oleh penyidik tentang perbuatan apa yang telah saya lakukan hingga saya ditangkap, ditahan dan disidangkan di pengadilan ini.

Begitu lama saya ditahan sejak tanggal 14 Agustus 2011 sampai dengan tanggal 10 November 2011 dimana perkara saya dinyatakan lengkap (P-21) oleh Tim Penuntut Umum KPK, ternyata saya tidak pernah disidik (dibuatkan BAP) yang isinya tentang pemberitahuan dan pertanyaan tentang tindakan/perbuatan apa yang telah saya lakukan sehingga saya ditangkap dan ditahan ini.

Bukankah saya ditangkap dan diterbangkan dari Colombia ke Jakarta menggunakan pesawat charter dengan biaya ± Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) ditambah biaya petugas Mabes Polri dan KPK ke Colombia memakan biaya hampir Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah), merupakan nilai yang cukup mahal, seharusnya penyidik KPK tidak menyia-nyiakan waktu untuk menyidik saya dengan baik dan benar, agar kasus korupsi Wisma Atlit terbuka dengan terang benderang. 

Faktanya penyidik KPK hanya memproses kasus suap tertangkap tangan yang dilakukan Wafid Muharam, Mindo Rosalina Manulang dan Moh. El Idris saja dan saya sama sekali tidak mengetahui peristiwa tersebut, apalagi dikatakan terlibat atas penyuapan uang senilai + Rp. 3.200.000.000,- (tiga milyar dua ratus juta rupiah).

Menurut pendapat saya, saya ditangkap agar saya tutup mulut alias bungkam saja dan disidangkannya saya ini hanyalah suatu rekayasa saja, agar kasus korupsi yang sebenarnya yang dilakukan petinggi-petinggi yang berkuasa tidak terungkap.

Apa yang saya katakan bukan fitnah, melainkan suatu fakta, dimana saya selama ini tidak pernah disidik dan dibuatkan BAP tentang perbuatan apa yang telah saya lakukan, dan terlihat dari dakwaan alternatif dari Tim Penuntut Umum merupakan suatu bukti keragu-raguan dan tidak memiliki kemampuan dari Tim Penuntut Umum KPK untuk mengerti atau menguasai peristiwa hukum yang sebenarnya.

Terlihat bahwa Tim Penuntut Umum KPK berusaha agar keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti dikait-kaitkan dengan saya agar saya dapat didakwa karena adanya suatu kekuatan penguasa yang mengintervensi perkara ini supaya saya dapat disidangkan, karena saya sudah terlanjur ditangkap dan ditahan oleh KPK. 

Adapun dakwaan Tim Penuntut Umum KPK adalah sebagai berikut :

Pertama :
Bahwa Terdakwa Muhammad Nazaruddin, SE selaku Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) masa jabatan tahun 2009-2014 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 70/P tahun 2009 tanggal 15 September 2009, pada sekitar bulan Januari 2010 sampai dengan bulan April 2011 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2010 sampai dengan tahun 2011, bertempat di Nippon Kan Restaurant Hotel Sultan Jakarta Selatan, di kantor PT. Anak Negeri (Permai Group) Jl. Warung Buncit Raya nomor 27 Mampang Prapatan Jakarta Selatan, di rumah makan Arcadia di belakang Hotel Century Senayan Jakarta Pusat, di kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga RI (Kemenpora RI) Pintu I Gelora Bung Karno Senayan Jakarta Pusat dan di Hotel Park Jl. DI Panjaitan Jakarta Timur, atau setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang berdasarkan Pasal 5 Jo. Pasal 35 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang memeriksa dan mengadilinya, selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, yaitu selaku Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), yang menerima hadiah, yaitu berupa 5 (lima) lembar cek senilai 4.675.700.000,- (empat milyar enam ratus tujuh puluh lima juta tujuh ratus ribu rupiah) atau setidak-tidaknya sejumlah itu dari Mohamad El Idris selaku Manager Marketing PT. Duta Graha Indah, tbk (PT. DGI Tbk)., padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu Terdakwa mengetahui bahwa pemberian tersebut diberikan karena Terdakwa telah mengupayakan PT. DGI, Tbk untuk mendapatkan Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu Terdakwa tidak boleh melakukan pengaturan Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan dengan maksud mendapatkan imbalan atau menerima uang dari pihak lain dalam menjalankan tugasnya sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan Keputusan DPR-RI No. 16/DPR-RI/I/2004-2005 tentang Kode Etik DPR-RI tanggal 29 September 2004 jo Peraturan DPR-RI No. 1 Tahun 2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang Kode Etik, yang dilakukan Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :
- Terdakwa menjabat selaku Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) masa jabatan tahun 2009-2014 yang sekaligus adalah sebagai pemilik dan pengendali kelompok usaha Permai Group bersama-sama dengan Neneng Sri Wahyuni (istri Terdakwa), yang mana PT. Anak Negeri adalah salah satu Perusahaan di bawah kelompok usaha Permai Group yang beralamat sama di Jalan Warung Buncit Raya Nomor 27 Mampang Prapatan Jakarta Selatan;

- Terdakwa pada sekitar bulan Januari 2010 bertempat di Nippon Kan Restaurant Hotel Sultan Jakarta Selatan, memperkenalkan Mindo Rosalina Manulang selaku Marketingg PT. Anak Negeri kepada Angelina Sondakh selaku anggota Badan Anggaran (Banggar) dari Komisi X DPR-RI dan kemudian meminta kepada Angelina Sondakh agar Mindo Rosalina Manulang difasilitasi untuk mendapatkan proyek-proyek di Kemenpora, dalam kesempatan tersebut Angelina Sondakh meminta Terdakwa dan Mindo Rosalina Manulang agar juga menghubungi pihak Kemenpora;

- Terdakwa pada sekitar bulan April 2010 bertempat di rumah makan Arcadia di belakang Hotel Century Senayan Jakarta Pusat, memperkenalkan Mindo Rosalina Manulang kepada Wafid Muharam selaku Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga (Sesmenpora), kemudian meminta kepada Wafid Muharam agar Mindo Rosalina Manulang dapat difasilitasi untuk mendapatkan Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan dan merekomendasi PT. DGI, Tbk sebagai perusahaan yang akan mengerjakan proyek tersebut, karena PT. DGI, Tbk merupakan perusahaan swasta yang baik dan telah berpengalaman membangun gedung Grand Indonesia. Atas permintaan Terdakwa tersebut, Wafid Muharam bersedia melaksanakannya asalkan Pimpinan dan teman-teman DPR menyetujui, yang kemudian ditanggapi oleh Terdakwa bahwa hal tersebut sudah “clean and clear” serta telah disetujui oleh teman-teman Anggota Komisi X DPR-RI bahkan sebentar lagi anggarannya akan turun dengan jumlah besar. Selanjutnya Terdakwa memerintahkan Mindo Rosalina Manulang untuk berkoordinasi dengan Wafid Muharam;

- Atas perintah Terdakwa, Mindo Rosalina Manulang, pada sekitar bulan Mei 2010 di kantor Kemenpora RI Pintu I Gelora Bung Karno Senayan Jakarta Pusat, beberapa kali menemui Wafid Muharam terkait dengan Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan, sebagai tindak lanjutnya Wafid Muharam meminta agar Mindo Rosalina Manulang menghubunggi pihak-pihak yang akan melaksanakan proyeknya di daerah;

- Terdakwa pada sekitar bulan Juni 2010, bertempat di kantor PT. Anak Negeri (Permai Group), Jl. Warung Buncit Raya Nomor 27, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, melakukan pertemuan dengan Mohamadd El Idris selaku Manager Marketing PT. DGI, Tbk. dan Dudung Purwadi selaku Direktur Utama PT. DGI, Tbk. yang juga dihadiri oleh Mindo Rosalina Manulang, untuk membahas keikutsertaan PT. DGI, Tbk. dalam Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan, dan selanjutnya Terdakwa meminta Mohamad El Idris dan Dudung Purwadi supaya berhubungan dengan Mindo Rosalina Manulang;

- Atas perintah Terdakwa, Mindo Rosalina Manulang bertempat di ruang kerja Sesmenpora di kantor Kemenpora RI pintu I Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta Pusat, memperkenalkan Mohamad El Idris dan Dudung Purwadi kepada Wafid Muharam terkait dengan keikutsertaan PT. DGI, Tbk. dalam Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan, selanjutnya Mohamad El Idris dan Dudung Purwadi memberikan penjelasan tentang Company Profile PT. DGI, Tbk. Atas penjelasan tersebut, Wafid Muharam meminta agar Mindo Rosalina Manulang, Mohamad El Idris dan Dudung Purwadi juga mengurusnya ke daerah;

- Untuk menindaklanjuti pengurusan proyek tersebut dengan pihak daerah, pada sekitar bulan Agustus 2010 bertempat di sebuah Restoran di Plaza Senayan Jakarta, Mindo Rosalina Manulang dan Mohamad El Idris melakukan pertemuan dengan Rizal Abdullah selaku Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet Palembang Sumatera Selatan dan meminta supaya PT. DGI, Tbk yang mengerjakan pembangunan proyek tersebut;

- Pada tanggal 16 Agustus 2010, di Kantor Kemenpora RI pintu I Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, saat pengurusan perjanjian kerjasama (MoU0 antara Kemenpora dengan Komite Pembangunan Wisma Atlet Propinsi Sumatera Selatan tentang Bantuan Pembangunan Wisma Atlet Propinsi Sumatera Selatan sebesar Rp. 199.635.000.000.- (seratus sembilan puluh sembilan milyar enam ratus tiga puluh lima juta rupiah), Wafid Muharam meminta Rizal Abdullah agar PT. DGI, Tbk dibantu supaya menjadi pelaksana pekerjaan dalam Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan, atas permintaan Wafid Muharam tersebut, Rizal Abdullah menyanggupinya;

- Atas arahan dari Wafid Muharam, pada bulan September 2010 bertempat di kantor Dinas Pekerjaan umum Cipta Karya Palembang Sumatera Selatan, Mohamad El Idris bersama dengan Wawan Karmawan (karyawan PT. DGI), menemui Rizal Abdullah dan meminta supaya PT. DGI, Tbk yang mengerjakan Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan serta menyampaikan bahwa Wawan Karmawan yang akan mengurus keikutsertaan PT. DGI, Tbk dalam proses pelelangan;

- Selanjuthnya Mohamad El Idris bersama Wawan Karmawan beberapa kali melakukan pertemuan dengan Rizal Abdullah, yaitu antara bulan September sampai dengan bulan Desember 2010, bertempat di kantor Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Palembang Sumatera Selatan dan di Hotel Park Cawang Jakarta Timur, yang dalam beberapa pertemuan tersebut dihadiri juga oleh M. Arifin selaku Ketua Panitia Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan, untuk memberikan data perencanaan, gambar desain dalam Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan kepada Pihak Komite Pembangunan Wisma Atlet serta menyerahkan data personil perusahaan dan peralatan yang dimiliki PT. DGI, Tbk sekaligus data-data perusahaan pendamping kepada M. Arifin selaku Ketua Panitia Pelelangan/Pengadaan, dalam rangka melakukan pengaturan agar PT. DGI, Tbk mendapatkan proyek tersebut;

- Selanjutnya M. Arifin selaku Ketua Panitia Pelelangan/Pengadaan, dengan tanpa perubahan menggunakan gambar desain tersebut untuk membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang akan digunakan sebagai dokumen pelelangan dalam Proyek Pembangunan Wisma Atlet, yang mana pada akhirnya PT.DGI, Tbk dinyatakan sebagai pemenang dengan nilai kontrak sebesar Rp. 191.672.000.000,- (seratus sembilan puluh satu milyar enam ratus tujuh puluh dua juta rupiah);

- Terdakwa pada sekitar bulan Januari 2011 memerintahkan Mindo Rosalina Manulang untuk menanyakan kepada Mohamad El Idris mengenai fee berupa uang yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang dianggap telah membantu dan berjasa dalam memenangkan PT. DGI, Tbk sebagai pelaksana Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaringg Palembang Sumatera Selatan, yang akhirnya disepakati adanya pemberian uang kepada Terdakwa sebesar 13%, untuk daerah (Gubernur Sumatera Selatan) sebesar 2,5%, untuk Komite Pembangunan Wisma Atlet sebesar 2.5%, untuk Panitia Pelelangan/Pengadaan sebesar 0,5%, untuk Sesmenpora sebesar 2%, sedangkan untuk Mindo Rosalina Manulang sebesar 0,2% dari nilai kontrak setelah dikurangi PPn dan PPh;

- Selanjutnya Mohamad El Idris bertempat di PT. Anak Negeri (Permai Group), Jl. Warung Buncit Raya Nomor 27 Mampang Jakarta Selatan, menyerahkan cek senilai Rp. 4.675.700.000,- (empat milyar enam ratus tujuh puluh lima juta tujuh ratus ribu rupiah) kepada Terdakwa melalui Yulianis dan Oktarina Furi als. Rina (keduanya staf bagian keuangan PT. Anak Negeri) sebagai realisasi dari sebagian keseBpk.atan pemberian fee sebesar 13% dari nilai kontrak Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan setelah dikurangi PPn dan PPh, sebagai berikut :
o Pada bulang Februari 2011, sejumlah 2 (dua) lembar cek yaitu cek BCA Nomor AN 3344079 dengan nilai Rp. 1.065.000.000 (satu milyar enam puluh lima juta rupiah) dan cek BCA Nomor Cek AN 344083 dengan nilai Rp. 1.105.000.000,- (satu milyar seratus lima juta rupiah) yang diterima oleh Yulianis, yang dicairkan pada tanggal 25 Februari 2011.
o Beberapa hari setelah penyerahan pertama, sejumlah 2 (dua) lembar cek yaitu cek BCA Nomor AN 232166 nominal Rp. 1.120.000.000,- (satu milyar seratus dua puluh juta rupiah) dan cek BCA Nomor AN 232170 nominal Rp. 1.050.000.000,- (satu milyar lima puluh juta rupiah) yang diterima oleh Oktarina Furi als. Rina, yang dicairkan pada tanggal 18 Februari 2011.
o Pada bulan Maret 2011, 1 (satu) lembar cek yaitu cek Bank Mega No. 578809 nominal Rp. 335.700.000,- (tiga ratus tiga puluh lima juta tujuh ratus ribu rupiah) yang diterima oleh Yulianis, yang dicairkan pada tanggal 4 April 2011.

- Bahwa 5 (lima) lembar cek yang diserahkan oleh Mohamad El Idris kepada Terdakwa tersebut dikeluarkan dari rekening PT. Hastatunggal Persadhabakti dan rekening PT. Bina Bangun Abadi yang pengelolaannya di bawah manajemen PT. DGI, Tbk, dan kelima cek tersebut telah dicairkan, selanjutnya uangnya disimpan di dalam brankas PT. Anak Negeri yang mana brankas tersebut berada di bawah penguasaan Terdakwa dan Neneng Sri Wahyuni (isteri Terdakwa) selaku Direktur Keuangan PT. Anak Negeri;

- Terdakwa mengetahui bahwa pemberian tersebut diberikan karena Terdakwa telah mengupayakan PT. DGI, Tbk menjadi pemenang dalam mendapatkan Proyek Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang Sumatera Selatan, yang bertentangan dengan kewajiban Terdakwa yang tidak boleh melakukan pengaturan proyek tersebut dengan maksud untuk mendapatkan imbalan atau menerima uang dari pihak lain dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota DPR-RI sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan Keputusan DPR-RI No. 16/DPR-RI/I/2004-2005 tentang Kode Etik DPR-RI tanggal 29 September 2004 jo Peraturan DPR-RI No. 1 Tahun 2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang Kode Etik.

Adapun Dakwaan Kedua dan Ketiga tidak akan saya tuliskan di dalam eksepsi ini. 

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dakwaan Tim Penuntut Umum KPK tersebut telah dibacakan pada hari Rabu tanggal 30 November 2011 dan saya sudah katakan kepada Majelis Hakim yang Mulia, bahwa sejujurnya saya tidak mengerti atas dakwaan yang dibacakan tersebut karena sejak awal saya ditangkap sampai disidangkan tidak pernah sekalipun baik penyidik maupun Tim Penuntut Umum KPK memberitahukan, menanyakan dan dibuatkan BAP atas peristiwa tindak pidana yang disangkakan dan didakwakan kepada saya.

Saya benar-benar buta dan kebingungan atas apa yang didakwakan kepada diri saya. Jika Majelis Hakim membaca BAP saya tanggal 12 Oktober 2011, terlihat bahwa sewaktu saya memberikan keterangan tambahan, saya menjelaskan panjang lebar tentang apa saja yang saya ketahui dari Wisma Atlit sampai kasus Hambalang dan belum selesai memberi keterangan, ternyata dihentikan oleh Penyidik KPK.

Jika dibaca keterangan saya dalam BAP tanggal 12 Oktober 2011 tersebut, terlihat bahwa apa yang saya sampaikan tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan dakwaan Tim Penuntut Umum KPK, karena memang saya benar-benar tidak tahu perbuatan apa yang disangkakan kepada saya.

Hal tersebut sebagai bukti bahwa saya benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya didakwakan kepada saya, karena baik penyidik dan penuntut umum KPK tidak pernah memberitahukan dan menanyakan serta membuatkan BAP tentang itu atas diri saya.

Menurut Pasal 51 KUHAP, saya berhak diberitahukan dengan jelas dengan bahasa dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya. Jadi berdasarkan Pasal 51 KUHAP, Tim Penuntut Umum KPK wajib memberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti oleh saya, apa yang didakwakan oleh Tim Penuntut Umum KPK.

Majelis Hakim yang Mulia, telah menjalankan tugas dengan baik yaitu memberikan kesempatan kepada saya untuk menanyakan point-point apa saja yang saya tidak mengerti atas dalam dakwaan tersebut.

Saya telah memberikan beberapa point pertanyaan tentang hal-hal yang tidak saya mengerti, tetap Tim Penuntut Umum KPK belum menjawab pertanyaan saya, dan diputuskan oleh Majelis Hakim yang Mulia agar pertanyaan-pertanyaan saya yang wajib dijawab oleh Tim Penuntut Umum KPK disampaikan oleh saya dalam eksepsi yang dibuat secara pribadi oleh saya. 

Adapun point-point yang tidak saya mengerti adalah sebagai berikut :
1) Apa yang telah saya lakukan atau perbuatan apa saja yang saya lakukan sehingga saya dikatakan telah mengupayakan PT. DGI, tbk menang dalam tender/lelang proyek Pengadaan Wisma Atlit di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
2) Bagaimana caranya saya hanya seorang legislative (DPR-RI) dapat mengatur dan intervensi dalam lelang/tender proyek tersebut dan mengatur Badan Anggaran, Komisi X, sedangkan keputusan legislative adalah kolektif.
3) Kapan dan dimana saya menerima hadiah baik berupa cek senilai Rp. 4.675.700.000,- (empat milyar enam ratus tujuh puluh lima juta tujuh ratus ribu rupiah) ataupun berupa uang tunai senilai Rp. 4.675.700.000,- (empat milyar enam ratus tujuh puluh lima juta tujuh ratus ribu rupiah) dari Moh. El Idris.
4) Bagaimana caranya saya menerima hadiah senilai Rp. 4.675.700.000,- (empat milyar enam ratus tujuh puluh lima juta tujuh ratus ribu rupiah) dari Moh. El Idris, apakah dengan transfer, pemberian cek dari pihak lain?
5) Apakah dana senilai Rp. 4.675.700.000,- (empat milyar enam ratus tujuh puluh lima juta tujuh ratus ribu rupiah) tersebut masih utuh dan disimpan dimana saat ini?
6) Uang senilai 4.675.700.000,- (empat milyar enam ratus tujuh puluh lima juta tujuh ratus ribu rupiah) dikatakan sebagai hadiah dari PT. DGI, tbk kepada saya, yang berarti adalah barang bukti kejahatan atas dakwaan kepada saya. apakah barang bukti kejahatan tersebut telah disita oleh penyidik KPK? Barang bukti tersebut disita dari siapa dan Berita Acara Penyitaan tersebut mengapa tidak meminta tanda tangan saya sebagai Tersangka tindak pidana tersebut?
7) Dikatakan ada 5 (lima) cek dari Moh. El Idris diterima oleh Yulianis dan Oktarini Furi yang kemudian dicairkan oleh mereka dan disimpan di brankas PT. Anak Negeri. Mengapa dapat dikatakan penyimpanan uang di brankas tersebut, bisa diartikan menyerahkan kepada saya sementara saya sama sekali tidak pernah melihat brankas tersebut dan dimana posisi brankas tersebut saya tidak pernah tahu keberadaannya.
8) Apakah sudah dicek brankas tersebut milik siapa, dan apakah telah di cek di lab forensic sidik jari saya dan Neneng Sri Wahyuni pada brankas tersebut.
9) Mengapa dalam dakwaan dikatakan Yuliani dan Oktarini Furi sebagai staf bagian keuangan PT. Anak Negeri, dasarnya apa sehingga dikatakan demikian?
Sesuai pengakuan Yulianis di BAP saya dan kesaksiannya di kasus Mindo Rosalina Manullang menyatakan Yulianis adalah Wakil Direktur Keuangan PT. Permai Grup yang katanya perusahaan holding dengan anak perusahaannya PT. Anak Negeri, dan sesuai kesaksian Yulianis di persidangan Terdakwa Daniel Sinambela, Yulianis adalah Direktur Utama PT. Executive Money Changer yang membiayai dan pemodal proyek Kota Baru dan proyek-proyek pemerintah. Daniel Sinambela dan saya hanyalah teman Yulianis saja, bukan atasan Yulianis.
Apa masuk akal, Wakil Direktur PT. Permai Group, mau menjabat staf saja (clerk) di anak perusahaannya (PT. Anak Negeri).
10) Apakah sudah dicek kepada Dirjen AHU Dephukham bahwa PT. Permai Group tersebut ada atau tidak?
11) Apakah sudah dicek PT. Anak Negeri pemegang sahamnya adalah PT. Permai Group, sehingga dikatakan PT. Anak Negeri sebagai anak perusahaan PT. Permai Group?
12) Apakah sudah dibaca Akta PT. Permai Group di PT. Anak Negeri sehingga bisa dikatakan istri saya Neneng Sri Wahyuni sebagai Direktur Keuangan PT. Permai Group maupun PT. Anak Negeri? Jika dibaca akta PT. Anak Negeri, istri saya tidak pernah sebagai pemegang saham atau pun tidak pernah menjadi pengurus PT.Anak Negeri, demikian juga PT. Permai Group, karena PT. Permai Group sebenarnya tidak pernah ada.
13) Mengapa dikatakan Yulianis sebagai bawahan saya, padahal faktanya Yulianis adalah bawahan dari Anas Urbaningrum dan saya kenal dengan Yulianis karena dikenalkan oleh Anas Urbaningrum. Yulianis sebagai Direktur Utama PT. Executive Money Changer adalah yang selama ini menggaji semua orang yang di perintah oleh Anas Urbaningrum dan di modali kerja oleh Anas Urbaningrum melalui rekening pribadinya Yulianis atau melalui PT Executive Money Changer ( Hal ini yang harus dicek sama Penyidik KPK ).

Point-point pertanyaan saya tersebut mohon dapat dijawab oleh Tim Penuntut Umum KPK dalam Tanggapan Eksepsi Tim Penuntut Umum KPK, supaya saya dapat mengerti apa yang didakwakan kepada saya dan digunakan untuk saya membuat Pembelaan.

Saya protes keras jika Tim Penuntut Umum KPK tidak bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan saya atas dakwaan yang tidak saya mengerti, karena ini kewajiban Tim Penuntut Umum KPK. Apalagi banyak fakta-fakta yang diuraikan tidak masuk akal dan tidak sesuai fakta, sebagai contoh PT. Permai Group yang mempunyai anak perusahaan PT. Anak Negeri yang dikatakan dimiliki oleh saya dan istri saya Neneng Sri Wahyuni, faktanya PT. Permai Group tidak pernah ada. 

Seharusnya Tim Penuntut Umum KPK sebelum menyatakan berkas perkara lengkap (P-21) wajib memberikan petunjuk berupa P-19 kepada Penyidik KPK agar membuat BAP atas nama saya yang isinya menanyakan dan mengkonfirmasi keterangan saksi-saksi kepada saya sehingga kasus jelas dan terang serta dapat dikatakan lengkap (P-21).

Karena hal tersebut tidak pernah ditanyakan kepada saya, sehingga tidak tahu bahwa PT. Permai Group tersebut tidak pernah ada dan PT. Anak Negeri bukan anak perusahaan PT. Permai Group. Jadi berkas perkara tersebut, jelas tidak bisa dikatakan P-21, hal ini adalah sesuatu yang dipaksakan sehingga berkas perkara saya cacat hukum.

Berkas perkara yang cacat hukum tidak dapat dijadikan dasar untuk pembuatan dakwaan terhadap diri saya.

Majelis Hakim yang Mulia,
Tim Penuntut Umum KPK yang terhormat,
Tim Penasehat Hukum yang saya banggakan,
Sidang Pengadilan yang kami muliakan :

Saya dapat disidangkan di persidangan ini karena saya direkayasa, agar saya bungkam, disebabkan saya saksi yang mengetahui banyak tentang korupsi yang dilakukan oleh oknum Penguasa. Saya dapat direkayasa karena saya ditipu agar saya pergi ke Singapura. Saya begitu percaya dan patuh kepada atasan saya, walaupun istri saya melarang untuk menuruti hal tersebut karena saya sama sekali tidak terlibat dalam proyek Wisma Atelit.

Ternyata setelah di Singapura, saya direkayasa seperti ini, faktanya sewaktu saya dipanggil oleh Tim Penuntut Umum KPK pada perkara Terdakwa Wafid Muharam, berdasarkan Penetapan Majelis Hakim, ternyata ditolak oleh Penyidik KPK, yang pada saat itu tanggal 12 Oktober 2011, saya diperiksa sebagai BAP terakhir tersebut dan sejak tanggal 25 Agustus 2011, saya didiamkan saja, tidak pernah dibuatkan BAP.

Saya sangat berharap kepada Majelis Hakim yang mulia sebagai Benteng Keadilan berdasarkan Ketuhanan YME, agar dapat memimpin persidangan saya dengan adil dan benar serta keberanian melawan intervensi kekuasaan. Saya telah menjadi korban dari intervensi kekuasaan di KPK, dimana oknum-oknum pimpinan KPK telah tersandera dengan kekuatan Penguasa, Insya Allah dengan terpilihnya pimpinan KPK yang baru ini, permasalahan saya dan istri saya dapat digelar lagi untuk mencari kebenaran yang sebenar-benarnya.

Dengan tidak pernah ditanyakan dan diberitahukan perbuatan apa yang saya perbuat dalam BAP saya, yang merupakan pelanggaran pasal 51 KUHAP maka berkas perkara saya yang dikatakan lengkap (P-21) adalah cacat hukum. Pembuatan surat dakwaan yang didasarkan pada berkas perkara yang cacat hukum, maka batal demi hukum.

Dalam pengetahuan saya seseorang yang dapat didakwa bila memenuhi berbagai persyaratan yang disangkakan seperti antara lain apa sebenarnya yang terjadi. Tentang pertanyaan itu saya tidak mengerti apa yang terjadi dalam kasus yang didakwakan khususnya yang berhubungan dengan kasus Wisma Atlet. Demikian juga tentang siapa pelaku yang disangkakan dalam kasus tersebut saya tidak mengerti karena selama ini penyidik tidak pernah bertanya kepada saya tentang apakah saya pernah melakukan penyuapan atau menerima suap dari seseorang yang berkaitan dengan proyek Wisma Atlet. Tentang bagaimana kasus wisma Atlet itu dilakukan oleh para pelaku juga tidak pernah dipertanyakan kepada saya sehingga saya tidak tahu dan tidak mengerti modus kasus proyek tersebut terjadi. 
Mengenai unsur “Dimana kasus yang tersebut terjadi “ saya juga tidak tahu karena Penyidik tidak pernah menanyakan hal tersebut kepada saya. Sama halnya yang saya sampaikan kepada Bpk. Susilo Bambang Yudhoyono pada saat saya dipanggil ke Cikeas pada Tanggal 23 Mei 2011 dimana saya jelaskan lebih kurang 3 jam. Bahwa saya tidak punya hubungan dengan kasus Wisma Atlet tetapi yang berkaitan dengan kasus Wisma Atlet sudah saya jelaskan secara detail ke Beliau. 
Bila Majelis dan Jaksa Penuntut Umum memahami tentang hal-hal yang saya sampaikan dalam Eksepsi saya ini, maka sebenarnya akan terjawablah “Bilamana tindak pidana itu dilakukan; Siapa-siapa pelakunya, Apa yang akibat yang ditimbulkannya dan Apa maksud dan tujuan yang hendak dicapai oleh pelaku” Sehingga dengan demikian maka Tidak Mungkin Dakwaan ini ditujukan kepada saya tetapi dapat dipastikan tuduhan atau dakwaan ini ditujukan kepada orang-orang yang telah saya sebutkan diatas.
Perlu saya sampaikan pula bahwa dengan tidak adanya pertanyaan yang menyangkut kasus Wisma Atlet ditujukan kepada saya baik secara lisan mapun dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan Tertulis adalah semata-mata untuk menghindari pihak-pihak yang seharusnya terlibat tidak dipanggil untuk dijadikan saksi dan atau tersangka mengingat mereka mereka itu adalah pemegang kekuasaan di partai terbesar pemenang PEMILU 2009 dan sekaligus juga Pemegang Kekuasaan Pemerintahan di Negeri tercinta ini. 
Berdasarkan hal tersebut, saya mohon dengan segala hormat kepada Majelis Hakim yang Mulia, agar memberikan keputusan sela atas perkara saya sebagai berikut: 

1. Menyatakan Tim Penyidik dan Tim Penuntut Umum KPK telah melanggar Pasal 51 KUHAP juncto Pasal 143 ayat 2b KUHAP.

2. Menyatakan surat dakwaan Tim Penuntut Umum KPK cacat hukum sehingga batal demi hukum.

3. Memerintahkan Tim Penuntut Umum KPK melepaskan saya dari tahanan Cipinang.

4. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

Atas dikabulkan Eksepsi ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim yang Mulia.



Hormat saya,

M. Nazaruddin, SE.

DAVINA NEWS

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.