PDIP: Tidak Benar Subsidi BBM Perberat APBN
Klaim pemerintah penambahan subsidi BBM akan memperberat beban APBN ternyata klaim kosong belaka. Sebab, yang memperberat APBN justru belanja pemerintah sendiri.
Hal itu disampaikan F-PDIP dalam konferensi pers di Gedung DPR, Jakarta, hari ini.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) dari F-PDIP Dolfie OFP menjelaskan, pemerintah "memaksa" untuk hanya memberi Rp137,4 triliun untuk subsidi BBM, LPG, dan BBM. Konsekuensinya adalah Pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012 yang melarang pemerintah menaikkan harga BBM harus dihapus.
Sementara itu, apabila pemerintah mau menambah subsidi dan tidak menaikkan harga BBM, maka subsidi harus ditambah menjadi total Rp178 trilliun.
Pemerintah sebenarnya memiliki dana sebesar Rp134 triliun sebagai tambahan penerimaan dalam Rancangan APBN Perubahan 2012.
"Uang itu didapat dari sisa anggaran APBN 2011 sebesar Rp51 trilliun, surat berharga negara Rp25 Trilliun, hasil kenaikan minyak dunia Rp46,8 trilliun, dan pendapatan neto utang dan non-utang Rp11,2 trilliun," ujarnya.
Masalahnya adalah pemerintah lebih memilih mengalokasikan Rp30,6 trilliun dari tambahan penerimaan kompensasi kenaikan harga BBM berupa Bantuan langsung Tunai Sementara dan tambahan belanja negara sebesar Rp13,6 trilliun.
Akibat pilihan itu, pemerintah hanya bisa menambah dana subsidi BBM sebesar Rp13,8 trilliun. Sementara itu, yang diajukan PDIP adalah subsidi BBM ditambah lagi sebesar Rp42,2 trilliun, sehingga harga BBM tidak perlu naik, tapi dana kompensasi kenaikan BBM dan tambahan belanja pemerintah dihilangkan.
“Jadi tidak benar kalau pemerintah bilang anggaran akan defisit dan melanggar UU kalau subsidi BBM dipertahankan. Pemerintah mengklaim masyarakat harus menghemat dengan kenaikan harga BBM. Tapi dana itu sebenarnya digunakan untuk kompensasi BBM dan belanja pemerintah. Adilkah politik seperti ini?” tegas Dolfie.
Pemerintah, menurut Dolfie, seharusnya memikirkan nasib rakyat terlebih dahulu daripada diri sendiri. Seharusnya, kata dia, dana negara digunakan untuk subsidi rakyat daripada untuk belanja Pemerintah.
Theodorus Jacob Koekritz, anggota Banggar DPR lain dari F-PDIP menyatakan itulah sebabnya pihaknya bersikeras tetap menginginkan agar opsi lainnya agar subsidi energi tetap dipertahankan.
Menurutnya, kalau memang keuangan negara genting secara perekonomian maka sudah sewajarnya pemerintah memperhatikan rakyat bukan malah mengorbankan rakyat.
"Kalau pemerintah mau negarawan, dari penerimaan kita saja bisa menutupi kebutuhan subsidi BBM. Kita punya Rp135 triliun problemnya ruang fiskal itu dipakai untuk hal-hal yang masih perlu diuji publik," kata Theodorus.
Dia melanjutkan, sikap pemerintah mempertahankan BLSM dan tambahan anggaran pemerintah sangat bermakna politis. Dalam kondisi nasional saat ini, lanjutnya, program seperti BLSM hanyalah alat demi kepentingan pencitraan politik.
Di berbagai negara, program seperti ini hanya memenangkan partai berkuasa, tandas dia. “Kita hanya bisa pahami program BLSM diberikan kalau memang suasana sangat benar-benar krisis. Layaknya balsam, BLSM itu efeknya sementara. Kalau kena angin, sudah selesai efek balsem itu,” tutur dia.