Moratorium TKI ke Arab Takkan Dicabut, Sebelum Adanya Jaminan Perbaikan
Indonesia tidak akan mencabut moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor informal ke Arab Saudi, bila negara itu tidak mau sepakat dalam suatu perjanjian bilateral yang menjamin kondisi pengiriman, dan penempatan TKI yang lebih baik.
"Kita akan hentikan pengiriman TKI pekerja rumah tangga ke negara-negara yang tidak menjamin hak-hak TKI," kata Tatang Razak, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri pada Kementerian Luar Negeri, di Jakarta, Rabu (29/2).
Tatang menambahkan, pemerintah juga telah merencanakan pemberhentian pengiriman TKI sektor informal pada tahun 2017 dan hanya akan mengirimkan tenaga kerja terampil untuk bekerja di sektor formal.
Indonesia saat ini memberlakukan moratorium pengiriman TKI informal ke Arab Saudi dan beberapa negara Timur Tengah lainnya, setelah berbagai kasus penyiksaan majikan setempat terhadap TKI.
Sebelumnya untuk sebab yang sama, Indonesia juga memberlakukan moratorium ke Malaysia selama dua tahun, hingga dicapai kesepakatan bilateral baru pertengahan tahun lalu. Kesepakatan tersebut menjamin TKI berhak dapat satu hari libur dalam seminggu, memegang paspornya sendiri dan penyesuaian akan gaji mereka.
Namun, hingga kini proses penempatan TKI ke Malaysia belum mulai berjalan lagi sambil menunggu beberapa penyelesaian persiapan teknis di kedua negara.
Tatang mengatakan, masalah yang umum menimpa TKI di luar negeri adalah perbedaan budaya terutama di Timur Tengah yang menganggap pekerja rumah tangga sebagai milik majikan. "Untuk kalangan tertentu, memukul dan menyiksa dianggap hal yang biasa," ujarnya.
Selain itu, ada juga aparat di beberapa negara penempatan yang kurang kooperatif untuk memberitahukan perwakilan Indonesia setempat, bila ada TKI yang terkena masalah hukum.
Data Kemlu pada tahun 2011 ini menunjukkan, bahwa ada sekitar 1,8 juta tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang terdiri dari tenaga kerja informal 1,6 juta, dan tenaga kerja formal sebanyak 169,303 orang.
Tatang mengatakan, bahwa 24 persen dari TKI di luar negeri adalah pekerja domestik.
Terkait dengan rencana revisi UU no 39 tahun 2004, Tatang mengatakan bahwa Kemlu telah memberi masukkan ke DPR bahwa akar masalah TKI di luar negeri yang diidentifikasi oleh Kemlu berasal dari individu TKI, agen perekrutan dan penempatan, pemerintah dan negara tujuan.