Ketua Parpol Jadi Penentu
Banyak suara-suara miring dan pesimistis dari pelbagai kalangan akan keberhasilan Pansus untuk menuntaskan kerja legislasi sesuai tenggat.
Sesuai jadwal, Pansus ditargetkan sudah harus menyelesaikan pembahasan RUU itu pada pertengahan bulan ini, sehingga Rapat Paripurna DPR masa sidang kali ini bisa mengetuk palu pengesahan aturan itu.
Kalau tidak, dikhawatirkan persiapan pemilu akan mundur dan berujung pada kualitas pemilu yang buruk.
Hingga saat ini, Pansus memang masih belum bisa menyelesaikan pembahasan empat hal krusial, yaitu mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT), daerah pemilihan (dapil), sistem pemilu, dan konversi suara menjadi kursi sudah mulai mengerucut.
Parpol besar seperti Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan PKS, cenderung seirama soal ide menaikkan PT, memperbesar dapil sekaligus mengecilkan jumlah kursi per dapil, dan cara konversi suara.
Perbedaan hanya terjadi di sistem pemilu, PDI Perjuangan, PKS, dan PKB satu suara mendukung sistem pemilu proporsional tertutup. Sementara Demokrat, PAN, PPP, Gerindra, dan Hanura menginginkan sistem pemilu proporsional terbuka.
Partai Golkar sendirian mengusung sistem pemilu campuran, namun amat mungkin mereka bergeser kembali ke sistem pemilu tertutup.
Di luar itu, Pansus juga harus menyelesaikan hal lainnya terkait aturan dana kampanye dan keterwakilan perempuan sebesar 30 persen.
Untuk mengetahui rencana dan arah pemahasan itu, berikut pernyataan Ketua Pansus RUU Pemilu dan politikus PDI Perjuangan, Arif Wibowo, dalam wawancara dengan Beritasatu.com, Kamis (1/3).
Banyak politisi pesimistis Pansus bisa menyelesaikan pembahasan RUU. Bagaimana jawaban Anda?
Sebenarnya yang menjadi kekhawatiran itu adalah karena lobi-lobi antarpimpinan partai belum mencapai kata sepakat. Itu tecermin dalam pembahasan UU. Namun kami masih percaya, sesuai kesepakatan, bahwa akhir Maret bisa diselesaikan. Mengenai isu perbaikan penyelenggaraan pemilu relatif selesai 90%. Yang belum tinggal pembatasan dana kampanye dan isu keterwakilan 30% perempuan.
Mengapa begitu sulit, khususnya soal dua isu itu?
Karena dua hal itu terkait isu proporsional terbuka atau tertutup. Selain itu, soal dana kampanye itu terkait belanja yang dibatasi atau pemasukan yang dibatasi. Kalau yang firm ingin belanja kampanye dibatasi adalah PDI Perjuangan, PPP, dan PKS. Tapi Golkar, Partai Demokrat, dan Gerindra tidak mau belanja kampanye dibatasi. PDI Perjuangan sendiri melihat belanja ini harus diatur karena kalau tidak pemilu berbiaya tinggi dan rawan manipulasi. Meskipun di lapangan masih bisa disiati dari segi jenis belanjanya.
Lalu bagaimana dengan empat isu pokok krusial?
Soal empat isu pokok, lobi terus dijalankan. Harapan saya, dalam minggu kedua bulan ini sudah ada kata sepakat dan diputuskan musyawarah tanpa voting. Itu harapan saya.
Kenapa Anda yakin bisa diselesaikan dengan musyawarah?
Sebenarnya selama pembahasan di Panja, semua diputuskan dengan musyawarah. Tapi kalaupun pakai voting, kan juga tak melanggar mekanisme demokrasi. Ini memerlukan kejernihan dan kebesaran hati para pemimpin. Tapi kalau tidak bisa ya tentu pakai voting.
Anda begitu PD (percaya diri) sekali bisa selesai?
Kami percaya karena pimpinan partai juga tidak diam, lobi-lobi di luar (DPR) masih jalan.
Apakah ada buktinya?
Ada. Misalnya, Partai Demokrat awalnya mengusulkan besaran jumlah kursi per dapil 3-8 dan kemarin berubah menjadi 3 - 10 kursi. PKS dulu menginginkan PT 3%-4% berubah jadi 3%-5%. Artinya mau PT 3%, 4%, atau 5%, mereka siap. Saya kira ini tanda kompromi bisa tercapai.
Ada tukar guling pasal?
Kita belum melihat hal itu sampai sekarang. Harus diingat, lobi harus berangkat dari filosofi mendasar. Kalau semua mengacu ke situ ya bisa dikompromikan. Tapi lobi dan kompromi jangan dilihat sebagai sebuah tukar guling.
Apa rencana Pansus untuk mengakselerasi pembahasan? Ada rencana ketua-ketua fraksi akan dikumpulkan?
Pada ujungnya nanti pimpinan partai. Tapi dilakukan bertahap. Pimpinan fraksi dipanggil untuk diajak berbicara empat isu strategis, siapa tahu para pimpinan fraksi bisa dicapai kesepakatan. Harapan kita ada kemajuan di pertemuan pimpinan fraksi dan Pansus.
Kalau tidak ada kesepakatan?
Kalau tidak bisa, ya cari pejabat yang lebih tinggi. Saya kira waktu juga masih ada. Misalnya, kalau minggu depan kita bicara dengan pimpinan fraksi, tapi gagal, minggu selanjutnya bisa bicara dengan pimpinan parpol. Harus dicatat semua proses ini normal.
Bagaimana wacana kembali ke UU Pemilu lama?
Saya tidak yakin kembali ke UU lama. Mayoritas fraksi pasti menolaknya. PDI Perjuangan menolak, Golkar, Demokrat, PKS juga menolaknya. Semuanya mesti berpikir untuk kepentingan lebih besar, jangan untuk kepentingan subyektif semata.