Golkar Kecewa Hasil Paripurna RUU Pemilu
Partai Golkar merasa kecewa dengan hasil paripurna Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu, karena dari empat isu krusial yang dibahas, hanya satu usulan Golkar yang disetujui yaitu menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka.
Sisanya, Golkar kalah suara dengan partai lainnya.
"Kecewa namun tidak menyesal. Kami Fraksi Partai Golkar (FPG) berkomitmen untuk terus membangun sistem politik yang lebih baik, yang sudah menjadi amanat konstitusi dengan sistem presidensial. Sistem ini akan lebih efektif jika jumlah partai sederhana. Optimalisasi dan efisiensi kinerja di parlemen menjadi keinginan utama dari Golkar," kata Wakil Sekjen Partai Golkar, Nurul Arifin, di Jakarta, hari ini.
Dengan tujuan itu maka FPG memilih untuk konsisten dengan pilihannya yaitu, sistem pemilu terbuka; alokasi kursi 3-8 per daerah pemilihan (Dapil); ambang batas masuk parlemen (parliamentary treshoold/PT) 4 persen; serta sisa suara dikonversi menjadi kursi dengan metode penghitungan Devinsor Webster.
Sebelumnya dalam paripurna, Kamis kemarin, disepakati penggunaan Metode Kuota Murni sebagai tata cara konversi penghitungan suara dalam RUU Pemilu.
Selain itu, ambang batas pemilu (parliamentary threshold/PT) secara nasional 3,5 persen.
Paripurna juga menetapkan sistem pemilu adalah proporsioanal terbuka dengan alokasi kursi 3 hingga 10 per daerah pemilihan (Dapil) untuk DPR pusat; dan 3 hingga 12 untuk DPRD provinsi dan kabupaten.
Nurul menjelaskan metode Webster adalah yang paling banyak digunakan di dunia karena dianggap paling adil.
Dengan metode ini, perolehan suara banyak dipresentasikan dalam jumlah kursi yang sesuai.
"Metode Quota adalah model ketidakadilan, karena partai-partai menengah yang hanya dapat kursi dari suara yang tidak sebanding dengan kursi bilangan pembagi (BPP). Kami ingin berkontribusi terhadap pembangunan politik dan pendidikan politik negeri ini," kata anggota Komisi II DPR ini.