Putusan PTUN Catatan Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi
Indonesian Corruption Watch mengecam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan pengetatan remisi bagi koruptor adalah tindakan melawan hukum.
"Keputusan PTUN hari ini adalah catatan buruk bagi pemberantasan korupsi di Indonesia, seolah-olah PTUN melegitimasi pemberian kemewahan bagi koruptor," ujar Peneliti Hukum ICW, Febridiansyah, kepada Beritasatu.com, Rabu (7/3).
Febri mengatakan meskipun pemberian remisi diperbolehkan dalam Undang-undang lembaga permasyarakatan, namun Peraturan Pemerintah no 28/2006 mengatur tidak semua orang secara otomatis berhak mendapat remisi.
"Pemberian remisi itu harus memprioritaskan rasa keadilan publik," ujar Febri.
Korupsi harus mendapat perlakuan lebih keras dibanding kejahatan lain, karena tidak saja merugikan orang banyak, juga kerap mendapat hukuman yang tidak setimpal dengan kejahatannya.
"Sudah dihukum ringan, diberi diskon lagi. Bagaimana mau bicara pemberantasan korupsi," kata Febri.
Febri mengatakan Kementerian Hukum dan HAM harus segera mengajukan banding sampai dengan tingkat tertinggi untuk mengubah keputusan ini.
"Kita berharap hakim PTUN maupun hakim mahkamah agung akan dapat mempertimbangkan rasa keadilan publik, bukan hanya mengandalkan teori di textbook," kata Febri.