Saran Untuk SBY: 7 Cara Mudah Memberangus Korupsi
Tulisan ini adalah masukan untuk Pak SBY dari seorang pengamat sosial-politik amatiran, dimana mencegah korupsi sebenarnya mudah, semudah membalikan telapak tangan…..
Mudah disebabkan sistem berserta pengawasan masyarakat yang akan berjalan untuk menangkal korupsi itu sendiri. Sebab cara-cara konvensional sudah tidak dapat diharapkan untuk melawan extra ordinary crime ini.
Intinya mencegah niat dan mempersempit peluang melakukan korupsi dengan cara; memberikan insentif bagi penegak hukum, transparansi, pelibatan partisipasi masyarakat, penerapan hukuman yang keras dan merger institusi Negara di bidang hukum.
Pertama, terpidana selain divonis hukuman penjara dan uang pengganti, juga dikenakan vonis denda super sebesar 100 kali lipat nilai uang yang dikorup (tanpa subsider kurungan).
Khusus kasus suap, penerima dan pemberi dikenakan denda 100 kali lipat dari nilai uang suap. Aparat diberikan “bonus” 50 kali lipat dari nilai barang bukti jika menangkap tangan penyuap ketika perkara terjadi. Tujuannya agar aparat tidak mudah tergoda oleh suap, dan si penyuap akan takut terjebak terkena denda super tersebut.
Hukuman denda super ini sifatnya tanggung renteng dengan keluarga yang sedarah atau karena hubungan pernikahan seperti anak, istri, orang tua, mertua, cucu cicit, buyut sampai lunas. Tujuannya selain memberi efek jera, otomatis keluarga besar akan mengawasi kekayaan si pegawai. Jadi tidak ada pembiaran dari keluarga besar atau malah ikut mencicipi “rezeki” itu.
Dalam kasus Gayus, ia mendapat US 1,5 juta dari KPC, jika Gayus menangkap tangan KPC maka KPC akan dihukum 100 kali lipat yaitu US 150 juta oleh pengadilan. Gayus beserta aparat yang menanganinya akan mendapat 50% dari denda ke KPC yaitu US 75 juta.
Kesimpulannya justru aparat akan “berpesta-pora” jika ada yang menyuap mereka karena akan mendapat 50 kali uang suap yang ditawarkan oleh pengusaha busuk. Pengusaha busukpun akan jadi lebih hati-hati karena tidak mau dijebabak oleh aparat yang akan disuap.
Tapi sebaliknya, jika Gayus tertangkap tangan atau ketahuan menerima suap, maka Gayus dan KPC masing-masing akan dihukum denda masing-masing US 150 juta selain hukuman kurungan penjara.
Kedua, mengubah sebutan Pegawai Negeri menjadi Pelayan Negeri dan Pejabat Negara diubah menjadi Hamba Negara. Ini diperlukan untuk merubah mindset aparat agar menyadari tugas pokoknya sebagai aparatur negara.
Pelayan Negeri bekerja untuk melayani kepentingan masyarakat sebaik-baiknya, Hamba Negara adalah orang yang totalitas menghambakan kedudukan dan kewenangannya untuk kepentingan negara dan bangsa, bukan loyalitas buta pada atasan yang korup, kelompok, pemilik modal atau kepentingan bangsa lain.
Ketiga, mendaftarkan semua rekening si pegawai termasuk istri dan anaknya. Dengan begitu, PPATK langsung memantau secara real time mutasi rekeningnya. Pemantauan dibantu oleh program komputer yang otomatis memberitahu PPATK jika ada lonjakan saldo melebihi batas kewajaran.
Untuk daerah yang memiliki jaringan perbankan, semua pemasukan si pegawai seperti gaji, honor, bonus dan hibah harus diberikan lewat transfer ke rekening yang didaftarkan itu. Pemasukan diluar rekening itu, dianggap uang suap. Cara ini untuk mementahkan alibi busuk koruptor yang sering berdalih uang suap yang diterimanya adalah pinjaman, titipan atau ada bisnis dengan si penyuap.
Keempat, sejak penyelidikan siapapun yang diperiksa oleh penyidik (kecuali saksi ahli) akan langsung dicekal keluar negeri. Jika sudah menjadi tersangka, langsung dimasukan ke tahanan dan non aktif dari jabatannya. Pemeriksaan direkam dengan video untuk menghindari transaksional.
Untuk mempercepat penyidik menemukan ada tidaknya tindak pidana korupsi dan aliran dananya, tersangka/saksi bisa diperiksa dalam keadaan dihipnotis. Tapi pengakuan tersebut tetap tidak bisa dijadikan alat bukti di persidangan, penyidik tetap harus mencari dua barang bukti yang rill untuk penuntutan.
Persidangan korupsi dilakuan pembuktian terbalik dan hukuman minimal 10 tahun penjara tanpa remisi dan hak lainnya seperti diterima terpidana lainnya. Jika terdakwa berhalangan hadir (sakit atau melarikan diri) otomatis dilakukan pengadilan in-absentia.
Kelima, membuat web sejenis “facebook” memuat kekayaan pribadi penyelenggara negara yang bisa diakses oleh semua orang, tujuannya agar masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengawasan. Sang pegawai diwajibkan “up-date status” secara berkala kekayaannya (termasuk istri dan anaknya) setiap 2 kali setahun.
Daerah yang belum ada jaringan internet, cukup mengirim formulir ke badan yang ditunjuk untuk entry data. Pegawai yang tidak mengedit tepat waktu, otomatis ditunda pembayaran gaji/pensiun atau mutasi/promosinya. Sanksinya, jika ada kekayaan yang tidak dilaporkan akan langsung disita Negara dan disidik bagaimana perolehannya.
Jadi jika anda seorang pegawai pengembang properti atau pegawai kantor PPAT mengetahui ada seorang pejabat membeli rumah tanpa didaftarkan ke dalam “facebook” nya, maka anda berhak mengadukan ke KPK misalnya.
KPK akan menelusuri cara perolehan uang atas pembelian rumah tersebut, jika terbukti dari penghasilan yang tidak sah, maka anda sebagai pelapor akan mendapat insentif 50% dari harga rumah atas pengaduan anda tsb.
Inilah gunanya “facebook” kekayaan penyelenggara tersebut, partisipasi rakyat dengan iming-iming insentif akan efektif memberangus korupsi.
Keenam, memberdayakan IT untuk transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Dimulai dari pembuatan web kasus korupsi yang sedang ditangani seluruh penegak hukum dari penyelidikan sampai sudah memiliki keputusan tetap.
Selanjutnya, membangun web APBN dan APBD seluruh Indonesia dengan terperinci untuk mencegah penyelenggara Negara menghamburkan uang Negara. Sebelum APBN disahkan, BPKP akan melakukan validasi dari segi kewajaran nilai, memeriksa apakah ada tumpang-tindih proyek atau melanggar peraturan berlaku.
Jadi tidak akan lagi ada kasus ruang rapat banggar yg menelan dana Rp 20 milyar lebih sebab BPKP atau BPK telah memvalidasi terlebih dahulu. Dan BPK atau BPKP wajib mempetanggungjawabkan penilaiannya tersebut jika ada kasus hukum dikemudian hari.
Setiap instansi pelayanan membuat web khusus agar masyarakat bisa mengetahui status urusannya. Pelayanan masyarakat harus menetapkan syarat, biaya dan lama penyelesaiannya. Jika melewati waktu yang ditetapkan, pemohon akan mendapat kompensasi dari negara. Hal ini mendisiplinkan aparat untuk bekerja efektif dan efisien agar tercapainya standar pelayanan.
Ketujuh, merger institusi BPK, KPK dan PPATK. BPK adalah lembaga tinggi negara setara dengan Presiden, MPR/DPR dan MA tetapi cuma “macan ompong” karena tidak mempunyai kewenangan penuntutan hasil temuannya (sama dengan PPATK).
KPK memiliki kelebihan mempunyai kewenangan penuntutan tetapi kedudukannya “hanya” komisi negara sehingga mudah digoyang oleh berbagai pihak seperti sekarang. PPATK berwenang mendeteksi aliran dana tetapi bercermin kasus Century terlihat tumpul karena kedudukannya dibawah Presiden.
Dengan merger, dibangun suatu institusi setaraf Lembaga Tinggi Negara dengan ribuan auditor pemeriksa dan analis transaksi untuk kepentingan penyelidikan serta mempunyai kewenangan sampai penuntutan. Penyatuan ketiga lembaga tersebut akan menghasilkan sinergi yang dahsyat dibandingkan jika berjalan sendiri-sendiri.
Cara radikal diatas menuntut prasyarat dan prakondisi sebelum diimplementasikan. Diprediksi aparat Negara akan lebih hati-hati dalam menjalankan amanah yang diembannya dan mencegah masyarakat menyuap aparat untuk memuluskan kepentingannya.
Tinggal pak SBY apakah mempunyai keinginan untuk menerapkan langkah-langkah seperti diatas, yang secara teori mudah dilaksanakan.
Oleh : Ferly Norman | Pemerhati Sosial dan Politik Amatiran